Jumat, 03 Agustus 2012

Rhoma Irama, Kenapa Dihabisi? Sebuah Catatan Kecil

Rhoma Irama, Kenapa Dihabisi? Sebuah Catatan Kecil
oleh: Nuim Hidayat (mantan wartawan)

Kasus Rhoma ini menarik. Seseorang yang ceramah di dalam masjid tentang kepemimpinan dalam Islam, kemudian dimasalahkan KPUD. Setelah tentu saja sebelumnya media massa (sekuler) mempermasalahkannya. Memang ada ketentuan dalam aturan kampanye bahwa dilarang kampanye dalam tempat ibadah. Tapi masalahnya... saat ini belum waktunya kampanye, dan juga bagi umat Islam tidak mungkin dilarang menggunakan masjid untuk membicarakan masalah pemimpin.

Masalah kepemimpinan masalah yang urgen bagi umat Islam. Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah mengkaji dengan serius masalah itu. Dalam Islam, memilih pemimpin yang pertama dilihat agamanya. Yakni harus Islam. Tidak boleh mengangkat pemimpin non Islam bila masih ada orang Islam yang mampu. Yang kedua, baru keahliannya. Al Qur'an mengingatkan: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu. Sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS Al Maidah 51).



Tentu sulit bagi seorang dai atau penceramah di masjid, ketika membahas masalah pemimpin dalam Islam tidak menyinggung-nyinggung masalah di masyarakatnya. Jadi secara aktual, larangan dari KPU/KPUD ikampanye di masjid (tempat ibadah) itu susah untuk diterapkan. Tentu kalau penceramahnya 'norak' mengkampanyekan calon pemimpin yang tidak berkualitas jamaah sendiri akan menolaknya. Masalahnya, kalau kemudian yang dipilih adalah antara pemimpin Muslim dan non Muslim, siapa yang harus dipilh? Tentu jawabnya Muslim yang harus dipilih.

Penulis jadi ingat kejadian sekitar tahun 2009. Ketika Ketua Dewan Dakwah Islamiyah kota Depok dipenjara beberapa bulan karena dituduh kampanye di dalam Masjid di wilayah Sulawesi Utara. Saat itu padahal ia berdakwah biasa tentang Kristologi, cuma beberapa menit ia selipkan gambar anaknya yang dicalonkan menjadi anggota DPRD oleh sebuah partai Islam. Tapi begitulah, 'karena politik' ia pun cepat dijerat dengan pengadilan supercepat dan langsung masuk penjara. Padahal saat itu, kalau mau ditelisik secara adil dan seirus, mungkin orang harus dipenjara karena model-model kampanye seperti itu jamak dilakukan baik oleh pejabat maupun orang biasa.

Tapi ada hikmah tersembunyi ketika ia dipenjara sekitar dua bulan lebih itu. Ia dapat mengislamkan delapan orang dalam penjara. Beberapa orang yang diislamkan itu malahan mantan aktivis gereja. Dan kini alhamdulillah para mualaf itu dibina oleh para aktivis ormas Islam setempat. Entah karena takut akan banyak lagi yang diislamkan atau sebab lain, ia buru-buru dibebaskan. Kalau memang Rhoma dipenjara karena kasus ceramah tentang pemimpin di Masjid, mudah-mudahan ada hikmah yang besar untuk itu. Memang Foke dicitrakan di media seolah-olah tidak seprofesional dengan Jokowi-Ahok. Secara kenyataan kita tidak tahu, karena kepemimpinan Jokowi di Solo nampaknya juga biasa-biasa saja.

Tapi meski demikian, bila nanti Foke-Ramli terpilih, umat Islam Jakarta semestinya jangan memberikan cek kosong. Foke mesti dengan keras harus didesak atau dibuat perjanjian ia berani untuk secara bertahap memberantas kemaksiyatan yang terus merebak di Jakarta. Di samping tentu saja masalah-masalah populer lainnya, seperti kemacetan, pengangguran, banjir dll. Untuk mengangkat citra Jokowi-Ahok memang media menggulirkan haramnya menggununakan isu SARA dalam pemilu. Persis yang dilakukan PDIP pada Pemilu 1999, paska reformasi, dimana saat itu calon-calon DPRnya banyak yang non Muslim.

Parahnya ada media Islam terkenal di Jakarta ikut-ikutan haramnya menggunakan isu SARAdalam pemilu. Bila pengharaman isu SARA ini digunakan --khususnya agama- maka kembali Orde ini ke Orba. Dimana saat itu dengan thinktanknya CSIS (kelompok cendekiawan mayoritas Katolik), menggulung partai dan ormas yang bernafaskan Islam ke satu asas. Dan melarang membawa-bawa agama masuk dalam politik. Melarang politik aliran dan khususnya partai islam atau ormas Islam berasaskan Islam. Justru dengan membawa atau membicarakan masalah agama ke permukaan atau ke politik, di masjid atau di tempat lain, sebenarnya Rhoma telah melakukan pendidikan politik yang benar ke masyarakat. Bukan menyimpan masalah yang penting ini di bawah karpet agar masyarakat Islam Jakarta tidak mengetahuinya.

 Menarik apa yang diungkap tokoh Islam Mohammad Nastir tentang masalah pemimpin ini. Kata Natsir: “Kalau kita terangkan bahwa agama dan negara harus bersatu, maka terbayang sudah dimata seorang bahlul (bloody fool) duduk di atas singgasana, dikelilingi oleh haremnya menonton tari dayang-dayang. Terbayang olehnya yang duduk mengepalai kementrian kerajaan, beberapa orang tua bangka memegang hoga. Sebab memang beginilah gambaran pemerintahan Islam yang digambarkan dalam kitab-kitab Eropah yang mereka baca dan diterangkan oleh guru-guru bangsa Barat selama ini. Sebab umumnya (kecuali amat sedikit) bagi orang Eropa: Chalifah=Harem, Islam=Poligami).”

Natsir melanjutkan : “Suatu negeri yang pemerintahannya tidak memperdulikan keperluan rakyat, membiarkan rakyat bodoh dan dungu, tidak mencukupkan sarana yang perlu untuk kemajuan agar jangan tercecer dari negeri-negeri lain, dan yang kepala-kepalanya menindas rakyat dengan memakai “Islam” sebagai kedok atau memakai ibadah-ibadah sebagai kedok; sedangkan kepala-kepala pemerintahan itu sendiri penuh dengan segala macam maksiyat dan membiarkan takhayul, khurafat merajalela sebagaimana keadaan pemerintahan Turki pada zaman Sultan-sultannya yang akhir-akhir, maka pemerintahan yang semacam itu bukanlah pemerintahan Islam. Islam tidak menyuruh dan tidak membiarkan orang menyerahkan sesuatu urusan kepada yang bukan ahlinya. Malah Islam mengancam akan datang kerusakan dan bala’ bencana, bila suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya itu. “Apabila satu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, tunggulah saat kehancurannya.” (HR Bukhari).” Wallahu A'lam. *

Tidak ada komentar: