Minggu, 02 November 2014

Bahaya Takut

(M. Natsir, Tokoh Partai Islam Masyumi)

Saudara-saudara,
Pengajian kita pagi ini antara lain berhubungan dengan Peringatan Hari Kemerdekaan kita bangsa Indonesia yang telah kita proklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 atau dua puluh tujuh tahun yang lalu. Lagi pula kita berada sekarang ini pada suasana bulan Rajab dan sudah menjadi kebiasaan bagi kita untuk menggunakan hari-hari sejak awal Rajab itu untuk memperingati Mi’raj Rasulullah saw.

Antara kedua peristiwa itu ada hubungannya kalau kita memang hendak mencari hubungan.

Penjajahan Membawa Kesuraman

Terlebih dahulu yang mengenai hari kemerdekaan. Kita mengetahui dari sejarah bahwa bangsa Indonesia ini sudah pernah dijajah oleh bangsa-bangsa asing yang datang ke sini. Yang mula-mula datang kemari untuk mencari rezeki, tapi kesudahannya menjajah dalam arti yang lebih kejam lagi. Yaitu menjajah bukan dalam arti materiil saja, tapi juga menjajah segala apa yang ada pada bangsa Indonesia baik jasmaniah maupun rohaniah.

Belanda satu bangsa yang kecil jumlahnya tidak sampai sepersepuluh jumlahnya dari jumlah bangsa Indonesia, datang dari jauh, sanggup memperlakukan kita bangsa Indonesia sebagai anak jajahan, 3 ½ abad lamanya. Diperasnya kekayaan kita. Diperasnya tenaga dan pikiran kita, sehingga kita berabad-abad lamanya di dalam keadaan yang suram sekali.

Sebab-Sebab Kejatuhan Umat dalam Ramalan Rasulullah saw
Memang satu umat yang besar, bisa saja dipreteli oleh satu gelintir umat yang kecil, seperti yang pernah diperingatkan  oleh Rasulullah Muhammad saw, sebagai salah satu sunnatullah. Rasulullah saw pernah mengatakan:

“Mungkin pada satu suatu masa kamu akan dikeroyok ramai-ramai oleh orang banyak (dari luar, dari kiri kanan, dari Timur, Barat, Utara dan Selatan semuanya) berkerumun sebagaimana orang lapar mengerumuni meja makanan…”


Begitu diperingatkan oleh Rasulullah saw, justru pada saat-saat umat Islam sudah megah, sudah menang dari kaum Musyrikin, sudah merasa aman. Rasa-rasanya tidak ada bahaya lagi yang akan datang. Justru pada saat  yang demikian itu diperingatkan oleh Rasulullah bahwa tidak akan selamanya umat Islam itu aman. Akan ada satu saat, umat Muhammad itu akan diperebutkan oleh umat-umat yang bukan Islam sebagai makanan mereka.

Mereka bertanya para Sahabat pada waktu itu, yang merasa cemas mengingat akan akan nasib dari umat Islam yang demikian,
“Maka bertanya salah seorag sahabat: “Apakah jumlah kita sedikit pada waktu itu?”

Yakni maksudnya, apakah gerangan yang menjadi sebab, kita sebagai umat yang sudah dapat petunjuk dari Tuhan dan sudah mengucapkan kalimah syahadat, yang sudah melakukan ibadah, toh masih juga jadi santapan yang diperebutkan. Apakah lantaran sedikit jumlah kita, makanya orang itu begitu berani menjadikan kita sebagai santapan itu…?
Rasulullah saw menjawab: “Tidak. Malah kamu waktu itu banyak. Akan tetapi kamu ibarat buih yang terapung-apung di atas air bah.”
Maksudnya : Tidak jawabnya! (Bukan karena kamu sedikit). Kamu itu malah banyak sekali. Mayoritas mutlak. Walaupun banyak jumlahmu, tetapi kamu bisa dijadikan sasaran oleh orang lain, toh kamu bisa diperlakukan sebagai golongan minoritas, yang kecil, orang tidak gentar dan segan kepada kamu, karena sifat kamu itu adalah sifatnya buih yang terapung-apung. Terapung-apung lantaran timbanganmu enteng sekali. Terapung-apung dibawa arus terapung-apung dibawa oleh angin yang menipu krii dan ke kanan.

Kenapa kamu ibaratnya buih yang terapung-apung itu, hingga dianggap enteng orang?

Sebabnya : “Allah SWT pada waktu itu telah mecabut rasa takut terhadap kamu selama ini dari hati-hati lawan-lawan kamu itu. Dan sebaliknya dalam hati kamu sudah tertanam ‘wahn’”.

Adapun penyakit jiwa yang dinamakan Rasulullah dengan wahn itu ialah penyakit yang menghinggapi seseorang atau satu kaum atau satu bangsa. Apabila penyakit itu sudah tumbuh di dalam hati, walaupun (kaum itu) jumlahnya besar, dia tidak berdaya apa-apa lagi.
Bertanya lagi para Sahabat: “Apa yang dinamaka Wahn itu ya Rasulullah?”

Rasulullah saw menjawab: “Cinta kepada dunia dan takut kepada mati.”
Kalau dua penyakit ini sudah tertanam dalam jiwa suatu kaum atau bangsa, maka jangan diharapkan bangsa itu akan disegani oleh orang banyak. Dia akan dipandang enteng oleh orang lain.

Saudara-saudara,
Pernah dahulu kita sebagai bangsa Indonesia dan umat Islam dijajah silih berganti oleh bangsa Portugis, bangsa Belanda, bangsa Inggris yang datang menjadikan kita sebagai santapan makanan orang lapar. Kita dijajah namanya.

Islam Memimpin Bangsa Indonesia dalam Menantang Penjajahan
Alhamdulillah di waktu keadaan yang demikian Allah SWT mengaruniakan kita Agama Islam. Agama Islam ini justru memberika kepada kita tangkal-tangkal atau obat untuk menolak bala orang lapar itu. Timbullah di kalangan umat Islam pemimpin-pemimpin yang lebih dahulu melepaskan dirinya dari sifat wahn karahiyatul maut dan hubbud dunya. Mereka menghadapi kekuatan-kekuatan lahir yang besar berupa tentara yang datang dari jauh. Tentara Belanda dengan segala model senjatanya yang ampuh dan tehnik perang yang modern waktu itu.

Akan tetapi pemimpin-pemimpin umat di waktu itu maju ke depan, dengan tombak bukan dengan meriam, dengan senjata-senjata yang sederhana. Tidak selamanya merea itu mendapat kemenangan. Lebih banyak mereka itu kalah menghadapi kekhuatan-kekuatan lahir yang besar. Kita membaca dari sejarah nama-nama dari pahlawan-pahlawan yang kita anggap pahlawan sekarang. Ada namanya Pangeran Diponegoro yang membawa bendera Bulan Sabit yang bertuliskan kalimat syahadat, dengan tenaga lasykar yang sangat sederhana, lalu menantang pemerintah Belanda yang kekuatan senjata dan prajuritnya yang besar.

Dia kalah, dia tertangkap dan dia dibuang ke luar daerhanya. Kita membaca pula dalam sejarah seorang pahlawan yang bernama Tuanku Imam Bonjol. Dikumpulkannya pula tenaga umat yang banyak itu untuk melawan Belanda. Diapun kalah, dia tertangkap dia dibuang lagi ke negeri dimana dia meninggal. Sekarang kita memperingati mereka itu sebagai pahlawan.

Kenapa Pahlawan-Pahlawan Islam yang Gugur itu Kita Peringati?
Kenapa kita memperingati mereka itu sebagai pahlawan-pahlawan, padahal mereka itu kalah? Kita memperingati Imam Bonjol dan Pangeran Diponegoro, dengan menamai universitas-universitas yang besar-besar dan bagus dengan nama-nama mereka.Kalau ada di kota kita jalan yang paling bagus diberi nama Jalan Diponegoro, jalan Imam Bonjol. Kalau kita mengadakan satu yayasan , maka kita beri nama yayasan Imam Bonjol dan lain-lain. Banyak nama-nama seperti itu, padahal itu nama dari pemimpin-pemimpin yang ‘kalah’ dalam perjuangannya.

Kenapa orang yang kalah itu kita peringati sebagai pahlawan? Dimana terletak rahasianya ini? Bukankah itu merupakan satu hal yang bertentangan atau paradox kata orang. Orang itu kalah, tertangkap kemudian dianggap sebagai pahlawan. Di dalam memperingati beliau-beliau itu bukankah akan sangat janggal, bila kita memperingati kekalahan-kekalahan dan kegagalan-kegagalan.

Akan tetapi jiwa kita toh tidak menerima itu sebagai kekalahan. Kita bangga walaupun mereka kalah. Apa intisarinya daripada peringatan yang demikian?

Mereka berhasil mencabut wahn dan menumbuhkan keberanian di dalam jiwa umat.

Saudara-saudara,
Mereka kalah dalam arti lahiriahnya. Mereka menang dalam satu hal yaitu menumbuhkan keberanian di dalam jiwa umat Islam yang sudah diliputi oleh jiwa hubbuddunya wa karahiyatul maut. Dicabutnya dari jiwa umat karahiyatul maut itu, lalu ditanamkannya keberanian kembali untuk melawan kezaliman. Di sini terletak kemenangan mereka. Diinvestasikannya ke dalam jiwa umat Muhammad di Indonesia ini rasa keadilan untuk melawan kezaliman. Ditanamkannya kerelaan untuk mengorbankan harta benda dan jiwa untuk mencapai cita-cita yang besar.

Di sini terletak kemenangannya, dan investasinya itu ibarat orang-orang yang punya modal terus berkembang, terus bertambah besar meluas di kalangan rakyat. Satu contoh yang baik, lalu cepat ditiru oleh kawan-kawan yang lain. Tumbuh dalam jiwa pribadi-pribadi umat Islam itu keberanian untuk melawan yang bathil dalam menghadapi dan menegakkan haq. Walaupun pahlawan-pahlawan penyebar benih keberanian sudah meninggal dunia. Lahiriahnya mereka itu kalah, tetapi yang ditanamkannya berupa keberanian mempertahankan yang haq tawakkal kepada A llah SWT tanamannya itu hidup terus, sesudah mereka meninggal dunia. Satu kali benih keimanan kepada Allah SWT itu tumbuh, dia akan mekar, walaupun orang tidak melihat pada zahirnya. Satu kali dia dapat diliputi oleh awan, dia tidak kelihatan, tetapi pada satu waktu dia akan megah kembali.

Sehabis Perlawanan Bersenjata Timbul Perlawanan Bentuk Baru
Setelahnya perlawanan dengan mengadu kekuatan senjata,  perlawanan dengan kekuatan lahiriah itu berakhir, maka tumbuhlah modal yang ditanam oleh pemimpin-pemimpin pujangga Islam itu, tumbuh dalam bentuk yang lain.

Marilah kita melihat perkembangannya secara ringkas, sesudahnya perjuangan Diponegoro, Imam Bonjol dan lain-lainya itu patah. Apa yang terjadi di negeri kita ini? Baik sekali jikalau kita mengingat-ingatkan itu dan saudara-saudara generasi muda baik sekali membacakan sejarah Indonesia itu kembali. Sebab sekarang ini sering sekali (kalau kita tidak awas) timbul kesan bahwa kita umat Islam di Indonesia ini boleh dikatakan sudah lupa pada sejarah. Dan memang banyak pula orang yang senang kalau kita tidak tahu akan sejarah kita sendiri.

Adegan-Adegan Perjuangan Umat Islam dalam Film Perjuangan Kemerdekaan Indonesia Akan Dipotong?
Saya hendak mengemukakan satu contoh. Dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia yang baru ini, di Menteng Raya 31, diadakan Pameran Perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Ada satu panitia yang dipersiapkan dengan cara diam-diam. Tahu-tahu sudah ada itu pamera. Yah kita yang bodoh-bodoh ini tidak tahu. Tapi orang yang pintar tahu. Maka dipamerkanlah segala pahlawan-pahlawan, cerita-cerita atau dokumentasi-dokumentasi daripada perjuangan mencari kemerdekaan Indonesia di dalam suasana 17 Agustus Hari Kemerdekaan kita. 

Pameran itu sepi se sepi-sepinya dari tanda-tanda bahwa umat Islam ada mempuyai saham di dalam perjuangan.

Maka salah seorang dari teman kita di Jakarta ini, sesudah melihat pameran itu, dengan sedih dibawanya sebuah buku sejarah yang ditulis saudara A Hasymi seorang penulis, pujangga dari Aceh, yang pernah juga dia menjadi Menteri Republik Indonesia sebentar. Yaitu buku Sejarah Perjuangan dari daerah Aceh semasa di bawah penjajahan. Aceh itu sampai proklamasi tidak pernah dapat dijajah dengan aman oleh Belanda. Maksudnya supaya ditaruhlah sebagai salah satu tanda sedikit saja, bahwa umat Islam ini ada juga mempunyai  saham di dalam perjuangan kemerdekaan kita ini. Tetapi buku itu tidak pernah dipertontonkan di sana, buku itu disimpan. Jadi rupanya ada orang yang tidak senang, jikalau dipamerkan sejarah yang sebenarnya.

Kita Tidak Bermaksud Menonjolkan Jasa, Tapi Tidak Rela Sejarah Dihilangkan

Di antara kita tidak usah bermegah-megah atau sombong atas apa yang telah kita amalkan. Bukan itu maksud kita. Akan tetapi fakta sejarah jangan kita biarkan dipalsukan orang. Usaha memalsukan sejarah adalah satu kecurangan. Kita tidak akan menggembor-gemborkan apa yang ada, tapi apa yang ada itu jangan hendaknya ditutup-tutupi.
Serikat Dagang Islam Lahir untuk Menentang Penjajahan Ekonomi

 Saudara-saudara,
Diantara yang telah dilakukan umat Islam di Indonesia ini dalam mempergunakan investasi yang sudah ditanam oleh pemimpin-pemimpin pujangga dan pejuang-pejuang yang lebih dulu itu ialah:
Di tahun 1906 umat Islam merasakan benar kesempita hidup terutama di dalam bidang kemakmuran ekonomi. Belanda mempergunakan Cina menjadi ‘orang perantara’ tapi yang nyatanya menekan pribumi di bidang ekonomi.

Maka salah satu daripada usaha umat Islam di pulau Jawa ini, terutama di Solo dan Jawa Barat juga, yaitu membangun Serikat Dagang Islam, justru untuk membentengi diri daripada kekuatan ekonomi Cina yang begitu menekan pihakn pribumi di sini.

Serikat Dagang Islam itu tumbuh cepat oleh karena berdasarkan Islam. Lingkungan hidupnya cepat luas. Oleh karena yang jadi syarat bisa masuk itu ialah Islam, maka lekaslah berkembang di dalam wilayah yang lebih besar.

Di Atas Dasar Islam, Tahun 1912 Serikat Islam Sudah Menghimpun Kepulauan Indonesia

Di tahun 1912, oleh Serikat Dagang Islam itu dibuat akte pendiriannya yang baru dinamakan Syarikat Islam yang dipimpin oleh almarhum HOS Tjokroaminoto. Itu terjadi pada tahun 1912. Sudah 60 tahun yang lalu Syarikat Islam itu meliputi seluruh Indonesia. Berbeda dengan gerakan-gerakan sebelumya yitu Budi Utomo yang didirikan pada tahun 1908 yag wilayahnya hanya Jawa dan Madura. Dengan program hanya untuk menanggulangi kepentingan dari penduduk Jawa dan Madura, terutama Jawa Tengah.

Akan tetapi Syarikat Islam itu meliputi seluruh Indonesia, partai yang paling dahulu mengikat kepulauan Indonesia, yang bertebaran dan terpisah-pisah oleh lautan yang terdiri dari 3000 pulau, dengan segala macam bahasa daerahnya, adat-istiadat yang berbeda-beda menjadi satu, berkumpul dalam satu partai yang bernama Partai Syarikat Islam.
Ini bentuk perjuangan yang pertama dari umat Islam Indonesia untuk menumbuhkan rasa kesatuan dari suku-suku bangsa di Indonesia ini.
Adalah wajar kalau kita mengatakan itulah gerakan nasional pertama untuk mengumpulkan suku-suku bangsa Indonesia menjadi satu bangsa.

Maka Partai Nasional Indonesia yang pertama adalah Partai Syarikat Islam. Kalau panggilan dari Partai Syarikat Islam itu kepada umat lekas disambut, itu adalah karena sejak dahulu sudah ada investasi berupa perasaan mempunyai identitas sendiri  yang mengatasi rasa suku kejawaan, yang mengatasi rasa suku kesundaan, yang mengatasi rasa suku kesumateraan, yang mengatasi rasa suku keacehan, yang mengatasi rasa suku kebugisan, kesulawesian kita. Ada yang lebih tinggi dari itu semua, yaitu identitas Islam. Identitas yang mengatasi identitas kesukuan-kesukuan itu. Tali pengikat yang menyadarkan suku-suku bangsa yang bertebaran itu, bahwa mereka itu adalah merupakan satu golongan, adalah hasil dari usaha umat Islam dibawah pimpinan HOS Tjokroaminoto, Haji Agus Salim, AM Sangadji, bersama-sama dengan teman-temannya yang lain…* NH  (Kuliah Subuh, pada 20 Agustus 1972 di Masjid Al Munawwarah, Tanah Abang, Jakarta).

Tidak ada komentar: