Rabu, 30 September 2015

Surat untuk Ustadz Qureis Shihab

Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum,

Saya telah membaca buku Ustadz, Membumikan Al Qur’an, Lentera Hati, ‘Jilbab’, Tafsir al Misbah (hanya beberapa lembar dan lain-lain. Malahan almarhum bapak saya, terkesan dengan tulisan-tulisan Ustadz, sehingga saya pernah mengirimkan buku Lentera Hati kepadanya ketika ia masih hidup.
Tulisan-tulisan Ustadz Qureis terus terang sangat menyentuh kepada saya. Bahkan saya akui, saya juga sering mendengarkan ceramah Ustadz di televisi Metro beberapa tahun lalu. Terus terang saya katakana Ustadz sangat menguasai bahasa Arab dan tafsir al Qur’an. Tak heran sehingga karya tafsir ustadz mendapat hadiah sebagai pemenang pertama di Islamic Book Fair.

Tapi saya terkejut dengan pendapat Ustadz tentang jilbab. Ustadz menyatakan jilbab tidak wajib.
Masalah jilbab ini memang bukan masalah sederhana. Masalah ini menyangkut kejiwaan perempuan yang cenderung ingin memamerkan kelebihan tubuhnya. Makanya kita lihat di samping memperlihatkan rambut –hawa nafsu perempuan kalau dituruti, maka akan memperlihatkan pusar, paha dan seterusnya hingga telanjang.

Di sisi lain nafsu yang ada pada laki-laki senang pada apa yang terdapat dalam tubuh perempuan. Hawa nafsu laki-laki suka melihat rambut, buah dada, paha dan ‘kemaluan’ perempuan.
Mengapa Al Qur’an mewajibkan jilbab? Ini adalah untuk laki-laki dan perempuan sendiri. Karena sifat syariat Islam adalah mengendalikan hawa nafsu. Lihatlah ketika di malam hari, hawa nafsu cenderung senang tidur, maka Allah menganjurkan agar shalat malam. Di saat manusia senang makan tiap hari, Allah menganjurkan agar kita berpuasa sebulan penuh bulan Ramadhan. Di saat manusia enak melihat perempuan (bahkan telanjang) disuruh menundukkan kepala dan seterusnya.
Untuk apa ini semua? Hikmahnya adalah untuk kebaikan manusia sendiri. Orang yang terbiasa mengekang hawa nafsunya, maka akan selamatlah ia dari kerusakan yang diakibatkan hawa nafsu. Misalnya laki-laki dan perempuan yang tidak pacaran, selamat dari kekhawatiran hamilnya gadis di luar nikah dan seterusnya.

Al Qur’an menyatakan:
“Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari nafsu). Karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada keburukan (as suu’). Kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabbku. Sesungguhnya Rabbku Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (QS Yusuf 53).

Kewajiban jilbab ini tertuang jelas dalam Al Quran:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Q.S. An Nur: 31)

Yang menarik dalam surat an Nuur ini diakhiri dengan kalimat: “dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung/bahagia (tuflihuun)”. Allah menyuruh kita semua bertaubat, karena rumitnya masalah ini.

Dimana kita melihat bahwa banyak tokoh Islam di Indonesia di masa kemerdekaan, tidak memakai jilbab penuh menutup kepala. Mereka hanya memakai kerudung saja (tutup kepala), tapi tetap kelihatan rambutnya. Jawabnya adalah bahwa di masa itu mungkin belum populer ayat tentang jilbab ini. Sebagaimana dulu belum popular ayat-ayat tentang cinta. Kini popular ayat-ayat cinta, sehingga beberapa masyarakat membuat Gerakan Islam Cinta atau film Ayat-Ayat Cinta.

Syekh Abdullah Azzam, guru para mujahidin, dalam bukunya Tarbiyah Jihadiyah bercerita bagaimana dulu ia melihat di Al Azhar Kairo hanya beberapa orang gadis yang berjilbab. Ia kemudian bersyukur di masa hidupnya kemudian melihat mayoritas mahasiswa Al Azhar berjilbab.

Dalam ayat lain, Allah SWT menyatakan:
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, agar mereka tidak diganggu dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Di akhir ayat ini Al Qur’an menyatakan: Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ini menunjukkan bahwa banyak wanita yang enggan memakai jilbab. Kalau ia memakai, maka Allah Maha Pengampun dan Penyayang.
Dan sebelum kalimat akhir itu ada kalimat “agar mereka tidak diganggu.” Maknanya agar wanita-wanita Muslim selamat dari gangguan para pria nakal. Para pria ini memang suka mengganggu perempuan-perempuan yang telanjang atau setengah telanjang. Perempuan-perempuan seperti dijadikan barang dagangan oleh para pria ini. Baik untuk ‘fashion show’, gambar di majalah, film-film porno atau industri pelacuran. Di sini wanita dianggap sebagai barang, bukan makhluk hidup (manusia). Digunakan untuk pemuas hawa nafsu belaka, tanpa dihargai jiwanya sebagai manusia.
Di kalimat sebelumnya “supaya mereka lebih mudah untuk dikenali”, mungkin hikmahnya agar bisa dikenali mana perempuan yang baik=baik dan perempuan yang nakal. Perempuan yang nakal memamerkan buah dada dan pahanya, sedang perempuan yang baik-baik menutupinya. Tentu tidak semua wanita jilbab, shalih semua perbuatannya. Sebagaimana orang yang shalat kadang-kadang juga melakukan dosa.

Tentu dalam pengamalannya, tidak ujug-ujug wanita disuruh berjilbab. Dalam sejarah penerapan hokum Islam, Rasulullah saw melakukannya secara bertahap. Rasulullah melakukan pembinaan aqidah dahulu (sebagaimana terjadi di Mekkah sampai 13 tahun). Penerapan hukum Islam ‘secara penuh’ adalah setelah di Madinah.
Bagi pribadi-pribadi wanita Muslim juga tidak tiba-tiba disuruh berjilbab. Mereka tentu berat, karena kebiasaan sebelumnya tidak berjilbab. Tapi mereka dijelaskan terlebih dahulu tentang aqidah, keimanan Al Qur’an dan seterusnya, sehingga nanti dengan kesadaran sendiri mereka memakai jilbab.

Dan bagi laki-laki yang normal tentu lebih senang istrinya berjilbab, daripada membuka auratnya di luar rumah. Wallahu alimun hakim.

Demikian surat saya kepada Ustadz Qureis, mudah-mudahan bermanfaat dan dapat diambil hikmahnya. Jazaakallahu khairan katsiiran.

Wassalamualaikum,

Nuim Hidayat (Peneliti Insists dan Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Depok)

Tidak ada komentar: