Jumat, 21 September 2012

Atas Nama Hawa Nafsu: Gerakan Liberalisme Denny JA dan Hanung Bramantyo


Oleh: Nuim Hidayat (Penulis Buku: Islam Liberal)

Film Cinta Terlarang Batman dan Robin, yang rencananya akan dirilis Oktober 2012 nanti, ternyata berasal dari buku kumpulan Puisi, Denny JA, Atas Nama Cinta. Bulan April 2012 lalu, salah satu tokoh Jaringan Islam Liberal ini mencoba kembali mengampanyekan liberalisme lewat puisi-puisinya dalam buku, film, seminar dan lain-lain.

Lewat bukunya yang berjudul Atas Nama Cinta, penerbit Rene Book, yang terdiri dari 216 halaman, Denny mencoba mengampanyekan pemikirannya. Perlu diketahui, penerbit Rene Book ini juga yang menerbitkan buku Irshad Mandji: Allah, Liberty and Love. Dalam karyanya ini, Denny menuliskan puisi-puisi yang intinya mengajak kepada kebebasan, pembelaan terhadap non Islam dan penyamaan agama. Puisi Denny ini memang diluncurkan besar-besaran. Selain dipromosikan besar-besaran di Gramedia beberapa bulan lalu, buku ini juga dilombakan resensinya di Majalah Tempo, dilombakan videonya, dibedah di beberapa tempat dan lain-lain. Banyak tokoh memuji buku Denny ini diantaranya Komaruddin Hidayat, Ignas Kleden, Bondan Winarno, M Sobary dan lain-lain. Beberapa tokoh menyebutnya genre baru puisi –tapi sebenarnya model puisi ini telah dimulai oleh Taufiq Ismail.


Gaya puisinya memang cukup bagus, tapi isinya melenakan dan ‘membodohkan’. Karena ia menggabungkan antara fakta dan fiksi. Detail kejadian atau tokoh itu fiksi, tapi peristiwanya menurutnya fakta. Bagi mereka yang awam –‘khususnya masalah Islam dan sosial politik’- bisa hanyut oleh puisi Denny ini.

Dalam puisinya tentang Cinta Terlarang Batman dan Robin, misalnya, Denny pintar memainkan kata-kata untuk membela kaum Gay. Di puisi itu ia mengambarkan kisah cinta antara Amir dan Bambang. Amir seorang yang sebenarnya rajin ibadah digambarkan punya kelainan seksual genetis menyenangi pria. Meski mencoba menikahi dua wanita –sesuai pesan ibunya agar segera menikah—tapi akhirnya kandas. Ia tetap mencintai Bambang seorang gay yang akhirnya menjadi aktivis gay internasional. Bila Hanung Bramantyo kemudian menfilmkan naskah puisi Denny ini –dengan latar belakang pesantren dan kabarnya film ini akan dirilis Oktober 2012 ini--- maka sebenarnya Hanung dan Denny bisa dikatakan menggambarkan kejelekan Muslim dan membela opini bahwa gay adalah masalah genetika. Padahal para ahli banyak menyatakan bahwa gay atau homoseksual banyak diakibatkan oleh lingkungan. Karena kalau itu masalah gen tidak bisa disembuhkan, maka pertanyananya untuk apa adanya pendidikan? Bukankah banyak gen yang berotak bodoh di dunia ini?

Begitu juga ketika Denny JA bercerita tentang kisah cinta Romi dan Yuli. Puisi ini sudah dibuat filmnya oleh Hanung. Di puisi ini Hanung berkisah tentang Romi dan Yuli. Ayahnya Romi berasal dari Cikeusik yang merupakan komunitas Ahmadiyah. Sedangkan ayah Yuli dari kalangan Muslim yang anti-Ahmadiyah. Tapi Romi dan Yuli memutuskan untuk tetap meneruskan kisah cinta mereka. Bedah buku dan pemutaran video puisi esai Denny JA ini menjadi puncak acara lomba sastra antar SLTP dan SLTA se- Provinsi Banten pada awal Juni lalu.  (lihat http://puisi-esai.com/2012/06/04/pelajar-banten-bedah-buku-denny-ja-tanamkan-toleransi-beragama-lewat-sastra/)

Sedangkan dalam film yang berjudul Batas yang merupakan pemenang pertama (berhadiah 20 juta) lomba Review untuk buku puisi Denny, jelas-jelas film itu pluralisme atau mempropagandakan perkawinan antar agama. Di film yang berdurasi total 7 menit 1 detik itu, pembuat film Ahmad Syafari mengisahkan percintaan antara Dewi yang Muslimah dan Albert yang Kristen. Mereka cukup lama berpacaran, tapi karena bapaknya Dewi melarang menikah dengan lain agama (Albert) maka akhirnya Dewi menikah dengan laki-laki Muslim. Cuma digambarkan di situ meski keluarganya cukup kaya, Dewi tidak bahagia, ia sering melamun ke Albert dan mengingat masa lalunya dengannya. Apalagi di rumahnya Dewi harus mencopot sepatu suaminya (tiap) sehabis pulang kantor. Sementara Albert hidup sederhana dan tetap di gereja yang sederhana (lihat www.puisi-esai.com).

Film pendek itu memang secara halus menghina Islam. Ketika bapak Dewi dengan pakaian putih dan kopiah putih mengatakan ‘dengan arogan’: “Aku sangat malu menjadi orang tua yang kena murka Allah, aku tak akan tahan menjadi insan yang dilaknat hanya membiarkan anaknya menempuh jalan yang sesat.”  Selain itu penggambaran wanita Muslimah yang mencopot sepatu suaminya ketika pulang kantor, juga berlebihan. Karena peristiwa ini jarang terjadi di keluarga-keluarga Muslim.
Apa tujuan Denny untuk semua? Denny memang salah satu tokoh intelektual yang tergabung dalam Jaringan Islam Liberal. Ia salah satu tokoh yang aktif menyebarkan faham-faham demokrasi sekuler dan kini sedang bergiat aktif menyebarkan faham liberalisme dan pluralismenya lewat esai-puisinya.
Di dunia akademik, Denny JA mendirikan Lembaga Survei Indonesia (LSI, 2003) Lingkaran Survei Indonesia (LSI, 2005), Asosiasi Riset Opini Publik (AROPI, 2007), serta Asosiasi Konsultan Politik Indonesia (AKOPI, 2009).  Melalui empat organisasi ini,  Denny JA dianggap  founding father tradisi baru survei opini publik dan konsultan politik Indonesia. Di dunia politik (2004-2012), Denny JA diberi label king maker. Ini berkat perannya membantu kemenangan presiden dua kali (2004, 2009), 23 gubernur dari 33 propinsi seluruh Indonesia dan 51 bupati/walikota.

Ia adalah murid kesayangan ahli politik kenamaan AS saat ini, Prof William Liddle. Liddle pernah dijuluki oleh Prof Amien Rais sebagai Yahudi tengik karena pembelaannya yang terus menerus kepada tulisan-tulisan pluralisme yang ditelurkan Prof Nurcholish Madjid dkk. Tahun 90-an (sampai sekarang) Liddle aktif menulis di media-media Indonesia dalam membela ide-ide sekulerisme, pluralisme dan liberalisme. 

Sebenarnya dalam buku kumpulan puisinya ini Denny hanya mendasarkan dirinya pada imajinasi dan hawa nafsunya semata. Definisi 'Cinta' yang diuraikan Denny sangat kabur dan membingungkan. Bila semuanya dikatakan cinta --cinta kepada pelacuran, cinta kepada sesama jenis, cinta pada seks bebas dll- maka rusaklah dunia. Cinta yang sejati adalah cinta yang tumbuh dari kecintaan kepada Pencipta (Allah SWT) dan yang tidak bertentangan dengan fitrah manusia. Kalau semua dikatakan cinta, maka seorang pembunuh juga cinta membunuh, seorang pelacur cinta melacur dan seterusnya. Lebih baik kita katakan 'Dengan nama Allah' atau 'Atas nama Allah' daripada 'Atas nama cinta'. Bismillahirrahmanirrahim, dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Bukan mengatakan atas nama cinta, yang tidak jelas juntrungannya. Wallahu aliimun hakim.

Inilah contoh esai puisi Denny JA yang dapat melenakan orang yang ‘awam’ terhadap Islam :
Cinta Terlarang Batman dan Robin
Posted on March 26, 2012
/1/
Sudah tiga kali
Amir terbangun lepas tengah malam:
Pukul 2.00 dini hari
Diselimutinya istri
Ia cium keningnya.
Ia pun keluar kamar,
Duduk di sofa
Sendiri saja –
Gelap menyelimuti.
Rasa iba melecutnya –
Tangis tanpa suara
Membentur langit-langit
Berantakan jiwanya.
Enam bulan sudah ia berumah tangga
Tanpa gairah, tanpa bahagia.
Kepada ibunya dulu ketika sakit parah
Ia telah menyerah untuk menikah.
Dicobanya segala cara,
Ditempuhnya segala jalan,
Tetapi segalanya sia-sia.
Hidupnya bertambah celaka.
Ya Allah, apa gerangan salahku?
Mengapa raga pria yang Kau-anugerahkan padaku?
Namun hatiku sepenuhnya perempuan?
Lelah sudah aku memakai topeng.
Topeng lagi, topeng lagi…
Kasihan ibuku,
Kasihan istriku,
Kasihan aku,
Kasihan Bambang, kekasihku.
http://puisi-esai.com/wp-content/uploads/2012/03/Puisi_4_1.jpg
/2/
Disebutnya nama itu berkali kali,
Bambang, Bambang…
Keduanya dulu bersama-sama
Di sekolah menengah dan di kampus.
Lampu ia nyalakan
Dan dibukanya laci:
Foto, puisi, tulisan, aksesori,
Semua memicu kenangan cinta terlarang.
Sepuluh tahun sudah
Mereka selam-menyelam
Membina kasih sayang.
Tapi itu haram, kata orang.
Akhirnya Amir pun menikah
Dengan gadis pilihan Ibu,
Bambang mengikhlaskannya,
Bambang mengorbankan cintanya.
Dan lihat, ada dua cincin
Di jari Amir:
Untuk istri di jari kiri
Untuk Bambang di jari kanan.
Malam Sabtu yang terasa sesak,
Malam Sabtu yang penuh haru,
Penuh isak dan gejolak
Ketika terakhir kali mereka bertemu.
Saat itu Bambang memintanya memilih
Amir, kau tak bisa lagi sembunyi;
Kepada dunia luar, nyatakanlah diri
Buka topengmu, katakan kau seorang gay.
Tapi Amir tak sekuat Bambang.
Ia selalu ragu dengan naluri homoseksnya,
Ia ingin patuh ajaran agama,
Ia terlalu cinta ibunya yang sejak lama ditinggal mati Ayah.
Sampai kapan kau bersembunyi?
Sekali gay, kau tetap gay
Menunda, menghindar, menampik diri
Hanya menambah panjang rasa nyeri, Bambang meyakinkannya
Nasihat Bambang benar belaka
Tapi aku tak boleh cepat putus asa
Tuhan memberiku tubuh pria
Harus kuikuti ajaran agama, gumam Amir meyakinkan diri.
Ujar Bambang,
Kalau begitu kita harus berpisah, Sayang
Bagaikan sembilu rasanya janji
Untuk tidak bertemu lagi.
Amir, kata Bambang, aku pamit.
Jadilah suami yang baik.
Aku akan raib. Malam pun tercecap pahit.
Aku akan segera pindah ke lain kota.
Aku kekasihmu, bukan penghalang hidupmu,
Kata Bambang melanjutkan,
Ini cincin dariku. Tak usahlah kita berjumpa lagi
Meski cintaku padamu tak kunjung henti.
Amir coba menawar
Walau ia nanti menikah, jangan itu jadi penghalang
Bambang mengulangi mantra yang sering ia sihirkan,
Amir, dalam hidup jangan bertindak setengah-setengah!
Apa pun yang kau pilih, lakukan dengan hati penuh –seluruh!
Bambang lalu menghilang tak tahu rimba.
Amir hidup bersama istri,
Tapi hati dan angan-angannya melayang
Mencari Bambang –selalu....

Tidak ada komentar: