Sabtu, 07 Februari 2015

Syiah dan Sunni


Ada banyak teman-teman protes saya mengatakan Syiah tidak kafir, tapi dosa besar (sesat dalam bahasa Indonesia). Karena itu saya menulis argumen ini, biar jelas:
1.    1.   Prof Hasbi Shiddiqi dalam bukunya tentang Hukum Islam, membahas tentang perbandingan Ushul Fiqh yang diambil dari Ulama Syiah dan Sunnah. Kalau Syiah kafir, tentu ia tidak akan membahasnya. Hasbi Ash Shiddiqi bukan ulama sembarangan.
2.      2.  Pertemuan-pertemuan internasional yang terjadi beberapa kali antara Ulama Syiah dan Ulama Sunni, untuk persatuan dunia Islam, menunjukkan Syiah tidak kafir. Kalau kafir tidak mungkin diadakan pertemuan itu. Hukum tentang kafir dan Muslim tidak tergantung pada perubahan politik dunia. Hukum Islam tentang sesuatu hal itu sifatnya tetap tidak berubah karena kondisi.  Pernyataan Syekh Yusuf Qaradhawi tentang pengkhianatan Syiah, tidak menjadikan Syiah menjadi kafir. Karena Yusuf Qaradhawi menyatakan kira-kira bahwa kalau Amerika menyerang Iran, ia akan berada di depan.


3.       3. Konflik politik yang terjadi di Timur Tengah, kalau kita telisik terjadi karena kezaliman. Bukan karena faktor Syiah dan Sunni.  Pertama, konflik Irak, terjadi karena kezaliman Amerika menyerang Irak tahun 2003. Amerika justru memanfaatkan perbedaan Syiah dan Sunni di Irak, untuk membuat konflik lebih tajam. Bodohnya kelompok Syiah mereka mengeblok kepada Amerika untuk menjadi antek-anteknya dalam penguasaan minyak di Irak (baca tulisan panjang saya tentang War for Oil). Konflik di Suriah karena kezaliman Presiden Suriah Bashar Assad. Demo rakyatnya dihadapi dengan senjata. Memang suasana keterbukaan (demokratis) tidak terjadi di dunia Arab. Sehingga dalam diskusi dengan seorang intelektual muda  Syiah di Bandung, via internet, saya katakan Bashar Assad zalim seperti bapaknya. Membunuhi ribuan rakyatnya dan merasa tidak berdosa. Jauh lebih bagus Presiden Soeharto, ketika rakyatnya banyak yang protes, bahkan Jakarta dibakar, Soeharto tidak menghadapi rakyatnya dengan senjata. Ia memilih mundur padahal militer saat itu di tangan Pak Harto. Saya ceritakan tentang karakter kepemimpinan ini, intelektual muda Syiah ini tidak faham tentang Pak Harto.
4.      4.  Saya dan teman-teman di Bogor memahami pergerakan Syiah sejak kuliah di IPB. Karena kesenangan saya ngaji waktu di IPB, maka saya suka baca buku-buku Jalaluddin Rahmat.  Jalal adalah intelektual Islam yang mencorong saat itu. Tulisan dan ceramahnya mengagumkan. Banyak aktivis Islam yang kagum kepadanya. Jalal terpeleset ketika ia menulis pluralisme. Sebagaimana ‘intelektual sunni’ Nurcholish juga terpeleset dengan ideologi pluralisme (agama). Kalau kita kaji, memang pluralisme ini ideologi paling canggih saat ini dalam melawan Islam. Sebelum, Jalal dan Nurcholish, Soekarno adalah pengagum pluralisme.
5.       5. Karena pergerakan Syiah, sudah mulai tahun 80-an maka kini mereka berkembang. Memang ideologi Syiah ini mengkhawatirkan. Terutama karena mereka menghalalkan mut’ah dan menghina sahabat. Tapi saya melihat, Syiah di Indonesia ini bermacam-macam.  Saya tidak tahu di Timur Tengah berapa macamnya. Di sini ada yang mengaku tidak Sunni dan  tidak Syiah, ada yang Syiah kelotokan, ada yang politiknya Syiah fiqhnya Sunni dan lain-lain. Cara yang terbaik untuk menyadarkan Syiah ini adalah dengan penulisan buku dan mengajak mereka berdialog. Bukan dengan melarang mereka ada di Indonesia. Kristen, Katolik saja boleh ada di Indonesia, bagaimana Syiah tidak boleh ada di Indonesia?
6.       6. Mengajak para syiah itu agar tidak menghina sahabat (sebagaimana pesan Syekh Yusuf Qaradhawi kepada kaum Syiah dulu), tidak menghalalkan mut’ah dan lain-lain. Syiah tentu akan berhadapan dengan Sunni apabila mereka dalam politik ngeblok dengan kaum non Muslim melawan Islam. Menurut saya, Syiah itu boleh ada di Indonesia, tapi yang memimpin Sunni. Karena itu Muslim Sunni harus lebih cerdas dan pintar dari Syiah.
7.       7. Aktivis tahun 80-an atau 90-an saat itu, bagi yang senang dunia intelektual, tentu mereka akan membaca buku Ali Syariati. Bahkan tokoh intelektual Islam Muhammadiyah, Amien Rais, memberikan pengantar buku Ali Syariati yang berjudul Tugas Intelektual Muslim. Tentu, kalau kita mau membaca Ali Syariati, yang dibunuh di Eropa, ketika usianya masih 40-an tidak bisa saya katakan Ali Syariati syiah kafir. Menurut saya, sebaiknya anak-anak muda sekarang memahami bagaimana keragaman Syiah di Indonesia. Saya membaca biografi Syariati dan karya Syariati mengagumkan. Karena itu dunia Islam –termasuk Amien Rais- melihat ia adalah sosiolog dunia Islam yang hebat.
8.       8. Karena kebetulan saya ketika S2 mengambil Politik Internasional  dan Hubungan di Timur Tengah di UI, saya sedikit memahami konflik Timur Tengah. Bagaimana Amerika memanfaatkan konflik Sunni dan Syiah di sana. Bagaimana Iran dan Arab Saudi saling berebut dominasi di Timur Tengah. Saya tahu, Arab Saudi banyak memberikan uang di Indonesia untuk menyebarkan ‘wahabi’ dan menghambat Syiah. Sebagaimana Iran juga banyak memberikan uang di tanah air untuk menyebarkan Syiah. Kalau kita ingin membuat perdamaian internasional, maka kita harus keluar dari kepentingan dunia negara itu. Kecuali kalau berfikir nakal, kita mau uangnya, tapi tidak mau ideologinya. Tapi bagaimanapun harus hati-hati dengan politik uang itu. Karena jeratan politik uang dua negara itu, biasanya berlanjut ke jeratan ideologi. Mereka akan mendesak si penerima donor untuk menyebarkan buku-bukunya.
9.       9. Terjadinya rusuh Sampang, memang Syiah harus mengoreksi diri, hidup di tengah-tengah mayoritas Sunni. Jangan menghina sahabat, jangan menghalalkan mut’ah dan seterusnya. Dan kaum Syiah di sini mesti belajar dari kaum Sunni. Karena kaum Sunni di sini lebih kaya ilmunya dari kaum Syiah. Bagaimana Syiah mau kaya ilmunya, yang dia percayai segelintir sahabat. Ulama Syiah Cuma mempercayai Sayyidina Ali. Sedangkan ulama Sunni mempercayai Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar, Sayyidina Utsman dan Sayyidina Ali.
1    10.  Saya membaca buku tentang kisah bagaimana khalifah Umar bin Abdul Azis mendamaikan pertentangan yang tajam antara Syiah dan Sunni masa itu. Pertentangannya sampai di masjid-masjid. Sehingga khalifah Umar akhirnya memberikan solusi agar para khatib Jumat ketika habis khutbah Jumat membaca ayat : “Innallaha ya’muru biladli wal ihsan, waiitaidizil qurba wayanha anilfahsyai walmunkar wal bagh, yaidhukum laallakum tadzakkarun.” QS. An Nahl 90. (Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berbuat adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran).
1    11. Dari sudut psikologi bayangkan. Kalau seandainya kita menjadi Syiah, kita percaya kepada Allah, Rasulnya dan Al Qur’an dikatakan kafir, tentu mereka akan marah. Karena Syiah tahu bahwa dalam Al Quran itu balasannya untuk orang-orang kafir nanti adalah neraka. Saya kira itu yang terjadi sekarang di Timur Tengah.
1   12.   Yang menarik ketika saya membaca Ensiklopedi Sunni dan Syiah penerbit Pustaka Al Kautsar. Di situ (pengantar),  penulis dari Mesir itu menyatakan bahwa ia tahu gurunya mencoba mendekatkan Syiah dan Sunni, tapi menurutnya tidak bisa. Karena terjadi perbedaan yang tajam antara Syiah dan Sunni. Tentu gurunya juga mempunyai ilmu yang tinggi kenapa dia berujar demikian kepada muridnya. Jadi di situ ada perbedaan antara guru dan murid.
1   13.   Kejadian-kejadian di Timur Tengah saat ini terjadi perbedaan antara beberapa ulama atau intelektual. Beberapa ulama menyatakan sebentar lagi turun imam mahdi. Sementara beberapa ulama lain, menyatakan bahwa Timur Tengah dalam krisis. Seorang intelektual politik, seperti dikutip Amien Rais, Timur Tengah bukan musim semi lagi, tapi Timur Tengah berada dalam situasi mencekam, panjang dan menakutkan (di daerah-daerah konflik). Kebetulan saya belajar ilmu sosiologi dan politik, saya lebih percaya kepada Amien Rais dalam masalah ini. Menurut saya, menafsirkan sebuah kejadian, jangan buru-buru kemudian mengambil dalil dan kemudian kita simpukan. Kita perlu melihat dari berbagai aspek ilmu untuk melihat sebuah kejadian di Irak, Mesir, Suriah dan lain-lain.  Perlu dilihat bagaimana dari segi ilmu budaya, ilmu politik, ilmu sosiologi dan seterusnya sehingga tidak ujug-ujug Imam Mahdi. Perjuangan Islam itu bisa puluhan, ratusan tahun atau bahkan ribuan tahun lagi agar dunia ini semua diwarnai Islam. Sebagaimana  yang dikatakan Rasulullah saw bahwa dunia nanti suatu saat akan diwarnai Islam. Kapan itu? Hanya Allah, pemilik alam semesta ini yang tahu.
1  14.   Karena tesis saya tentang Sayid Qutb, saya sangat terkesan dengan laki-laki satu ini. Perjalanan hidupnya menunjukkan bahwa ia seorang mujtahid dan seorang mujahid. Meski dipenjara puluhan tahun dan akhirnya dihukum mati oleh penguasa Fir’aun Gamal Abdul Nasser, ia tidak pernah memundurkan langkahnya untuk menegakkan cita-cita Islam. Bukunya tentang Perdamaian Internasional, perlu kita baca. Yang menarik Sayid Qutb menyatakan perdamaian internasional, dimulai dari diri sendiri. Kemudian keluarga, masyarakat, negara dan dunia. Seperti konsep Imam Hasan al Banna. Bahkan Sayid Qutb menjuluki Hasan al Banna sebagai sang pembangun yang jenius. Sayid Qutb tidak pernah menggunakan senjata dalam perjuangannya, tapi ia dituduh Barat (intelektual-intelektualnya) sebagai  radikal dan pelopor terorisme. Karena itu saya tidak suka dengan kerajaan Saudi yang menyatakan Ikhwanul Muslimin sebagai teroris, ketika ribuan orang Ikhwan dibantai oleh penguasa Firaun saat ini, Jenderal as Sisi. Saya juga melihat buku-buku yang diekspor Saudi ke Indonesia, banyak yang tidak mendalam analisisnya, ‘dogmatis’ dan kurang mencerdaskan akal.
  15.   Di Indonesia saya kagum terhadap Masyumi. Perjuangan Masyumi memperjuangkan nilai-nilai Islam melawan PNI (Soekarno) yang ingin menegakkan nilai-nilai sekuler.

Demikian pernyataan saya tentang Sunni dan Syiah.  Untuk artikel tentang Timur Tengah, Masyumi dan lain-lain bisa dibaca dalam blok saya nuimhidayat.blogspot.com atau di buku-buku saya. Hanya Allah Yang memahami segalanya dan Maha Bijaksana. Wallahu alimun hakim.

Depok, 7 Februari 2015
Nuim Hidayat (Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Depok).

Tidak ada komentar: