Rabu, 30 November 2016

22 Juni 1945 dan 5 Juli 1959

22 JUNI merupakan peristiwa penting bagi bangsa Indonesia. Tanggal ini adalah disyahkannya Piagam Jakarta, pembukaan UUD 1945 (22 Juni 1945). Selain itu ia adalah hari lahir kota Jakarta, 22 Juni 1527. Hari dimana pahlawan Fatahillah berhasil mengusir Portugis dari Pelabuhan Sunda Kelapa. Sedangkan 5 Juli 1959 adalah Dekrit Presiden Soekarno yang mengatakan kembalinya berlaku UUD 1945 dan pernyataannya bahwa Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945 dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
 Dekrit Presiden Soekarno ini merupakan hal yang fundamental, karena hampir tiga tahun (1956-1959) Majelis Konstituante bersidang untuk merumuskan UUD, saat itu tidak mencapai kata sepakat atau korum dalam pengambilan keputusan tentang dasar negara.
Bermula terutama dari kekecewaan tokoh-tokoh Islam dengan sikap Presiden Soekarno yang sepihak membatalkan Piagam Jakarta pada 17-18 Agustus 1945, maka mayoritas rakyat menginginkan diadakannya segera Pemilu. Untuk memilih wakil rakyat dan menyusun UUD negara. Maka pada 29 September 1955 dilaksanakanlah pemilu untuk memilih anggota parlemen dan pada 15 Desember 1955 diadakan pemilu untuk memilih anggota Majelis Konstituante. Pemilu itu diikuti oleh 34 partai politik. (Lihat Erwien Kusuma dan Khairul (Ed.), Pancasila dan Islam : Perdebatan antar Parpol dalam Penyusunan Dasar Negara di Dewan Konstituante, Baur Publishing, 2008).
Majelis Konstituante itu dilantik pada 10 Nopember 1956 dan melaksanakan sidang terakhirnya 2 Juni 1959, sebelum dibubarkan Presiden Soekarno. Konstituante telah melaksanakan tujuh kali sidang pleno. Satu kali pada tahun 1956, tiga kali sidang pada tahun 1957, dua kali sidang pada 1958 dan satu kali sidang pleno pada tahun 1959.
Salah satu sidang pleno yang paling menarik masyarakat luas dan paling sengit perdebatannya terjadi pada 11 Nopember hingga 6 Desember 1957 yang membahas masalah Dasar Negara. Sidang yang dilaksanakan dalam dua babak itu melibatkan 47 pembicara dalam babak pertama dan 54 pembicara dalam babak kedua. Masing-masing kubu beragumentasi dengan ‘kuat’ pendapatnya tentang dasar negara. Ada tiga kubu di sana. Kubu Pancasila, Kubu Islam dan Kubu Ekonomi Sosialis-Demokrasi.
Kubu yang menginginkan Dasar Negara Pancasila diajukan oleh: PNI (Partai Nasional Indonesia), PKI (Partai Komunis Indonesia), Republik Proklamasi, Parkindo (Partai Kristen Indonesia), Partai Katolik, PSI (Partai Sosialis Indonesia), dan IPKI (IKatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bersama 14 faksi kecil lainnya. Mereka mempunyai 274 kursi dalam Majelis Konstituante.
Sementara kubu yang menginginkan Islam sebagai Dasar Negara, mempunyai 230 kursi. Mereka terdiri dari empat faksi besar. Yaitu Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), NU (Nahdhatul Ulama), PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia), Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah) dan empat fraksi kecil lainnya.
Sedangkan kubu yang menginginkan Dasar Negara Ekonomi Sosialis dan Demokrasi (sesuai pasal 1 dan pasal 33 UUD 1945), hanya mempunyai 10 kursi. Mereka terdiri dari : Partai Buruh, Partai Murba dan Acoma.
Karena perdebatan itu begitu alotnya, dan tidak mencapai kata sepakat khususnya untuk dasar negara maka muncullah usulan-usulan dari Presiden Soekarno dan pimpinan TNI Jenderal Abdul Haris Nasution untuk kembali kepada UUD 1945. Usulan itu mengemuka sekitar Juli 1958. Kemudian pada 13 Februari 1959 pada pertemuan masyarakat sipil dan militer di Padang, Nasution mengusulkan hal yang sama, kembali ke UUD 1945. Pada 2 Maret 1959, Perdana Menteri Djuanda mengemukakan kepada parlemen hal yang sama. Begitu pula Presiden Soekarno dalam pidatonya di Majelis Konstituante 22 April 1959, menghimbau Majelis Konstituante untuk kembali kepada UUD 45. Di situ ia memberikan pidato panjangnya berjudul Res Publica sekali lagi Res Publica.
Terhadap usulan pemerintah ini, tentu saja faksi pro Soekarno, PNI dan PKI serta merta menyetujuinya.  Faksi Islam menginginkan Konstutante tetap bekerja menyelesaikan pekerjaannya semula. Mereka tidak menerima UUD 45 tanpa revisi (modifikasi). Maka mereka mengambil kesempatan untuk memasukkan kembali tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang dihilangkan Soekarno cs pada 17-18 Agustus 1945. Yaitu kata-kata: “(Ketuhanan) dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”.  Faksi Islam menyatakan bahwa mereka menerima kembali UUD 1945, dengan catatan Piagam Jakarta dicantumkan dalam UUD 45 dan mempunyai kekuatan hukum sebagai bagian darinya.
Menanggapi usulan faksi Islam itu, maka PM Djuanda pada 22 April 1959 dalam keterangannya menjawab pertanyaan-pertanyaan wakil-wakil Islam di Majelis Konstituante menyatakan bahwa Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945 dan oleh karena itu memberi dasar bagi pelaksanaan hukum agama. (lihat (Lihat Erwien Kusuma dan Khairul (Ed.), Pancasila dan Islam : Perdebatan antar Parpol dalam Penyusunan Dasar Negara di Dewan Konstituante, Baur Publishing, 2008).
Keterangan pemerintah yang ‘sepihak’ itu (tanpa landasan tertulis) tentu saja belum memuaskan faksi Islam. Ketua Fraksi Islam di Majelis Konstituante yang saat itu dijabat KH Masjkur (dari NU) mengusulkan agar tujuh kata itu masuk dalam Pembukaan UUD 1945. Maka diambillah pemungutan suara di Konstituante. Hasilnya 201 pro dan 265 kontra dari 470 anggota Konstituante yang hadir. Fraksi Islam kalah tipis.  Hal itu menunjukkan pertentangan yang keras dari Kubu Islam dan Kubu Pancasila dalam menyikapi rumusan Piagam Jakarta.
Usulan pemerintah untuk kembali ke UUD 1945, tanpa revisi, juga dilaksanakan pemungutan suara di Majelis Konsituante. Konstituante bahkan melakukan tiga kali pemungutan suara. Pada 30 Mei 1959, hasilnya 269 pro dan 199 kontra. 1 Juni 1959 hasilnya 264 pro dan 204 kontra. Dan terakhir pada 2 Juni 1959, 263 pro kembali UUD 45 dan 203 kontra. Karena kemenangan kurang dari 2/3 suara –sebagaimana diamanatkan dalam UUD 45—maka hasil pemungutan suara itu tidak ada yang menang.
Beberapa anggota Konstituante dari kubu pro Pancasila, PNI, PKI dan IPKI menyarankan agar Konstituante membubarkan diri. Banyak diantara mereka menyatakan tidak akan hadir pada sidang-sidang Konstituante berikutnya. Maka pemungutan suara pada 2 Juni 1959 itu, adalah sidang terakhir Majelis Konstituante.  Dari kubu Islam, Masyumi dan NU, berharap agar Konstituante menyelesaikan pekerjaannya menyelesaikan konstitusi baru. Beberapa anggota Konstituante mengusulkan kepada pemerintah memberi kesempatan kepada mereka untuk bersidang sampai Maret 1960.
Maka pimpinan TNI dan wakil-wakil Konstituante mengusulkan kepada presiden Soekarno agar mengeluarkan dekrit.  Menteri Penerangan Roeslan Abdulgani menghadap Soekarno yang sedang berkumjung ke Tokyo, untuk memberi laporan tentang perkembangan politik dalam negeri. Presiden pun segera pulang ke tanah air pada 29 Juni 1959. Rumusan dekrit itu akhirnya ditandatangani pada 4 Juli 1959 dan diumumkan di Istana Merdeka Jakarta pada 5 Juli 1959.
Untuk mengakomodasi usulan-usulan dari berbagai fraksi di Konstituante, maka Dekrit Presiden itu terdiri dari lima pertimbangan. Pertama, bahwa Konstituante tidak dapat mengambil keputusan yang diperlukan, yaitu mayoritas dua pertiga mengenai usul kembali ke UUD 45. Kedua, bahwa sebagian besar anggota Konstituante menolak menghadiri rapat-rapat selanjutnya, sehingga Konstituante tidak dapat meneruskan tugasnya. Ketiga, oleh karena itu telah timbul situasi yang berbahaya bagi kesatuan dan kesejahteraan negara. Keempat bahwa dengan dukungan sebagian besar rakyat serta dikukuhkan oleh keyakinannya sekarang, Presiden harus mengambil tindakan untuk menyelamatkan negara. Kelima bahwa Presiden yakin bahwa Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945 dan merupakan kesatuan dari Konsitusi tersebut.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itu, Presiden mendekritkan bahwa Konstituante dibubarkan dan menetapkan kembali secara resmi UUD 1945 sebagai UUD negara.
Jadi bisa dilihat, akhirnya presiden berusaha mengambil jalan tengah antara kubu Islam yang setuju dengan Piagam Jakarta dan kubu Pancasila yang menolak Piagam Jakarta. Kubu PNI-PKI-IPKI dan kubu Masyumi-NU. Mewadahi suara Fraksi Islam yang suaranya hampir sama dengan Fraksi Pancasila, maka Presiden dalam dekritnya menyatakan bahwa Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945 dan merupakan kesatuan dari konstituasi tersebut. Dan tentu dengan dekrit ini dalam konteksnya saat itu, maka sesuai dengan usulan fraksi Islam, dekrit presiden ini mempunyai kekuatan hukum. Maka berlakunya hukum-hukum Islam saat ini –dan seterusnya- di tanah air mempunyai status hukum yang kuat. Selain tentu saja dalam Pancasila sendiri terdapat sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, yang menurut proklamator Bung Hatta bermakna Tauhid.
Inilah yang dikhawatirkan kalangan Kristiani dalam tabloidnya: “Kita memerlukan presiden yang tegas dan berani menentang segala intrik atau manuver-manuver kelompok tertentu yang ingin merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. Ketika kelompok ini merasa gagal memperjuangkan diperlakukannya “Piagam Jakarta”, kini mereka membangun perjuangan ini lewat jalur legislasi. Mereka memasukkan nilai-nilai agama mereka ke dalam perundang-undangan.  Kini ada banyak UU yang mengarah kepada syariah, misalnya UU Perkawinan, UU Peradilan Agama, UU Wakaf, UU Sisdiknas, UU Perbankan Syariah, UU Surat Berharga Syariah (SUKUK), UU Yayasan, UU Arbitrase, UU Pornografi dan Pornoakasi, dan lain-lain. Apapun alasannya semuanya ini bertentangan dengan prinsip dasar negara ini.” (Tabloid Kristen, Reformata edisi 110/2009).
Seorang penulis Kristen, IJ Setyabudi, dalam bukunya Kontroversi Nama Allah – (lihat buku Adian Husaini, Pancasila Bukan Untuk Menindas Hak Konstitusional Umat Islam)-  mengakui keunggulan tokoh-tokoh Islam dalam perumusan sila pertama Pancasila. Ia menulis: “Lalu siapa sebenarnya yang lebih cerdas dan menguasai ruang persidangan ketika merumuskan Sila Pertama itu? Sangat jelas Bapak-Bapak Islam lebih cerdas dari Bapak-Bapak Kristen karena kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa” itu identik dengan “Ketuhanan Yang Satu!” Kata Maha Esa itu memang harus berarti satu. Oleh sebab itu tidak ada peluang bagi keberbagaian Tuhan. Umat Kristen dan Hindu harus gigit jari dan menelan ludah atas kekalahan Bapak-Bapak Kristen dan Hindu ketika menyusun Sila Pertama itu.” *nuim hidayat 

Sabtu, 03 Oktober 2015

Rabu, 30 September 2015

Surat Untuk Bill Liddle

Saya tulis surat ini karena saya mengenal Anda, Bill Liddle lewat buku-buku. Terutama buku yang ditulis mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang menulis buku ‘70 Tahun Bill Liddle’. Di situ para mahasiswa kesayangan Anda menulis dengan bagus tentang cara bagaimana Anda mengajar, siapa Anda dan bagaimana hubungan kedekatan Anda dengan mereka.

Saya terus terang terkesan dengan cara bagaimana Anda menjalin hubungan dekat dengan mereka. Sehingga para mahasiswa itu kadang datang ke rumah Anda makan-makan bersama.
Tapi ada satu pengalaman yang tidak saya lupakan, ketika saya membaca Media Dakwah yang bercerita tentang diri Anda ketika saya mengenyam pendidikan di IPB. Saya sampai datang ke Media Dakwah untuk mencari majalah itu (kebetulan saya pernah menjadi Ketua Pameran Buku di IPB, saya ke Dewan Dakwah beberapa kali. Saat saya menjadi Ketua Pameran itu –aula Kampus baranangsiang- saya sampai ngantuk besok harinya pas ujian ‘HPT, Hama dan Penyakit Tanaman’).
Saya membaca di Media Dakwah, bagaimana Anda mendukung penuh ide Nurcholish Madjid. Sampai ada polemik tentang Islam dengan I besar dan Islam dengan I kecil. Dimana Islam dengan I kecil ini, ada istilah Yahudi islam, Kristen islam dan seterusnya. Karena Islam dimaknai sebagai penyerahan diri, bukan agama tertentu yang berbeda dengan Kristen, Yahudi atau agama-agama lainnya.

Saya terus mengikuti Anda. Tulisan-tulisan Anda baik di Tempo, Kompas atau lainnya terus say abaca. Sampai Anda suatu saat datang ke ‘Singapura’ untuk menengok Nurcholish. Begitu dukungan Anda begitu tingginya kepada Nurcholish. Padahal ‘kita’ –temen-temen di Dewan Dakwah/Insists- ‘membenci’ Nurcholish karena meluncurkan gagasan pluralismenya. Dan Alhamdulillah kabarnya Cak Nur di akhir hidupnya sadar akan kesalahannya dan menyuruh anak-anaknya belajar bahasa Arab. (Kebetulan saya menulis khusus tragedi kawinnya anak Cak Nur dengan seorang Yahudi dan diskusi dengan kakak saya tentang tragedi itu. Tentang bagaimana ketidakkonsistenan Cak Nur ketika diwawancara Tempo dan Gatra).

Khusus tentang kakak saya, memang saya yang terus menerus mencegah dia agar menolak berguru kepada Anda. Waktu itu saya beberapa kali naik motor bareng dengan kakak saya. Saya terangkan kepadanya bahwa jangan ke Amerika, lebih baik ke Malaysia. Karena kalau ke Malaysia dengan teman-teman Muslim bisa membentuk jaringan.

Kakak saya cerita, bagaimana Salim Said marah kepadanya ketika ia menolak pergi ke Amerika. Ia juga cerita bahwa dalam pertemuan itu ada Farid Prawiranegara (anaknya Syafrudin Prawiranegara). Dengan Salim Said saya punya pengalaman sendiri, duduk berdampingan di pesawat dengan dia, ketika meliput seminar di Bali. Dimana seminar itu dilakukan para tokoh politik untuk mempertahankan Presiden Gus Dur. Dalam perbincangan dengan Salim Said di pesawat itu, Salim cenderung mendukung Gus Dur agar terus dipertahankan menjadi presiden. Dan dia nanya tentang pekerjaanku saat itu yang menjadi wartawan berpolitik.com (tiap hari tugas di DPR dan menulis berita-berita yang isinya tidak layak Gus Dur jadi presiden dan harus mundur. Tiap hari di DPR saat itu saya menulis berita 3 atau 4 berita, dengan tentu saja tiap paginya harus membaca beberapa Koran. Waktu menulis di Radio Dakta Bekasi saya harus berlangganan 3 koran untuk menulis dua artikel tiap minggunya).

Terakhir ketika Anda ceramah di ‘Aula perpustakaan Nasional’ dengan Anis Matta saya juga datang. Saya dalam hati sebenarnya kagum juga terhadap kepintaran Anda. Tapi karena Anda Yahudi dan mendukung ide-ide Islam liberal, hilang kekaguman saya kepada Anda. Karena bagi saya, masalah Kristen-Yahudi-Islam, adalah masalah aqidah. Masalah mendasar manusia, untuk apa dia hidup, mau ke mana dan tujuannya apa dalam hidup ini.

Orang seperti Anda saya lihat, meskipun pintar, tapi Anda sekedar menjadikan mahasiswa-mahasiswa itu sebagai anak buah Anda. Yakni mereka menjadi alat Anda untuk mempromosikan ide-ide Anda. Jadi ketika mereka lulus, mereka akan terus mengekor Anda (dan dari situ saya mengkhawatirkan kakak saya, nanti dia hanya bisa menjadi agen dari Anda).

Terakhir Anda saya lihat di internet, Anda ceramah di Paramadina…

Pak Bill, memang tidak mudah untuk beralih agama di Amerika. Saya menyadari bahwa dengan lingkungan Amerika yang masyarakatnya ‘dikendalikan’ oleh media massa, maka mereka akan terus memegang keyakinan lamanya. Yang Yahudi tetap Yahudi dan Kristen tetap Kristen. Media di sana yang saya tahu dikendalikan oleh wartawan-wartawan Yahudi atau non Islam. Kecuali mereka yang bersentuhan dengan pendakwah hebat Islam, seperti Ustadz Syamsi Ali misalnya. Ustadz satu ini hebat, karena bisa mengislamkan banyak orang di sana dengan argument-argumen yang diterima akal (Kebetulan ketika saya ‘memegang penerbitan’ di GIP, saya banyak email dengan Ustadz Syamsi).
Saya diam-diam sebenarnya kagum juga dengan pemikiran Anda dan murid-murid Anda. Dimana murid-murid Anda setelah di Indonesia menjadi ‘orang hebat’ dalam perpolitikan di Indonesia. Seperti Rizal Mallarangeng, Saiful Mujani, Denny JA dan Eep Saefullah Fatah (yang satu ini tidak sampai lulus).

Yang saya ingat terakhir Anda menulis tentang pentingnya Tokoh dalam perubahan politik. Bukan organisasi, pemerintah atau lainnya. Dan itu Anda katakan sebagai ‘teori mutakhir’ setelah puluhan tahun mengajar politik di sana.

Pak Bill, saya terus terang sebenarnya kasihan kepada Anda, karena Anda memeluk Yahudi. Kalau Pak Bill baca sejarah Yahudi, maka kelompok inilah yang waktu itu berusaha menyalib Nabi Isa. Karena Yahudi dengki –sifat manusia yang tidak mudah dihilangkan- melihat agama Nasrani saat itu berkembang. Kelompok Nasrani meyakini bahwa Nabi Isa disalib. Sedangkan Al Qur’an menyatakan bahwa penyaliban Nabi Isa itu adalah suatu kebohongan (atau prasangka dari Nasrani saja). Dalam Al Qur’an dinyatakan bahwa penyaliban Islam adalah ‘dzan’ (prasangka) bukan suatu keyakinan (‘ilm).
Al Qur’an menyatakan: ““Dan karena ucapan mereka (orang-orang Yahudi): Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah. Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (An-Nisa’: 157-158)

Semoga Pak Bill menyadari kesalahan agama Yahudi. Apalagi dalam politik kaum Yahudi ini begitu bengisnya. Sehingga dalam sejarah dunia, ia banyak menjadi korban politik karena ‘permainan kotornya’. Salahnya kaum Yahudi kemudian ganti menzalimi umat Islam. Dengan mendirikan negara Israel di tengah-tengah negara Islam. Padahal umat Islam dalam sejarahnya –di waktu Khilafah Islamiyah- sering melindungi kaum Yahudi.

Pak Bill tentu faham bagaimana kekejaman yang dilakukan pemimpin-pemimpin Yahudi terhadap umat Islam ketika waktu pendirian negara yang pertama di sana (1948). Peristiwa Deir Yasin dicatat dalam sejarah sebagai peristiwa yang mengerikan karena banyak warga Muslim Palestina yang dibunuh ketika itu. Sebuah negara yang didirikan dengan darah dan kekejaman, tentu tidak akan bertahan lama. Kaum Yahudi lupa bahwa ada Tuhan yang menciptakan manusia yang ‘tidak akan diam’ melihat kejahatan-kejahatan yang dilakukan mereka. Wallahu azizun hakim. Tuhan yang mempunyai sifat Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.

Demikian Pak Bill surat dari saya, semoga Pak Bill dapat mengambil pelajaran dari hidup ini. Karena meskipun Pak Bill di Amerika, tapi Pak Bill sama dengan saya hidup di bumi yang diciptakan Allah. Salam hangat dari saya. Kalau Pak Bill bisa berganti menjadi Islam, tentu merupakan kebahagiaan bagi saya. Karena kalau kita kaji secara benar dan mendalam, hanya Islam lah yang benar, bukan Nasrani, Yahudi atau agama lainnya.

Firman Allah : “Bukanlah (Nabi) Ibrahim itu Yahudi atau Nasrani, tetapi ia adalah seorang Muslim yang lurus (haniifam musliman),dan tidaklah ia termasuk orang Musyrik.” (QS Ali Imran 67)

Dan bila Pak Bill menjadi Muslim itu adalah karunia Allah semata, yang menciptakan kita semua. Saya hanya ingin mengajak dengan tulus saja.

Akhirnya saya mengucapkan terima kasih kepada Pak Bill karena tulisan-tulisan Anda telah mencerahkan saya dalam memahami politik di Indonesia dan di dunia internasional. Wallahu alimun hakim.

Salam hangat dari saya,

Nuim Hidayat, Peneliti Insists dan Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Depok

Surat untuk Ustadz Qureis Shihab

Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum,

Saya telah membaca buku Ustadz, Membumikan Al Qur’an, Lentera Hati, ‘Jilbab’, Tafsir al Misbah (hanya beberapa lembar dan lain-lain. Malahan almarhum bapak saya, terkesan dengan tulisan-tulisan Ustadz, sehingga saya pernah mengirimkan buku Lentera Hati kepadanya ketika ia masih hidup.
Tulisan-tulisan Ustadz Qureis terus terang sangat menyentuh kepada saya. Bahkan saya akui, saya juga sering mendengarkan ceramah Ustadz di televisi Metro beberapa tahun lalu. Terus terang saya katakana Ustadz sangat menguasai bahasa Arab dan tafsir al Qur’an. Tak heran sehingga karya tafsir ustadz mendapat hadiah sebagai pemenang pertama di Islamic Book Fair.

Tapi saya terkejut dengan pendapat Ustadz tentang jilbab. Ustadz menyatakan jilbab tidak wajib.
Masalah jilbab ini memang bukan masalah sederhana. Masalah ini menyangkut kejiwaan perempuan yang cenderung ingin memamerkan kelebihan tubuhnya. Makanya kita lihat di samping memperlihatkan rambut –hawa nafsu perempuan kalau dituruti, maka akan memperlihatkan pusar, paha dan seterusnya hingga telanjang.

Di sisi lain nafsu yang ada pada laki-laki senang pada apa yang terdapat dalam tubuh perempuan. Hawa nafsu laki-laki suka melihat rambut, buah dada, paha dan ‘kemaluan’ perempuan.
Mengapa Al Qur’an mewajibkan jilbab? Ini adalah untuk laki-laki dan perempuan sendiri. Karena sifat syariat Islam adalah mengendalikan hawa nafsu. Lihatlah ketika di malam hari, hawa nafsu cenderung senang tidur, maka Allah menganjurkan agar shalat malam. Di saat manusia senang makan tiap hari, Allah menganjurkan agar kita berpuasa sebulan penuh bulan Ramadhan. Di saat manusia enak melihat perempuan (bahkan telanjang) disuruh menundukkan kepala dan seterusnya.
Untuk apa ini semua? Hikmahnya adalah untuk kebaikan manusia sendiri. Orang yang terbiasa mengekang hawa nafsunya, maka akan selamatlah ia dari kerusakan yang diakibatkan hawa nafsu. Misalnya laki-laki dan perempuan yang tidak pacaran, selamat dari kekhawatiran hamilnya gadis di luar nikah dan seterusnya.

Al Qur’an menyatakan:
“Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari nafsu). Karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada keburukan (as suu’). Kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabbku. Sesungguhnya Rabbku Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (QS Yusuf 53).

Kewajiban jilbab ini tertuang jelas dalam Al Quran:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Q.S. An Nur: 31)

Yang menarik dalam surat an Nuur ini diakhiri dengan kalimat: “dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung/bahagia (tuflihuun)”. Allah menyuruh kita semua bertaubat, karena rumitnya masalah ini.

Dimana kita melihat bahwa banyak tokoh Islam di Indonesia di masa kemerdekaan, tidak memakai jilbab penuh menutup kepala. Mereka hanya memakai kerudung saja (tutup kepala), tapi tetap kelihatan rambutnya. Jawabnya adalah bahwa di masa itu mungkin belum populer ayat tentang jilbab ini. Sebagaimana dulu belum popular ayat-ayat tentang cinta. Kini popular ayat-ayat cinta, sehingga beberapa masyarakat membuat Gerakan Islam Cinta atau film Ayat-Ayat Cinta.

Syekh Abdullah Azzam, guru para mujahidin, dalam bukunya Tarbiyah Jihadiyah bercerita bagaimana dulu ia melihat di Al Azhar Kairo hanya beberapa orang gadis yang berjilbab. Ia kemudian bersyukur di masa hidupnya kemudian melihat mayoritas mahasiswa Al Azhar berjilbab.

Dalam ayat lain, Allah SWT menyatakan:
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, agar mereka tidak diganggu dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Di akhir ayat ini Al Qur’an menyatakan: Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ini menunjukkan bahwa banyak wanita yang enggan memakai jilbab. Kalau ia memakai, maka Allah Maha Pengampun dan Penyayang.
Dan sebelum kalimat akhir itu ada kalimat “agar mereka tidak diganggu.” Maknanya agar wanita-wanita Muslim selamat dari gangguan para pria nakal. Para pria ini memang suka mengganggu perempuan-perempuan yang telanjang atau setengah telanjang. Perempuan-perempuan seperti dijadikan barang dagangan oleh para pria ini. Baik untuk ‘fashion show’, gambar di majalah, film-film porno atau industri pelacuran. Di sini wanita dianggap sebagai barang, bukan makhluk hidup (manusia). Digunakan untuk pemuas hawa nafsu belaka, tanpa dihargai jiwanya sebagai manusia.
Di kalimat sebelumnya “supaya mereka lebih mudah untuk dikenali”, mungkin hikmahnya agar bisa dikenali mana perempuan yang baik=baik dan perempuan yang nakal. Perempuan yang nakal memamerkan buah dada dan pahanya, sedang perempuan yang baik-baik menutupinya. Tentu tidak semua wanita jilbab, shalih semua perbuatannya. Sebagaimana orang yang shalat kadang-kadang juga melakukan dosa.

Tentu dalam pengamalannya, tidak ujug-ujug wanita disuruh berjilbab. Dalam sejarah penerapan hokum Islam, Rasulullah saw melakukannya secara bertahap. Rasulullah melakukan pembinaan aqidah dahulu (sebagaimana terjadi di Mekkah sampai 13 tahun). Penerapan hukum Islam ‘secara penuh’ adalah setelah di Madinah.
Bagi pribadi-pribadi wanita Muslim juga tidak tiba-tiba disuruh berjilbab. Mereka tentu berat, karena kebiasaan sebelumnya tidak berjilbab. Tapi mereka dijelaskan terlebih dahulu tentang aqidah, keimanan Al Qur’an dan seterusnya, sehingga nanti dengan kesadaran sendiri mereka memakai jilbab.

Dan bagi laki-laki yang normal tentu lebih senang istrinya berjilbab, daripada membuka auratnya di luar rumah. Wallahu alimun hakim.

Demikian surat saya kepada Ustadz Qureis, mudah-mudahan bermanfaat dan dapat diambil hikmahnya. Jazaakallahu khairan katsiiran.

Wassalamualaikum,

Nuim Hidayat (Peneliti Insists dan Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Depok)

Saat Jalaluddin Rachmat Berbicara Islam

Kang Jalal begitu panggilan, meski ia dicap seorang Syiah, tapi sebenarnya ia Susi (Sunni-Syii). Kepada wartawan yang menemuinya saat pembentukan Ijabi (Ikatan Jamaah Ahlul Bait di Indonesia), ia terus terang bermazhab Susi, bukan Syiah atau Sunni. Saat pembentukan Ijabi di Kuningan (Gedung Nyi Ageng Serang) itu, ia dan anak buahnya juga memutar video, pasnya film 
menarik yaitu Children of Heaven.

Film itu menarik karena menceritakan sebuah keluarga ‘miskin’ di Iran. Di mana seorang kakak mengikuti lomba lari untuk mendapat hadiah sepatu untuk sang adik.

Jalal memang senang kontroversi. Tulisan-tulisannya renyah dan enak dibaca. Penulis menikmati tulisannya sejak mahasiswa. Ketika kuliah di IPB, sebelum Kuliah Kerja Nyata, penulis sempatkan pergi ke Internusa (mall besar satu-satunya di Bogor saat itu), untuk membeli karangan terbarunya Islam Aktual. Sebelum menulis Islam Aktual, Jalal menulis buku Islam Alternatif.

Dosen Komunikasi Uiversitas Pajajaran ini juga dikenal sebagai ahli komunikasi. Bicaranya menarik seperti tulisannya. Ceramahnya menyentuh dan banyak ide-ide baru keluar dari ucapannya. Meski kadang kontroversial, tapi ia jujur dan ada rujukan yang ia kutip. Tidak banyak intelektual Islam seperti itu. Bukunya Psikologi Komunikasi best seller dan menjadi pedoman bagi banyak universitas di Indonesia.

Salah satu yang menarik adalah ketika ia membahas Ulil Albab.Ulil Albab, menurut Al Qur’an adalah kelompok manusia tertentu yang diberi keistimewaan Allah SWT. Diantara keistimewaannya adalah mereka diberi hikmah, kebijaksanaan dan pengetahuan. Firman Allah SWT:

“Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang diberik hikmah, sungguh telah diberi kebijakan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali Ulil Albab.” (QS al Baqarah 269)

“Mereka adalah orang yang bisa mengambil pelajaran dari sejarah umat manusia.” (QS Yusuf 111)
Dipelajarinya sejarah berbagai bangsa, kemudian disimpulkannya satu pelajaran yang bermanfaat, yang dapat dijadikan petunjuk dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan ini.

“Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk dari Allah dan mereka itulah Ulil Albab.” (QS Ali Imran 7)

Menurut Jalal, kaum intelektual bukanlah sarjana yang hanya menunjukkan kelompok orang yang sudah melewati pendidikan tinggi dan memperoleh gelar sarjana. Mereka juga bukan sekedar ilmuwan yang mendalami dan mengembangkan ilmu dengan penalaran dan penelitian. Mereka adalah kelompok orang yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya, menangkap aspirasi mereka , merumuskannya dalam bahasa yang dapat dipahami setiap orang, menawarkan strategi dan alternatif pemecahan masalah.

Di dalam masyarakat Islam, seorang intelektual bukan saja seorang yang memahami sejarah bangsanya, dan sanggup melahirkan gagasan-gagasan yang cemerlang, melainkan juga menguasai sejarah Islam. Intelektuaal seperti ini dalam Al Qur’an disebut dengan orang-orang yang bijak (men of understanding atau men of wisdom).

Beberapa tanda Ulil Albab diuraikan kang Jalal sebagai berikut:
Pertama, sungguh-sungguh mencari ilmu. Al Qur’an menyatakan:
“Dan orang yang ilmunya mendalam berkata:”Kami beriman kepadanya (Al Qur’an). Semuanya dari sisi Tuhan kami”. Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali Ulil Albab.” (QS Ali Imran 7).
Termasuk dalam sungguh-sungguh mencari ilmu adalah kesenangannya mentafakkuri ciptaan Allah di langit dan bumi. Firman Allah:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergiliran malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi Ulil Albab.” (QS Ali Imran 190).
Abdus Salam, seorang Muslim pemenang hadiah Nobel, berkat teori unifikasi gaya yang disusunnya, berkata: “Al Qur’an mengajarkan kepada kita dua hal: tafakur dan tasyakur. Tafakur adalam merenungkan ciptaan Allah di langit dan bumi, kemudian menangkap hokum-hukum yang ada di alam semesta. Tafakur inilah yang sekarang disebut dengan science. Tasyakur adalah memanfaatkan nikmat dan karunia Allah dengan menggunakan akal fikiran, sehingga kenikmatan itu makin bertambah.”

Kedua, mampu memisahkan yang jelek dengan yang baik. Walaupun ia harus sendirian mempertahankan kebaikan itu dan walaupun kejelekan itu dipertahankan banyak orang. Allah berfirman: “Katakanlah tidak sama kejelekan dengan kebaikan, meskipun kejelekan itu banyak yang mengagumi. Maka bertakwalah kepada Allah hai Ulil Albab agar kamu beruntung (tuflihuun).” (QS Al Maidah 100).

Ketiga, kritis dalam mendengarkan pembicaraan. Pandai menimbang-nimbang dalam ucapan, teori, proposisi atau dalil yang dikemukakan orang lain. Firman Allah SWT:
“Yang mendengarkan perkataan, lalu mengikuti yang terbaik. Mereka itulah orang-orang yang mendapat Allah petunjuk dan mereka itulah Ulil Albab.” (QS az Zumar 18)

Keempat, bersedia menyampaikan ilmunya kepada orang lain untuk memperbaiki masyarakatnya. Bersedia memberikan peringatan kepada masyarakat, diperingatkan masyarakat kalau terjadi penyimpangan dan diprotesnya kalau terdapat ketidakadilan. Dia tidak berpangku tangan saja di dalam laboratorium atau terbenam dalam perpustakaan saja. Tapi dia tampil di masyarakat, terpanggil hatinya untuk memperbaiki ketidakberesan di tengah masyarakat.

“Dan (Al Qur’an) ini adalah penjelasan (yang sempurna) bagi manusia. Agar mereka mengetahui bahwa Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang yang bijak mengambil pelajaran.” (QS Ibrahim 52)

“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang bijak saja yang dapat mengambil pelajaran. (yaitu) Orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian, orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan. Orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).” (QS ar Ra’ad 19-22)

Kelima, Tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah. Berkali-kali Al Qur’an menyebutkan bahwa Ulil Albab hanya takut kepada Allah:

Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang bijak.” (QS al Baqarah 197)

“Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku (Allah) hai Ulil Albab.” (QS al Baqarah 197)

“Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang bijak. (yaitu) Orang-orang yang beriman. Sungguh Allah telah menurunkan peringatan kepadamu.” (QS ath Talaq 10)

Keenam, (tidak disebutkan Kang Jalal) adalah orang yang meyakini hukum Allah itu sempurna.
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang bijak, agar kamu bertaqwa.” (QS al Baqarah 179)

Menenai ayat ini Imam ash Shabuni menjelaskan bahwa qishash di ayat ini menggunakan al. Sedangkan hayat (kehidupan) tidak menggunakan al. Bermakna bahwa kalau hokum qishash diterapkan, maka aka nada kehidupan (orang takut membunuh, karena orang yang membunuh akan diqishash. Dibalas ia dengan hukum bunuh. Tidak seperti saat ini, dimana terjadi banyak pembunuhan, karena KUHP tidak memuat tentang hukum qishash ini (hukum Islam).
Beda Ulil Albab dengan intelektual adalah seorang ulil albab suka bangun  tengah malam dan mengisi malamnya untuk beribadah kepada Allah.

(Apakah orang musyrik yang beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu?" Sesungguhnya ini adalah pelajaran bagi Ulil Albab.” (QS az Zumar 9).


Jadi ulil albab adalah intelektual plus. Intelektual plus ketakwaan atau intelektual plus keshalehan.*nh

Senin, 28 September 2015

Surat untuk Mas Gun

Mas Gun, Guruku Jurnalistik

Assalamualaikum,
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang,
Ingatkah mas Gun sekitar tahun 1999 saya ikut training jurnalistik atas beasiswa Tempo. Saat itu mas Gun menjelaskan tentang Media Dakwah yang menuduh PRD-PKI bla-bala. Kebetulana saya saat itu menjadi wartawan Media Dakwah.

Media Dakwah bukanlah majalah politik biasa. Ia adalah majalah dakwah sebenarnya. Majalah yang ingin mengajak manusia kembali ke jalan Allah. Ke jalan para Nabi bukan jalan Iblis (kini saya dengan teman-teman di sharia.co.id dan kebetulan saya juga dengan temen-temen tergabung dalam peneliti Insists).

Saya tahu mas Gun umurnya sudah tua. Saya juga sudah 46 tahun, cukup tua juga. Tapi saya tidak tahu yang mati duluan saya atau mas Gun.

Saya mengikuti Catatan Pinggir mas Gun sejak saya menjadi mahasiswa IPB. Saya kagum dengan tulisan-tulisan mas Gun. Tapi ada yang jadi pertanyaan saya, kenapa mas Gun berubah menjadi pembela komunis? Padahal dulu pernah jadi anti komunis.

Saya melihat mungkin karena pergaulan. Mas Gun bergaul dengan intelektual-intelektual internasional. Dan berbagai macam orang dari berbagai kalangan.

Saya menyadari, saya sendiri wartawan, suka kepada hal-hal yang baru. Suka keindahan, suka bergaul dengan banyak orang dan lain-lain. Sehingga selalu timbul pertanyaan tiap kali ada hal baru, tiap kali ada pengetahuan baru.

Begitulah otak kita bekerja. Tapi kita seringkali lupa siapa yang menciptakan otak kita yang canggih itu? Kita sendiri? Kebetulan, gak mungkin kan. Karena itu saya seringkali mengingatkan anak saya sejak kecil, Za (anak saya bernama Izza), ingat otak kita yang menciptakan Allah. Ibu Bapak tidak menciptakan otakmu.

Lalu komputer otak kita mungkin akan bertanya, lalu siapa yang mencipta Allah? Hal itu pernah ditanyakan kepada Rasulullah. Rasulullah menjawab ‘pertanyaan itu dari Iblis’. Yakni Otak kita gak bisa menjawab. Karena program otak kita hanya melihat yang terlihat, tidak bisa melihat yang tidak terlihat (ghaib).

Begitu juga ketika timbul pertanyaan, mungkinkah kita akan hidup lagi? Jawabnya kemungkinan besar. Kalau Al Qur’an mengatakan pasti. Suatu saat Rasulullah saw pernah ditanya kafir Quraisy yang datang ke Rasulullah membawa tulang belulang. Mungkinkah tulang belulang ini akan hidup kembali? Rasulullah saw terdiam. Kemudian turunlah wahyu : “Dan tidaklah manusia memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setetes mani, ternyata dia menjadi musuh yang nyata. Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan melupakan asal kejadiannya. Dia berkata,”Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?” Katakanlah (Muhammad),”Yang akan menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptakannya pertama kali. Dan 
Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.” (QS 77-79).

Kemukjizatan Al Quran yang lain –mas Gun bisa baca sendiri, banyak buku—adalah tentang kejadian manusia yang dengan rinci diceritakan dalam Al Qur’an. Padahal waktu zaman Nabi Muhammad itu belum ada ilmu bedah atau ilmu anatomi manusia.

“Dan sungguh Kami telah menciptakan manusia dari saripati dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (Rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging, Kemudian Kami menjadikannya makhluk yang berbentuk lain. Mahasuci Allah Pencipta yang paling baik. Kemudian setelah itu, sungguh kamu pasti mati. Kemudian sungguh kamu akan dibangkitkan (dari kuburmu) pada hari kiamat.” (QS al Mu’minuun 12-16).

Melihat ayat-ayat Al Qur’an yang hebat ini, Prof Maurice Bucaille ahli anatomi dari Perancis masuk Islam. Prof Jeffry Lang ahli matematika dari Amerika masuk Islam dan seterusnya. Bacalah buku Maurice Bucaille atau Prof Jeffry Lang. Tentang bagaimana Al Qu’an dibukukan, bacalah buku Prof Mustafa Azami, ketika membandingkan Al Qur’an dan Bibel.

Dan Allah Maha Pengampun, asal kita kembali kepada Islam, bersungguh-sungguh tobat kepada Allah, seberapapun dosa besar kita, kata Rasulullah diampuni. Meskipun sepenuh langit dan bumi.
Yang menarik Jeffry Lang ketika membahas tentang penciptaan manusia di bumi, yang tujuannya dalam Al Qur’an untuk perdamaian. QS Al Baqarah 30-37. (Maka dunia bisa damai, kalau semua persenjataan perang dihilangkan. Dan ini bukan tidak mungkin).

Dan menarik juga kalau kita baca buku Hamka tentang Tasawuf Modern. Yang mengingatkan kepada kita, apa yang kita cari di dunia ini sebenarnya. Dan salah satu kehebatan Al Qur’an adalah dia bisa dihafal otak manusia dengan mudah. Meski anak yang berumur 7 tahun, 8 tahun dan seterusnya. Tidak ada kitab yang sehebat Al Qur’an di dunia ini. Adakah buku setebal Al Qur’an yang bisa dihafal kata per kata di dunia ini? Tidak ada.

Demikian surat ringkas dari saya, semoga bermanfaat dan mas Gun dapat berfikir dan kembali ke jalan Islam. Allah Maha Mengetahui dan Allah Maha Bijaksana (Wallahu alimun hakim).

Wassalamualaikum, Nuim Hidayat.

Rabu, 18 Februari 2015

PM Israel Serukan Yahudi Eropa Pindah ke Israel

Setelah beberapa orang Yahudi terbunuh di Perancis dan Denmark, PM Israel Benjamin Netanyahu serukan warga Israel di Eropa pindah ke Israel.

"Ini gelombang serangan teror dapat diperkirakan akan terus berlanjut, termasuk serangan antisemitisme dan pembunuhan. Kami katakan kepada orang-orang Yahudi, untuk saudara-saudara kita, Israel adalah rumah Anda dan bahwa setiap orang Yahudi. Israel sedang menunggu Anda dengan tangan terbuka,"kata Netanyahu.