Ada banyak teman-teman protes saya mengatakan Syiah tidak
kafir, tapi dosa besar (sesat dalam bahasa Indonesia). Karena itu saya menulis
argumen ini, biar jelas:
1. 1. Prof Hasbi Shiddiqi dalam bukunya tentang Hukum
Islam, membahas tentang perbandingan Ushul Fiqh yang diambil dari Ulama Syiah
dan Sunnah. Kalau Syiah kafir, tentu ia tidak akan membahasnya. Hasbi Ash
Shiddiqi bukan ulama sembarangan.
2. 2. Pertemuan-pertemuan internasional yang terjadi
beberapa kali antara Ulama Syiah dan Ulama Sunni, untuk persatuan dunia Islam,
menunjukkan Syiah tidak kafir. Kalau kafir tidak mungkin diadakan pertemuan
itu. Hukum tentang kafir dan Muslim tidak tergantung pada perubahan politik
dunia. Hukum Islam tentang sesuatu hal itu sifatnya tetap tidak berubah karena
kondisi. Pernyataan Syekh Yusuf
Qaradhawi tentang pengkhianatan Syiah, tidak menjadikan Syiah menjadi kafir.
Karena Yusuf Qaradhawi menyatakan kira-kira bahwa kalau Amerika menyerang Iran,
ia akan berada di depan.
3. 3. Konflik politik yang terjadi di Timur Tengah,
kalau kita telisik terjadi karena kezaliman. Bukan karena faktor Syiah dan
Sunni. Pertama, konflik Irak, terjadi
karena kezaliman Amerika menyerang Irak tahun 2003. Amerika justru memanfaatkan
perbedaan Syiah dan Sunni di Irak, untuk membuat konflik lebih tajam. Bodohnya
kelompok Syiah mereka mengeblok kepada Amerika untuk menjadi antek-anteknya
dalam penguasaan minyak di Irak (baca tulisan panjang saya tentang War for
Oil). Konflik di Suriah karena kezaliman Presiden Suriah Bashar Assad. Demo
rakyatnya dihadapi dengan senjata. Memang suasana keterbukaan (demokratis)
tidak terjadi di dunia Arab. Sehingga dalam diskusi dengan seorang intelektual
muda Syiah di Bandung, via internet,
saya katakan Bashar Assad zalim seperti bapaknya. Membunuhi ribuan rakyatnya
dan merasa tidak berdosa. Jauh lebih bagus Presiden Soeharto, ketika rakyatnya
banyak yang protes, bahkan Jakarta dibakar, Soeharto tidak menghadapi rakyatnya
dengan senjata. Ia memilih mundur padahal militer saat itu di tangan Pak Harto.
Saya ceritakan tentang karakter kepemimpinan ini, intelektual muda Syiah ini
tidak faham tentang Pak Harto.
4. 4. Saya dan teman-teman di Bogor memahami
pergerakan Syiah sejak kuliah di IPB. Karena kesenangan saya ngaji waktu di
IPB, maka saya suka baca buku-buku Jalaluddin Rahmat. Jalal adalah intelektual Islam yang mencorong
saat itu. Tulisan dan ceramahnya mengagumkan. Banyak aktivis Islam yang kagum
kepadanya. Jalal terpeleset ketika ia menulis pluralisme. Sebagaimana ‘intelektual
sunni’ Nurcholish juga terpeleset dengan ideologi pluralisme (agama). Kalau
kita kaji, memang pluralisme ini ideologi paling canggih saat ini dalam melawan
Islam. Sebelum, Jalal dan Nurcholish, Soekarno adalah pengagum pluralisme.
5. 5. Karena pergerakan Syiah, sudah mulai tahun 80-an
maka kini mereka berkembang. Memang ideologi Syiah ini mengkhawatirkan.
Terutama karena mereka menghalalkan mut’ah dan menghina sahabat. Tapi saya
melihat, Syiah di Indonesia ini bermacam-macam.
Saya tidak tahu di Timur Tengah berapa macamnya. Di sini ada yang
mengaku tidak Sunni dan tidak Syiah, ada
yang Syiah kelotokan, ada yang politiknya Syiah fiqhnya Sunni dan lain-lain.
Cara yang terbaik untuk menyadarkan Syiah ini adalah dengan penulisan buku dan
mengajak mereka berdialog. Bukan dengan melarang mereka ada di Indonesia.
Kristen, Katolik saja boleh ada di Indonesia, bagaimana Syiah tidak boleh ada
di Indonesia?
6. 6. Mengajak para syiah itu agar tidak menghina
sahabat (sebagaimana pesan Syekh Yusuf Qaradhawi kepada kaum Syiah dulu), tidak
menghalalkan mut’ah dan lain-lain. Syiah tentu akan berhadapan dengan Sunni
apabila mereka dalam politik ngeblok dengan kaum non Muslim melawan Islam.
Menurut saya, Syiah itu boleh ada di Indonesia, tapi yang memimpin Sunni.
Karena itu Muslim Sunni harus lebih cerdas dan pintar dari Syiah.
7. 7. Aktivis tahun 80-an atau 90-an saat itu, bagi
yang senang dunia intelektual, tentu mereka akan membaca buku Ali Syariati.
Bahkan tokoh intelektual Islam Muhammadiyah, Amien Rais, memberikan pengantar
buku Ali Syariati yang berjudul Tugas Intelektual Muslim. Tentu, kalau kita mau
membaca Ali Syariati, yang dibunuh di Eropa, ketika usianya masih 40-an tidak
bisa saya katakan Ali Syariati syiah kafir. Menurut saya, sebaiknya anak-anak
muda sekarang memahami bagaimana keragaman Syiah di Indonesia. Saya membaca
biografi Syariati dan karya Syariati mengagumkan. Karena itu dunia Islam
–termasuk Amien Rais- melihat ia adalah sosiolog dunia Islam yang hebat.
8. 8. Karena kebetulan saya ketika S2 mengambil
Politik Internasional dan Hubungan di
Timur Tengah di UI, saya sedikit memahami konflik Timur Tengah. Bagaimana
Amerika memanfaatkan konflik Sunni dan Syiah di sana. Bagaimana Iran dan Arab
Saudi saling berebut dominasi di Timur Tengah. Saya tahu, Arab Saudi banyak
memberikan uang di Indonesia untuk menyebarkan ‘wahabi’ dan menghambat Syiah.
Sebagaimana Iran juga banyak memberikan uang di tanah air untuk menyebarkan
Syiah. Kalau kita ingin membuat perdamaian internasional, maka kita harus
keluar dari kepentingan dunia negara itu. Kecuali kalau berfikir nakal, kita
mau uangnya, tapi tidak mau ideologinya. Tapi bagaimanapun harus hati-hati
dengan politik uang itu. Karena jeratan politik uang dua negara itu, biasanya
berlanjut ke jeratan ideologi. Mereka akan mendesak si penerima donor untuk
menyebarkan buku-bukunya.
9. 9. Terjadinya rusuh Sampang, memang Syiah harus
mengoreksi diri, hidup di tengah-tengah mayoritas Sunni. Jangan menghina
sahabat, jangan menghalalkan mut’ah dan seterusnya. Dan kaum Syiah di sini
mesti belajar dari kaum Sunni. Karena kaum Sunni di sini lebih kaya ilmunya
dari kaum Syiah. Bagaimana Syiah mau kaya ilmunya, yang dia percayai segelintir
sahabat. Ulama Syiah Cuma mempercayai Sayyidina Ali. Sedangkan ulama Sunni
mempercayai Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar, Sayyidina Utsman dan Sayyidina
Ali.
1 10. Saya membaca buku tentang kisah bagaimana
khalifah Umar bin Abdul Azis mendamaikan pertentangan yang tajam antara Syiah
dan Sunni masa itu. Pertentangannya sampai di masjid-masjid. Sehingga khalifah
Umar akhirnya memberikan solusi agar para khatib Jumat ketika habis khutbah Jumat
membaca ayat : “Innallaha ya’muru biladli wal ihsan, waiitaidizil qurba wayanha
anilfahsyai walmunkar wal bagh, yaidhukum laallakum tadzakkarun.” QS. An Nahl
90. (Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berbuat adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran
dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran).
1 11. Dari sudut psikologi bayangkan. Kalau seandainya
kita menjadi Syiah, kita percaya kepada Allah, Rasulnya dan Al Qur’an dikatakan
kafir, tentu mereka akan marah. Karena Syiah tahu bahwa dalam Al Quran itu
balasannya untuk orang-orang kafir nanti adalah neraka. Saya kira itu yang
terjadi sekarang di Timur Tengah.
1 12.
Yang menarik ketika saya membaca Ensiklopedi
Sunni dan Syiah penerbit Pustaka Al Kautsar. Di situ (pengantar), penulis dari Mesir itu menyatakan bahwa ia
tahu gurunya mencoba mendekatkan Syiah dan Sunni, tapi menurutnya tidak bisa.
Karena terjadi perbedaan yang tajam antara Syiah dan Sunni. Tentu gurunya juga
mempunyai ilmu yang tinggi kenapa dia berujar demikian kepada muridnya. Jadi di
situ ada perbedaan antara guru dan murid.
1 13.
Kejadian-kejadian di Timur Tengah saat ini
terjadi perbedaan antara beberapa ulama atau intelektual. Beberapa ulama
menyatakan sebentar lagi turun imam mahdi. Sementara beberapa ulama lain,
menyatakan bahwa Timur Tengah dalam krisis. Seorang intelektual politik,
seperti dikutip Amien Rais, Timur Tengah bukan musim semi lagi, tapi Timur
Tengah berada dalam situasi mencekam, panjang dan menakutkan (di daerah-daerah
konflik). Kebetulan saya belajar ilmu sosiologi dan politik, saya lebih percaya
kepada Amien Rais dalam masalah ini. Menurut saya, menafsirkan sebuah kejadian,
jangan buru-buru kemudian mengambil dalil dan kemudian kita simpukan. Kita
perlu melihat dari berbagai aspek ilmu untuk melihat sebuah kejadian di Irak,
Mesir, Suriah dan lain-lain. Perlu
dilihat bagaimana dari segi ilmu budaya, ilmu politik, ilmu sosiologi dan
seterusnya sehingga tidak ujug-ujug Imam Mahdi. Perjuangan Islam itu bisa
puluhan, ratusan tahun atau bahkan ribuan tahun lagi agar dunia ini semua
diwarnai Islam. Sebagaimana yang
dikatakan Rasulullah saw bahwa dunia nanti suatu saat akan diwarnai Islam.
Kapan itu? Hanya Allah, pemilik alam semesta ini yang tahu.
1 14.
Karena tesis saya tentang Sayid Qutb, saya
sangat terkesan dengan laki-laki satu ini. Perjalanan hidupnya menunjukkan
bahwa ia seorang mujtahid dan seorang mujahid. Meski dipenjara puluhan tahun dan
akhirnya dihukum mati oleh penguasa Fir’aun Gamal Abdul Nasser, ia tidak pernah
memundurkan langkahnya untuk menegakkan cita-cita Islam. Bukunya tentang
Perdamaian Internasional, perlu kita baca. Yang menarik Sayid Qutb menyatakan
perdamaian internasional, dimulai dari diri sendiri. Kemudian keluarga,
masyarakat, negara dan dunia. Seperti konsep Imam Hasan al Banna. Bahkan Sayid
Qutb menjuluki Hasan al Banna sebagai sang pembangun yang jenius. Sayid Qutb
tidak pernah menggunakan senjata dalam perjuangannya, tapi ia dituduh Barat
(intelektual-intelektualnya) sebagai
radikal dan pelopor terorisme. Karena itu saya tidak suka dengan
kerajaan Saudi yang menyatakan Ikhwanul Muslimin sebagai teroris, ketika ribuan
orang Ikhwan dibantai oleh penguasa Firaun saat ini, Jenderal as Sisi. Saya
juga melihat buku-buku yang diekspor Saudi ke Indonesia, banyak yang tidak
mendalam analisisnya, ‘dogmatis’ dan kurang mencerdaskan akal.
15. Di Indonesia saya kagum terhadap Masyumi.
Perjuangan Masyumi memperjuangkan nilai-nilai Islam melawan PNI (Soekarno) yang
ingin menegakkan nilai-nilai sekuler.
Demikian pernyataan saya tentang Sunni dan Syiah. Untuk artikel tentang Timur Tengah, Masyumi
dan lain-lain bisa dibaca dalam blok saya nuimhidayat.blogspot.com atau di
buku-buku saya. Hanya Allah Yang memahami segalanya dan Maha Bijaksana. Wallahu
alimun hakim.
Depok, 7 Februari 2015
Nuim Hidayat (Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Depok).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar