Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum,
Saya telah membaca buku Ustadz, Membumikan Al Qur’an,
Lentera Hati, ‘Jilbab’, Tafsir al Misbah (hanya beberapa lembar dan lain-lain.
Malahan almarhum bapak saya, terkesan dengan tulisan-tulisan Ustadz, sehingga
saya pernah mengirimkan buku Lentera Hati kepadanya ketika ia masih hidup.
Tulisan-tulisan Ustadz Qureis terus terang sangat menyentuh
kepada saya. Bahkan saya akui, saya juga sering mendengarkan ceramah Ustadz di televisi
Metro beberapa tahun lalu. Terus terang saya katakana Ustadz sangat menguasai
bahasa Arab dan tafsir al Qur’an. Tak heran sehingga karya tafsir ustadz
mendapat hadiah sebagai pemenang pertama di Islamic Book Fair.
Tapi saya terkejut dengan pendapat Ustadz tentang jilbab.
Ustadz menyatakan jilbab tidak wajib.
Masalah jilbab ini memang bukan masalah sederhana. Masalah
ini menyangkut kejiwaan perempuan yang cenderung ingin memamerkan kelebihan
tubuhnya. Makanya kita lihat di samping memperlihatkan rambut –hawa nafsu
perempuan kalau dituruti, maka akan memperlihatkan pusar, paha dan seterusnya
hingga telanjang.
Di sisi lain nafsu yang ada pada laki-laki senang pada apa
yang terdapat dalam tubuh perempuan. Hawa nafsu laki-laki suka melihat rambut,
buah dada, paha dan ‘kemaluan’ perempuan.
Mengapa Al Qur’an mewajibkan jilbab? Ini adalah untuk
laki-laki dan perempuan sendiri. Karena sifat syariat Islam adalah
mengendalikan hawa nafsu. Lihatlah ketika di malam hari, hawa nafsu cenderung
senang tidur, maka Allah menganjurkan agar shalat malam. Di saat manusia senang
makan tiap hari, Allah menganjurkan agar kita berpuasa sebulan penuh bulan
Ramadhan. Di saat manusia enak melihat perempuan (bahkan telanjang) disuruh
menundukkan kepala dan seterusnya.
Untuk apa ini semua? Hikmahnya adalah untuk kebaikan manusia
sendiri. Orang yang terbiasa mengekang hawa nafsunya, maka akan selamatlah ia
dari kerusakan yang diakibatkan hawa nafsu. Misalnya laki-laki dan perempuan
yang tidak pacaran, selamat dari kekhawatiran hamilnya gadis di luar nikah dan
seterusnya.
Al Qur’an menyatakan:
“Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari nafsu).
Karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada keburukan (as suu’).
Kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabbku. Sesungguhnya Rabbku Maha
Pengampun dan Maha Penyayang.” (QS Yusuf 53).
Kewajiban jilbab ini tertuang jelas dalam Al Quran:
“Katakanlah kepada wanita yang
beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau
ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka,
atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki
mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam,
atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Q.S. An Nur: 31)
Yang menarik dalam surat an
Nuur ini diakhiri dengan kalimat: “dan bertaubatlah kamu sekalian kepada
Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung/bahagia (tuflihuun)”.
Allah menyuruh kita semua
bertaubat, karena rumitnya masalah ini.
Dimana
kita melihat bahwa banyak tokoh Islam di Indonesia di masa kemerdekaan, tidak
memakai jilbab penuh menutup kepala. Mereka hanya memakai kerudung saja (tutup
kepala), tapi tetap kelihatan rambutnya. Jawabnya adalah bahwa di masa itu
mungkin belum populer ayat tentang jilbab ini. Sebagaimana dulu belum popular ayat-ayat
tentang cinta. Kini popular ayat-ayat cinta, sehingga beberapa masyarakat
membuat Gerakan Islam Cinta atau film Ayat-Ayat Cinta.
Syekh
Abdullah Azzam, guru para mujahidin, dalam bukunya Tarbiyah Jihadiyah bercerita bagaimana dulu ia
melihat di Al Azhar Kairo hanya beberapa orang gadis yang berjilbab. Ia
kemudian bersyukur di masa hidupnya kemudian melihat mayoritas mahasiswa Al
Azhar berjilbab.
Dalam
ayat lain, Allah SWT menyatakan:
“Hai Nabi, katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, agar mereka tidak diganggu dan Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Di
akhir ayat ini Al Qur’an menyatakan: Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Ini menunjukkan bahwa banyak wanita yang enggan memakai jilbab.
Kalau ia memakai, maka Allah Maha Pengampun dan Penyayang.
Dan
sebelum kalimat akhir itu ada kalimat “agar mereka tidak diganggu.” Maknanya
agar wanita-wanita Muslim selamat dari gangguan para pria nakal. Para pria ini
memang suka mengganggu perempuan-perempuan yang telanjang atau setengah
telanjang. Perempuan-perempuan seperti dijadikan barang dagangan oleh para pria
ini. Baik untuk ‘fashion show’, gambar di majalah, film-film porno atau industri
pelacuran. Di sini wanita dianggap sebagai barang, bukan makhluk hidup
(manusia). Digunakan untuk pemuas hawa nafsu belaka, tanpa dihargai jiwanya
sebagai manusia.
Di
kalimat sebelumnya “supaya mereka lebih mudah untuk dikenali”, mungkin
hikmahnya agar bisa dikenali mana perempuan yang baik=baik dan perempuan yang
nakal. Perempuan yang nakal memamerkan buah dada dan pahanya, sedang perempuan
yang baik-baik menutupinya. Tentu tidak semua wanita jilbab, shalih semua
perbuatannya. Sebagaimana orang yang shalat kadang-kadang juga melakukan dosa.
Tentu
dalam pengamalannya, tidak ujug-ujug wanita disuruh berjilbab. Dalam sejarah
penerapan hokum Islam, Rasulullah saw melakukannya secara bertahap. Rasulullah
melakukan pembinaan aqidah dahulu (sebagaimana terjadi di Mekkah sampai 13
tahun). Penerapan hukum Islam ‘secara penuh’ adalah setelah di Madinah.
Bagi
pribadi-pribadi wanita Muslim juga tidak tiba-tiba disuruh berjilbab. Mereka
tentu berat, karena kebiasaan sebelumnya tidak berjilbab. Tapi mereka
dijelaskan terlebih dahulu tentang aqidah, keimanan Al Qur’an dan seterusnya,
sehingga nanti dengan kesadaran sendiri mereka memakai jilbab.
Dan
bagi laki-laki yang normal tentu lebih senang istrinya berjilbab, daripada
membuka auratnya di luar rumah. Wallahu alimun hakim.
Demikian
surat saya kepada Ustadz Qureis, mudah-mudahan bermanfaat dan dapat diambil
hikmahnya. Jazaakallahu khairan katsiiran.
Wassalamualaikum,
Nuim
Hidayat (Peneliti Insists dan Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Depok)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar