Senin, 03 Februari 2014

Amien Rais dan Indonesia (1)



“Bila sejarah Indonesia bisa diulang, Amien lah yang tepat memimpin bangsa ini” (anonim)

Buku Amien Rais ‘Selamatkan Indonesia’ perlu dibaca para generasi muda. Terutama mereka yang konsen terhadap masalah bangsa dan kemana bangsa ini dibawa. Di buku itu Amien menyajikan fakta, data dan analisa-analisa ilmiah menyangkut berbagai masalah bangsa, mulai dari masalah sejarah, ekonomi, politik Indonesia,sikap intelektual dan politik Amerika.

Sebelum membahas bukunya, kita bahas tentang Amien Rais. Siapa Amien? Zaim Uchrowi mantan pemimpin redaksi Republika dalam buku biografi Mohammad Amien Rais, Memimpin dengan Nurani, menceritakannya dengan bagus. “Bukan hanya sisi intelektual dan politiknya yang selama ini dianggap menonjol. Juga sisi relijiusitas, kultural, hingga karakter pribadinya sehari-hari. Warna relijiulitasnya terlihat jelas pada rutinitasnya untuk selalu bangun dinihari, bersembahyang tahajud serta berpuasa Daud (sehari puasa, sehari tidak) sepanjang tahun. Sesibuk apapun ia. Baginya agama merupakan perintah pengendali diri, dan bukan label formalitas “saya benar kamu salah.”


Zaim melanjutkan : “Sisi kultural Amien tampak dari kefasihannya menembang Mocopotan bahkan mendalang wayang. Bagi saya, inil adalah sisi yang menarik. Amien lahir dan besar di lingkungan Muhammadiyah. Sebuah lingkungan yang dianggap kurang menghargai budaya. Anggapan itu terbukti sama sekali keliru pada dirinya. Maka saya menempatkan aspek kultural ini sebagai bab pembuka buku ini.”
Mantan wartawan Tempo ini melanjutkan : “Karakter personal Amien dapat dilihat dari sikapnya saat bertemu dan berbicara dengan orang lain. Ia selalu berupaya mengenal dan mengingat nama orang yang ditemuinya, lalu menyapanya secara benar. Saat menemui orang bawah, ia benar-benar tampak akrab dengan mereka dan bukan berbasa-basi lagak pejabat. Ia pendengar yang baik. Saat berbicara ia menatap hangat mata lawan bicaranya dan tidak sibuk dengan pikiran sendiri. Ia acap mengakrabkan suasana dengan melempar canda. “Bertemulah langsung dengannya, walaupun sebentar,”kata seorang pendatang baru di lingkungan Amien.”Penilaian kita terhadapnya pasti akan berbeda (dari sebelumnya).”

Begitu juga biografi yang ditulis anaknya. Mereka begitu bangga dengan bapaknya. Jarang pemimpin yang akrab dengan anak-anaknya, sehingga anaknya bangga dengan bapaknya.

Kegagalannya menjadi presiden Indonesia dalam pemilu 2004, tidak menjadikannya putus asa untuk terus berdakwah dan memberikan pencerahan kepada anak bangsa.  Karena ia telah berdoa di depan Ka’bah pada Desember 2003 : “Saya berdoa, ya Allah sekiranya saya dan teman-teman dapat memberi kontribusi yang baik serta dapat membaguskan bangsa dan negara kami, berilah kami petunjuk, kekuatan serta inayah-Mu (untuk memimpin Indonesia). Seandainya Engkau telah mempunyai rencana tersendiri yang kami tidak mengetahuinya, kami percaya rencana itulah yang terbaik bagi kami dan bangsa ini,”papar Amien.

Karya intelektual Amien juga mengagumkan. Meskipun buku yang ditulisnya tidak banyak, tapi tulisan-tulisannya senantiasa aktual dan kuat dalam argumentasinya.  Roh Keislamannya terlihat sangat kuat di sana. Diantara bukunya yang bagus ditelaah adalah Cakrawala Islam (Mizan) dan Agenda-Agenda Mendesak Selamatkan Bangsa. Dan juga buku-buku biografinya. Terutama yang ditulis Zaim Ukhrowi.
Dalam prakata buku biografi ‘Memimpin dengan Nurani’ itu, Pak Amien menyatakan : “Memang banyak cara atau gaya manusia yang dapat dipilih manusia untuk memimpin. Ada yang mengandalkan kekuatan fisik atau bertumpu pada kekuatan materi. Ada pula yang dengan  cara memecah belah rakyat supaya rakyat menjadi lemah, sedangkan pemimpinnya menjadi selalu kuat. Ada juga kepemimpinan yang dibangun dengan cara membuat pagar-pagar pengaman dengan mengangkat teman-teman yang punya loyalitas tinggi untuk melakukan rekayasa atau kalau perlu rekapaksa terhadap rakyat agar kepemimpinan seseorang bisa berkelanjutan.”

Amien melanjutkan : “Saya Alhamdulillah, bukan jenis manusia seperti itu. Saya bertindak semata karena mengikuti keyakinan sendiri. Kalau menoleh ke balakang, saya bisa mengatakan bahwa saya punya keberanian (yang oleh banyak orang sering dianggap terlalu jauh), mungkin karena saya mendengarkan bisikan atau jeritan hati. Nurani saya selalu terusik bila melihat kezaliman social, ekonomi, politik dan berbagai pelanggaran HAM yang jauh. Mungkin itu yang menimbulkan leadership by consciousness atau kepemimpinan berdasarkan kesadaran nurani.”

Mantan Ketua Umum Muhammadiyah ini menyadari ia punya kelemahan. Ia berterus terang: “Satu hal yang juga ingin saya sampaikan di sini, dalam hidup ini saya ingin mencontoh teladan para Rasul dalam Al Qur’an dikatakan: “In uriidu illal islaaha mastatho’tu wa maa taufiiqii illa billaahi alaihi tawakkaltu wailaihi uniib.” (QS Hud (11):88). Saya tidak lain dan tidak bukan hanya menginginkan perbaikan sejauh saya mampu melakukannya. Tidak ada taufik atau keberhasilan yang saya peroleh kecuali yang datang dari Allah SWT. Kepada-Nya saya bersandar dan kepada-Nya pula saya akan kembali.”

Tauhid dan Keberanian

Dalam bukunya Cakrawala Islam, Amien dengan sangat bagus menjelaskan tentang arti tauhid dalam Islam. Tokoh yang sangat dibenci politisi sekuler Amerika ini menyatakan : “Di samping membebaskan manusia dari perbudakan mental dan penyembahan kepada sesame makhluk, kalimat thayyibah juga mengajarkan emansipasi manusia dari nilai-nilai palsu yang bersumber pada hawa nafsu, gila kekuasaan, dan kesenangan-kesenangan sensual belaka. Suatu kehidupan yang didesikasikan pada kelezatan sensual, kekuasaan , dan penumpukan kekayaan, pasti akan mengeruhkan akal sehat dan mendistorsi pikiran jernih. Dengan tajam Al Qur’an menyindir orang-orang semacam ini : “Tidakkah engkau lihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan? Apakah engkau merasa bisa menjadi pemelihara atasnya? Apakah engkau sangka kebanyakan dari mereka mendengar atau menggunakan akalnya? Mereka itu tidak lain hanya seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat.” (Al Furqan 43-44).

Amien juga prihatin masyarakat Islam sekarang ini jarang yang memahami makna hakiki tauhid. “Di sinilah sebenarnya letak kemandekan kebanyakan masyarakat Muslim dewasa ini. Kita bisa mengatakan bahwa keterbelakangan ekonomi, stagnasi intelektual, degenerasi social, dan pelbagai macam kejumudan lainnya  yang diderita oleh masyarakat Muslim, sesungguhnya berakar pada kemerosotan tauhid. Oleh karena itu untuk melakukan restorasi dan rekonstruksi manusia-Muslim, baik secara individual maupun kolektif, tauhid adalah masalah pertama dan terpenting untuk segera dipersegar dan diluruskan. Dengan demikian jelas bahwa anjuran sekulerisasi, misalnya untuk memperbarui pemahaman Islam, adalah suatu ajakan yang tidak mempunyai dasar di dalam Islam, dan akan membuat kemerosotan umat menjadi lebih parah.”

Amien menekankan pentingnya menjaga hubungan dengan Allah dan hubungan sesama manusia. “Suatu hal yang tidak boleh kita lupakan ialah bahwa komitmen manusia -tauhid tidak saja terbatas pada hubungan vertikalnya dengan Tuhan, melainkan juga mencakup hubungan horizontal dengan sesama manusia dan seluruh makhluk; dan hubungan-hubungan ini harus sesuai dengan kehendak Allah. Kehendak Allah ini memberikan visi kepada manusia-tauhid untuk membentuk suatu masyarakat yang mengejar nilai-nilai utama dan mengusahakan tegaknya keadilan sosial….Misi untuk mengubah dunia, menegakkan kebenaran dan keadilan, merealisasikan pelbagai nilai utama, dan memberantas kerusakan di muka bumi (fasad fil ardh), bukanlah sekedar  suatu derivative, melainkan merupakan bagian integral dari komitmen manusia-tauhid kepada Allah. Gabungan dari manusia-manusia tauhid inilah yang kemudian membentuk suatu ummah. Dengan menegakkan keadilan dan kebenaran (amar ma’ruf) dan memberantas kejahatan (nahi munkar) sebagai dua ciri utamanya , umat-tauhid menujukan sasaran dari gerakannya bukan pada bangsa atau kelompok masyarakat tertentu, melainkan pada seluruh kemanusiaan itu sendiri, seperti difirmankan oleh Allah: ” Engkau sekalian adalah umat terbaik yang telah dilahirkan untuk seluruh manusia, engkau melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan engkau beriman kepada Allah.” (Ali Imran 110).

Darimana Pak Amien mendapat inspirasi keberanian itu, sehingga ia berani ‘mengubah Indonesia’ pada 1998? Rupanya dari jiwa tauhidnya. Tapi,perlu ditelaah pula puncak keberanian ini juga membahayakan. Keberanian bisa menjadikan seseorang menjadi Iblis/Firaun yang tidak ada hati dalam membunuh manusia. Yang menyuruh manusia menyembah dirinya bukan menyembah Allah. Atau menjadi Nabi Ibrahim/Nabi Muhammad bapak tauhid manusia, yang memerintahkan manusia berbuat adil dan memerintahkan manusia menyembah yang benar-benar berhak disembah. Al Qur’an mewanti-wanti : مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ

“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi (dia berkata):”Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (QS Ali Imran 79). (bersambung)* Oleh : Nuim Hidayat : Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, Kota Depok

Tidak ada komentar: