Jumat, 12 Desember 2014

War for Oil



Sejak invasi koalisi pasukan Amerika ke Irak 2003, para ahli politik telah menyatakan bahwa Amerika menyerbu Irak untuk minyak. Amerika perlu minyak untuk mengisi bahan bakar puluhan kapal induk, ribuan pesawat terbang dan helicopter, dan industri dalam negeri dan lain-lain. Paus Paulus kini ikut-ikutan menggalang opini melawan ISIS.
 
Ketika isu invasi pasukan gabungan Amerika ke Irak untuk minyak muncul di media-media Barat tahun 2003, beberapa kepala Negara menolaknya.  Tony Blair PM Inggris saat itu menyatakan bahwa itu adalah teori konspirasi. Blair menyatakan : "Let me first deal with the conspiracy theory that this is somehow to do with oil...The very reason why we are taking the action  that we are taking is nothing to do with oil or any of the other conspiracy theories put forward."

Begitu pula John Howard,PM Australia saat itu menyatakan "We didn't go there because of oil and we don't remain there because of oil." Pada awal 2003 Howard menyatakan: "No criticism is more outrageous than the claim that United States behaviour is driven by a wish to take control of Iraq's oil reserves." (Tidak ada kritik yang lebih memalukan daripada pernyataan bahwa perilaku Amerika itu didorong oleh keinginan untuk mengendalikan minyak).

Invasi Irak, Demi Minyak

Tentu saja pernyataan kepala-kepala Negara itu dibantah banyak fihak. Dalam sebuah situs tentang perdebatan masalah perang Irak (lihat http://en.wikipedia.org/wiki/ Rationale_for_the_Iraq_War#Oil_not_a_factor_in_the_Iraq_war) dinyatakan bahwa: Menteri Keuangan era Presiden Bush, Paul O Neill dalam pertemuan Bush dengan National Security Council, pernah ada diskusi tentang Invasi ke Irak. Bush saat itu diberi semacam proposal tentang Plan for post-Saddam Iraq.  Sebuah dokumen Pentagon tanggal 5 Maret 2001 berjudul Foreign Suitors for Iraqi Oilfield contracts (Pelamar asing untuk kontrak ladang minyak Irak).  Dalam dokumen itu juga terlampir peta potensi daerah Irak untuk eksplorasi.