Kamis, 23 September 2010

Senin, 20 September 2010

Kepada Para Aktivis Mahasiswa Islam


http://koran.republika.co.id/koran/24
Sabtu, 18 September 2010 pukul 15:54:00

Menyoal Aktivis Islam

Oleh: Nuim Hidayat (Mantan Aktivis Hizbut Tahrir)

"Mereka yang mendengarkan perkataan, lalu mengikuti yang terbaik. Mereka itulah yang Allah beri petunjuk dan mereka itulah Ulil Albab." (QS Az-Zumar 18).

Bila kita cermati, saat ini para aktivis mahasiswa Islam terkotak-kotak dan mayoritas cenderung fanatik terhadap organisasi atau gerakannya. Aktivis HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), misalnya, bangga berlebihan terhadap kelompoknya dan 'hanya' menjadikan Taqiyuddin an Nabhani sebagai rujukan utama pembinaannya.

Begitu juga, aktivis mahasiswa Ikhwanul Muslimin di Indonesia--yang sebagian besar menginduk pada Partai Keadilan Sejahtera. Mereka sudah merasa cukup bila sudah dibina dengan kitab-kitab dari Hasan al Banna atau tokoh Ikhwan lainnya. Hal yang sama terjadi pada gerakan Salafi Wahabi atau Salafi Haraki. Gerakan-gerakan yang sangat ketat dalam berpedoman pada Alquran dan sunah dan cenderung 'mengesampingkan' ijtihad. Gerakan Salafi Wahabi lebih banyak berfokus pada hal-hal bid'ah dan sunah. Buku yang menjadi rujukan utamanya adalah karya Nashirudin al Albani. Sedangkan gerakan Salafi Haraki banyak berkutat pada solidaritas dunia Islam karena penjajahan fisik Amerika dan sekutunya. Buku yang menjadi pedoman utamanya adalah karya Sayid Qutb dan Abdullah Azzam.

Pergerakan mahasiswa di Muhammadiyah (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) atau Nahdhatul Ulama (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) kurang lebih sama. Di PMII cenderung menjadikan Gus Dur sebagai rujukan utama dan sebagian condong ke 'Islam Liberal'. Gerakan KH Wachid Hasyim tidak menjadi inspirasi utama mahasiswa-mahasiswa PMII. Situasi yang sama mirip dengan mahasiswa IMM.Gerakan KH Ahmad Dahlan belum menjadi teladan sentral dalam gerakan IMM, meski kini dicoba dengan membuat film dan memperbanyak buku tentangnya. Mahasiswa-mahasiswa Muhammadiyah cenderung terpecah-pecah sumber gerakannya dan sebagian ada yang terjangkit 'liberal'.

Gerakan-gerakan mahasiswa tahun 80-90-an, menurut penulis, cenderung lebih terbuka dan intelektual daripada saat ini. Diperlakukannya NKK-BKK, ketika mahasiswa tidak boleh terlibat dalam politik praktis, menjadi berkah bagi mahasiswa untuk fokus pada kajian keislaman yang lebih serius. Saat itu buku-buku dari IIFSO, yang banyak terinspirasi Mohammad Nastir, menjadi rujukan banyak aktivis mahasiswa Islam. Buku-buku Sayyid Qutb, Yusuf Qaradhawi, Abul Ala Maududi, Ali Syariati menjadi kajian-kajian serius di kalangan mahasiswa dan menimbulkan semangat 'militansi' yang hebat untuk melawan imperialisme/pemikiran Barat. Begitu pula buku-buku karya Mohammad Natsir, Deliar Noer, Rasjidi menjadi kajian penting dalam membentuk perspektif perjuangan mahasiswa Islam di Indonesia.

Semangat membentuk dan memperbaiki masyarakat Islam yang 'modern' menjadi dambaan dan tujuan mahasiswa. Hampir tidak ditemui saat itu aktivis mahasiswa yang gampang membid'ahkan masyarakat atau aktivis mahasiswa yang menutup telinga bila yang ceramah bukan dari harakahnya.

Kini banyak ditemui aktivis mahasiswa Islam yang 'kaku' dalam pemikiran. Memang mereka tidak bisa disalahkan sepenuhnya, karena yang membuat mereka demikian adalah para guru/ustaz yang mengajarinya. Para ustaz mereka ada yang hanya membolehkan membaca buku-bukunya atau buku-buku yang seide dengan ustaz itu (guru-gurunya). Bila ada buku lain yang bertentangan atau mengkritik pemikiran ustaz itu, ustaz tersebut melarang muridnya untuk membacanya. Ada sebuah kejadian, seorang aktivis memarahi penjual buku yang memajang buku Syekh Yusuf Qaradhawi di lapaknya. Dikatakan bahwa Qaradhawi itu hanya menggunakan akalnya dalam bukunya. "Kurang nyunnah" istilahnya atau "Ia kan bukan ahli hadis", begitu biasanya aktivis Salafi Wahabi berucap. Penulis temui pula ada sebuah kelompok harakah yang melarang aktivis mahasiswanya mendengarkan ceramah beberapa ustaz (ahli dalam pemikiran Islam), hanya karena para ustaz itu tidak masuk dalam kelompok harakah mereka.

Sehingga, kini banyak ditemui mahasiswa yang jumud terhadap pemikiran atau gerakan-gerakan Islam. Mereka hanya tahu pemikiran dan gerakannya. Tidak memahami dan mencoba mencari tahu apa yang terjadi pada gerakan Islam lain.

Bila ditelaah secara mendalam, kecenderungan gerakan saat ini yang 'ashabiyahnya sangat tinggi' ini adalah sangat mengkhawatirkan. Para ustaz dari Timur Tengah yang banyak tidak paham sejarah penyebaran Islam atau gerakan Islam di Indonesia banyak yang gegabah mengajari mahasiswa atau santrinya sejak awal bid'ah dan sunah. Bukan mengajari mereka bagaimana menjaga akidah Islam yang kokoh di tengah serbuan liberalisme saat ini, bagaimana perjuangan Islam yang tepat di Indonesia, bagaimana memperbaiki masyarakat Islam Indonesia, bagaimana membentuk peradaban Islam di Indonesia, dan lain-lain. Sehingga, yang terjadi sebenarnya adalah gerakan setback ke belakang, yang meributkan kembali hal-hal fikih yang furu'. Tidak sedikit sekarang aktivis Islam yang mengharamkan musik, maulid, organisasi politik, dan lain-lain. Padahal, masalah-masalah seperti ini telah dibahas (diperdebatkan) ulama sejak lama. Para ulama telah membahas kebolehan musik dan syarat-syarat musik atau syair yang dibolehkan dan sebagainya. Ketika kaum Muslimin di puncak peradaban Andalusia (abad ke-8 hingga abad ke-15) ada tradisi musik Islam di sana.

Saatnya kini para mahasiswa dan khususnya para ustaznya mau mempelajari dengan serius pemikiran dari tokoh-tokoh gerakan Islam lain. Anak-anak mahasiswa IMM atau PMII mau membaca serius buku-buku karya Taqiyuddin an Nabhani (pendiri Hizbut Tahrir) dan Hasan al Banna (pendiri Ikhwanul Muslimin). Para aktivis Hizbut Tahrir atau Ikhwanul Muslimin mau mengkaji saksama buku-buku Ahmad Dachlan, Wachid Hasyim, Mohammad Natsir, atau Mohammad Roem. Begitu pula para aktivis Salafi mau mempelajari buku-buku Hamka, Raja Ali Haji, tokoh-tokoh Ikhwan, atau Hizbut Tahrir.

Bila ini dilakukan, insya Allah gerakan mahasiswa Islam Indonesia akan menjadi 'leader' bagi arah Indonesia ke depan. Dan, bukan mustahil aktivis mahasiswa Islam Indonesia akan menjadi pemimpin bagi aktivis-aktivis mahasiswa Islam di seluruh dunia. Karena di belahan dunia lain pun terjadi kecenderungan gerakan mahasiswa yang kurang lebih sama dengan yang terjadi di Indonesia.

Tokoh-tokoh gerakan Islam itu adalah mutiara-mutiara Islam. Sayang bila kita hanya mengambil satu mutiara. Sedangkan sebenarnya kita bisa mengambil banyak mutiara untuk kita manfaatkan secara optimal. Apalagi sekarang di era 'kebebasan informasi', era internet. Saat kita bisa membaca buku-buku karya tokoh-tokoh itu hanya sekali klik dalam internet. Jadi, bagaimanapun para ustaz yang membatasi muridnya untuk mengkaji pemikiran gerakan-gerakan lain, ibaratnya sebenarnya seperti melarang seorang konsumen untuk memilih minuman yang terbaik baginya, ketika berkunjung ke supermarket. Tentu agar konsumen bisa memilih tepat minuman itu, ia harus dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang manfaat vitamin, kegunaan air bagi tubuh, dan
lain-lain.

Kita bisa mengambil pelajaran dari sejarah pemikiran atau kemajuan Barat. Mengapa mereka begitu melesat maju sekarang ini (terlepas kemajuan arahnya benar atau tidak)? Karena pemikir-pemikir Barat tidak fanatik buta terhadap pendapat pemikir-pemikir besar pendahulu mereka. Mereka meramu pemikiran Aristoteles, Plato, Aquinas, Hobbes, Adam Smith, Faucault, dan lain-lain. Mereka tidak mati-matian mempertahankan pendapat salah satu pemikir mereka, bila ditemui pemikir Barat lainnya yang lebih baik.

Akhirnya, ulama besar Hamka dalam Tafsir Al Azharnya, memberikan nasihat: "Berapa banyak kita banggakan sejarah, sedikit-sedikit sejarah kebesaran Islam, sejarah ulama Islam, sejarah kemenangan Islam. Dan semuanya itu memang benar, tetapi semuanya adalah bekas usaha umat yang telah lalu. Kalau mereka beroleh pahala dari usaha itu, tidaklah kita yang datang di belakang ini yang akan menerimanya. Kita hanya menerima bekas dari usaha kita sendiri. Adalah amat membosankan membangga-banggakan zaman yang telah lampau, dari usaha orang lain sehingga masa hanya habis dalam cerita, tetapi tidak dapat menunjukkan bukti dan usaha sendiri. Inilah penyakit umat yang telah masuk ke dalam lumpur. Kata pepatah ahli syair: "Orang muda sejati ialah yang berkata: Inilah Aku. Bukanlah orang muda sejati yang berkata: Bapakku dahulu begini dan begitu."

Kamis, 09 September 2010

Dari Kompas untuk Nurcholish Madjid


Dari Kompas untuk Nurcholish Madjid
Oleh: Nuim Hidayat*

Sore hari di Ramadhan ke-26 ini saya berkunjung ke toko Gramedia Depok. Memang sudah menjadi kebiasaan saya, bila ada waktu kosong, saya sering ke toko Gramedia atau TM Book Store Depok. Untuk membeli buku atau sekedar mengamati perkembangan buku atau untuk menikmati bacaan-bacaan gratis di sana.

Di Ramadhan terakhir ini saya kaget menemukan 5 buku yang nampaknya sengaja diterbitkan untuk menghidupkan kembali pemikiran Nurcholish Madjid dan menghantam fatwa MUI tentang Sepilis. Empat buku ditulis oleh pengikut setia Nurcholish, yaitu Budhy Munawar Rachman (penulis Ensiklopedi Nurcholosh Madjid), satu buku ditulis Ahmad Gaus AF. Buku Budhy berjudul : Argumen Islam untuk Pluralisme, Argumen Islam untuk Liberalisme, Argumen Islam untuk Sekulerisme dan Sekulerisme, Liberalisme dan Pluralisme. Sedangkan buku Ahmad Gaus AF berjudul Api Islam Nurcholish Madjid.

Empat buku Budhy diterbitkan Grasindo (kelompok penerbit Kompas) dan buku Ahmad Gaus diterbitkan penerbit Kompas. Buku Budhy diberi kata pengantar Dawam Raharjo, buku Ahmad Gaus oleh Yudi Latif.

Buku Api Islam Nurcholish Madjid telah dibedah pada 2 September 2010 lalu di Universitas Paramadina, dengan nara sumber (tertera dalam undangan) : Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta), Prof. Didik J. Rachbini (Ketua Yayasan Paramadina), Dr. Budhy Munawar-Rachman (Penyunting “Ensiklopedi Nurcholish Madjid”) dan Dr. Abd. Moqsith Ghazali (Peneliti The Wahid Institute).

Melihat buku-buku yang memuji-memuji Nurcholish yang saat ini nampaknya sengaja diproduksi besar-besaran terus terang saya tidak tertarik untuk membacanya. Karena lebih dari 17 tahun lalu saya sudah mengenal karya-karya Nurcholish. Ketika menjadi mahasiswa S1 di Institut Pertanian Bogor, saya sudah membaca beberapa buku Nurcholish. Sempat saya saat itu sedikit kagum terhadap tulisan Nurcholish bila bicara tentang ilmu, peradaban, sejarah, politik Indonesia dan lain-lain. Tapi bila ia bicara tentang hal-hal mendasar seperti masalah tauhid, Kristen, Yahudi dan lain-lain, Nurcholish kelihatan otaknya ‘tumpul’ terhadap keagungan aqidah Islam. Tidak banyak beda bila kita baca buku-buku Orientalis, kadang-kadang juga ada informasi-informasi yang menarik tentang ilmu pengetahuan, peradaban dan lain-lain.

Ketika saya masih mahasiswa IPB, saya beberapa kali mengikuti acara seminar besar di Universitas Indonesia. Salah satunya adalah seminar yang dinamakan ‘PEDATI’ (Percakapan Cendekiawan Tentang Islam). Saat itu kebetulan dalam sebuah sesi yang bicara adalah Nurcholish dan beberapa pembicara lain. Yang saya kaget, ketika selesai Nurcholish bicara, ia langsung ngeloyor pergi. Sehingga seorang wartawan senior berujar: “Tuh kan, dia pergi nggak mau dengar pembicara lain.”

Ternyata, hal yang sama saya saksikan terjadi berulang kali. Salah satunya adalah sebuah seminar di Universitas Paramadina. Kejadiannya hampir mirip, ia bicara ungkapkan pikirannya kemudian pergi. Ia akan bersemangat bicara dalam sebuah forum, bila ia sendiri yang bicara. Seperti saya saksikan (saat menjadi wartawan lapangan) ketika Jacob Oetama memberikan forum di Hotel Santika, menghadirkan Nurcholish sebagai pembicara tunggal.

Dari beberapa kali mengikuti langsung acara-acara Nurcholish, saya melihat nampaknya ada kesombongan dalam diri Nurcholish. Ia seperti tidak mau mendengar bila cendekiawan Islam Indonesia yang bicara. Mungkin ia anggap ilmunya masih kalah dengan para orientalis. Maka tak heran bila ia ceramah ia seringkali mengungkap pernyataan dan hipotesa-hipotesa orientalis. Meskipun dengan pintarnya seringkali hipotesa dari orientalis itu tidak kutip namanya. Hal itu terjadi misalnya bila ia bicara tentang fundamentalisme, fanatisme dan lain-lain (bila ia menulis kadang-kadang pendapat orientalis ia cantumkan namanya)..

Sehingga kemudian saya menjadi tidak tertarik sama sekali buku Nurcholish. Lebih baik saya banyak baca Syekh Yusuf Qaradhawi, Abul Ala al Maududi, Said Hawwa dan lain-lain yang banyak memberikan penguatan iman, ilmu dan semangat dakwah. Untuk masalah sejarah Indonesia, lebih baik membaca buku Mohammad Natsir, Hamka, Roem, Kasman, Saifuddin Zuhri, Endang Saefuddin Anshori dan tokoh-tokoh Islam yang sholeh lainnya.

Intelektual-intelektual pengagum Nurcholish baik yang bergelar profesor, doktor, master, sarjana muda atau yang tidak bergelar sebenarnya telah melupakan hal yang mendasar dalam membaca pemikiran Nurcholish. Ibaratnya mereka memelihara dan membangga-banggakan pohon besar yang sudah tercerabut akarnya. Untuk membaguskan pohon besar itu maka batang dan daun-daunnya agar tidak layu dicat ulang dengan warna-warni yang menarik.

Orang yang memahami ilmu tumbuhan tentu tahu, mana pohon, batang dan daun-daun yang benar dan mana pohon yang palsu. Itulah aqidah. Para ulama mengatakan bahwa aqidah ibarat akar. Sesuatu yang tidak nampak tapi ia menentukan hidup matinya sebuah pohon.

Para ulama ahlus sunnah wal jamaah, berdasarkan Al Quran dan Sunnah, telah sepakat bahwa selain agama Islam, tidak dirihai Allah dan tidak dapat masuk surga di kehidupan setelah mati nanti. Jadi kalau Nurcholish dan pengikutnya ngotak-ngatik akalnya mengatakan bahwa selain Islam diridhai Allah dan dapat masuk surga, jelas dalilnya tidak ada dalam Al Quran dan Sunnah. Dan tidak ada satupun ulama besar yang sholeh, dari dulu sampai dengan sekarang mendukung pendapat Nurcholish itu.

Yang mesti diingat bahwa selain Allah punya sifat Rahman dan Rahim, Allah juga tidak segan-segan mengazab makhluk dengan azab yang keras.Di dunia ini aja kita lihat manusia ada yang buta seumur hidup, ada yang meninggal kena tsunami, puluhan tahun kena penyakit kanker, penyakit ganti hati dan lain-lain. Apakah dengan fenomena seperti ini kita berani mengatakan Tuhan tidak adil dan tidak sayang kepada makhluk-Nya? Itu semua adalah rahasia Allah.

Maka, permasalahannya sekarang kita percaya Al Qur’an atau nggak. Bila percaya Al Qur’an yang dibawa Nabi Muhammad saw maka kita masuk golongan Islam. Bila tidak percaya, kita masuk golongan kafir. Dalam Al Qur’an, Allah sudah berjanji hanya menyayangi orang-orang yang benar mengabdi kepada-Nya, yaitu orang-orang Islam (sifat rahim Allah) di akherat nanti. Kita tahu, para Nabi semuanya Muslim. Tidak ada seorang pun Nabi yang membawa agama selain Islam.

Pengikut-pengikut Nurcholish telah melupakan bahwa misi Rasulullah Muhammad saw adalah menyebarkan Islam di muka bumi ini. Untuk menyebarkan Islam itu kadang Rasulullah berdebat dengan orang kafir, para pendeta, berdakwah, berjihad terus menerus dan lain-lain. Dan Rasulullah saw telah menyatakan bahwa :

“Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorang pun baik Yahudi maupun Nashrani yang mendengar tentang diriku dari umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, kecuali ia akan menjadi penghuni neraka.” (HR Muslim)

Anehnya, para pemuja Nurcholish tidak mengambil pelajaran dari kisah pernikahan anak perempuan Nurcholish dengan laki-laki Yahudi di New York, bahkan terus mengembangkan ide pernikahan beda agama dan sepilis. Tapi wajarlah Budhy Munawar Rachman, penulis empat buku itu memang saat ini sebagai Program Officer Islam and Develompment, Asia Foundation (AS). Dan anehnya Ahmad Gaus juga ikut-ikutan Budhy mempromosikan Nurcholish. Judul buku Gaus ‘Api Islam Nurcholish Madjid’ aja bisa dipersoalkan. Orang bisa bertanya: Bagaimana mungkin ada apinya (semangat) sementara aqidah Islamnya Nurcholish sudah rusak? Walhasil dibalik itu semua, memang ada raksasa rupa-rupanya di balik penerbitan buku-buku liberal ini.

* Dosen

Minggu, 05 September 2010

Gerakan



Gerakan

Busur panah tidak ada guna bila tidak bergerak ke sasarannya
Kumpulan air akan rusak bila terus menggenang
Itulah pesan agung Imam Syafii ke murid-muridnya

Matahari
Bumi
Planet
Manusia
Hewan

Tumbuhan bergerak dalam diamnya
Tumbuh
Sebagian berbunga dan berbuah

Manusia setiap hari bergerak
Bapak bergerak mencari nafkah
Ibu bergerak mengatur rumah
Orang tua bergerak bersama mendidik anak

Guru bergerak mendidik murid
Murid bergerak mencari ilmu
Guru dan murid bergerak menjadi orang shaleh

Gerakan guru dan murid membentuk organisasi
Membentuk sekolah
Membentuk kumpulan
Membentuk gerakan (harakah)

Dalam gerakan, murid berguru kepada gurunya
Gurunya berguru kepada gurunya

Gurunya murid kini bermacam-macam
Buku, internet, Koran, majalah, televisi
Tapi ia mesti punya guru manusia
Guru yang berilmu
Guru yang berakhlak mulia

Malanglah murid yang mendapat guru yang bodoh
Yang mengondisikan murid menjadi bodoh
Yang mengajarkan murid tidak boleh lebih pintar dari dirinya
Yang mengatakan dialah satu-satunya guru yang hebat

Padahal di luar sana banyak guru yang hebat-hebat pula

Bahagialah murid yang peroleh guru yang pintar dan shaleh
Ia memberikan ilmu
Ia memberikan teladan
Ia mengharap murid lebih hebat dari dirinya
Ia menyatakan :
Di luar sana banyak guru-guru yang hebat belajarlah pada mereka

Bila guru hebat
Murid menjadi hebat
Mereka bersama membuat gerakan hebat

Gerakan yang tidak kenal lelah mencari ilmu
Gerakan yang terus menerus menyebar ilmu
Gerakan yang senantiasa meningkatkan kualitas ilmu dan amalnya

Memberi terang kepada sesama
Memberi gairah kepada sahabatnya

Gerakan itu tidak akan mewujud
Bila ia masih menyimpul :
‘Yang penting organisasinya hebat
Meski individu-individunya tak hebat lagi’

Rasulullah saw memberi ajar:
Membentuk orang-orang shaleh yang hebat
Selama 23 tahun

Setelah itu terbentuklah organisasi hebat
Madinatul Munawwarah
Kota yang Bercahaya

Lahir tokoh hebat Abu Bakar as Shiddqi, pemimpin yang lembut dan tegas
Pebisnis, cendekiawan dan pemimpin perang

Muncul pemimpin pemberani Umar bin Khattab
Penguasa lebih dari ’10 negara’
Dari Mekkah sampai Palestina

Terbit Utsman bin Affan, Pemimpin dan cendekiawan Islam
Membukukan dan memperbanyak penyebaran Kitab Suci

Lahir Sayyidina Ali
Pemimpin teladan sepanjang zaman
Kata-katanya menggerakkan

Guru Jalaluddin as Suyuthi
Telah membukukan orang-orang hebat ini
Dalam bukunya ‘Tarikhul Khulafa’

Kita perlu belajar dari
Guru Imam Bukhari
Guru Imam Syafii
Guru Ibnu Taimiyyah
Guru Hasan al Banna, Sayyid Qutb
Guru Taqiyuddin an Nabhani
Guru Abul A’la al Maududi
Guru Shalih Utsaimin
Guru Abdullah Azzam
Guru Tjokroaminoto, Wachid Hayim, Ahmad Dachlan
Guru Agus Salim, Natsir, Rasjidi, Kasman, Syafruddin

Dan guru-guru yang berilmu dan shaleh saat ini
Tanpa guru kita hampir-hampir tidak berilmu*
(21 Ramadhan 1413H, Nuim)

Musik



Musik

Haram
Bid’ah
Mubah

Termasuk dalam jenis ‘lagha’
Mengganggu pembacaan al Qur’an

Sesuai dengan fitrah manusia
Hati manusia kadang senang bunyi-bunyian
bunyi kodok
bunyi burung
bunyi tepuk tangan
bunyi piring pecah
bunyi tokek

Hati manusia mesti konsentrasi
Mendengarkan makna lafaz-lafaz dari Sang Maha Pencipta
Sang Maha Penyusun Lafaz Terindah
Penyusun Teks Abadi

Sang Maha Kreasi Warna
Warna biru putih langit
Warna hijau merah kuning daun
Warna merah putih bunga

Sang Maha Pencipta bunyi
Bunyi bayi menangis
Bunyi hewan
Bunyi jantung berdetak
Bunyi manusia tidur mengorok

Andalusia: Sevilla,Granada, Cordova, Toledo
Ketika peradaban Islam di puncaknya
Ada tadisi musik di sana

Raihan, Bimbo, Opick, Izzatul Islam
Mengajarkan kata
Mengajar bunyi adalah
sabil, ayat, wasilah
Menuju Sang Maha Pencipta sebenarnya

Maka Rasulullah membolehkan Siti Aisyah untuk menonton bunyi-bunyian*

(21 Ramadhan 1431H, Nuim)

Bahasa



Bahasa

Bayi berkata diajari ibunya
Diajari kawan-kawan sepermainannya

Ketika dewasa ia menangkap makna
Makna sebuah benda
Makna sebuah peristiwa
Semua didapat dari bahasa ibunya

Beruntunglah ibu yang faham kitab sucinya
Ia mengajari bayi bukan hanya bahasa
Tapi juga penggunaannya
Agar selaras dengan yang Membuat Karya bernyawa

Kini di negeri kita
Bahasa ibu menjadi hina
Karena membanggakan language di luar sana
Sehingga bahasa tidak menangkap makna
Tapi hanya untuk bergaya-gaya

Malanglah nasib sebuah bangsa
Yang tidak hormat bahasa ibunya
Dan tidak kenal kitab suci sebenarnya
Orang-orangnya diperhina
Oleh orang-orang di luar sana
Tapi ia bangga dan merasa dirinya mulia

Singapura
Malaysia
Resah para ilmuwan melayunya
Bahasa ibu tidak lagi jadi
Kebanggaan anak-anak mudanya

Jepang
Jerman
Cina
Orang-orang yang bangga
Dengan bahasa ibunya
Tapi sayang
Ia tak kenal bahasa jernih dan suci dari Tuhannya*

(22 Ramadhan 1431H, nuim).

Kata


Kata

Lafaz
Kalimat
Istilah
Bahasa
Sastra

Kisah
Cerita
Puisi
Berita
Essai
Artikel
Kolom
Buku

Dari mana asal kata
Dari otak manusia
Dari mana otak berfikirnya
Karena ada indera

Karena ada ilmu sebelumnya

Dari mana ilmu, kalimat, kata
Dari guru, buku, media
dari orang-orang sebelumnya
dari orang-orang sebelum-sebelumnya
dari manusia pertama

dari mana nabi Adam peroleh ilmu pertamanya
dari Allah yang menciptakannya
‘Wallama aadamal asmaa’a kullaha’
Dan Allah telah mengajarkan Adam nama-nama/kata-kata/ilmu semuanya

Tak percaya nabi Adam manusia pertama
Tak yakin Allah pencipta ilmu pertama dan seterusnya
Tak yakin Allah pencipta otak manusia

Kebodohan berlipat ganda
Bisa dikata bukan manusia
Bila percaya adanya kata:
orang itu mencipta sendiri otaknya

(21 Ramadhan 1431 H, nuim).

Sabtu, 04 September 2010

Guru


Guru

Digugu dan ditiru
Didengarkan kata-katanya dan ditiru tingkah lakunya

Tapi kini tidak lagi banyak guru lagi
Yang ada adalah teacher

Mengajar kemudian pergi
Memberi pengetahuan kemudian meninggalkan

Murid berakhlak buruk bukan salah teacher
Murid tiap hari pacaran salah sendiri
Murid 10 jam sehari main game dibiarkan

Teacher tidak mau tahu
Karena tugasnya bukan itu
Ia hanya mau siswa-siswanya bisa jawab soal
Dapat nilai bagus dan setelah itu pulang
Bila nilai siswa jelek salah sendiri
Kenapa tidak ambil bimbingan belajar di luar

Teacher tidak tahu orang tua siswa
Siswa tidak tahu isi rumah teacher

Otak anak diisi
Jiwa anak dikosongi

Otak dan jiwa
Ibarat bumi dan langit
Langit butuh bumi
Bumi butuh langit

Bila yang satu merana
Yang kedua berduka

Dan kini siswa berduka
Karena teacher kehilangan jiwa *

(22 Ramadhan 1431H, nuim).

Murid


Murid



Orang yang berkemauan

Orang yang bercita-cita



Orang-orang yang berkehendak lebih baik

Orang yang bercita-cita tinggi



Kata itu dari ahli bahasa, ahli ilmu

Dari ulama

Araada - Yuriidu - Muriidan



Kini nasib murid mengenaskan

Ia diganti siswa



Karena taman siswa Ki Hajar Dewantoro



Bukan karena taman murid

Bukan karena taman ilmu

Achmad Dahlan, Wachid Hasyim, Buya Hamka, Mohammad Natsir, Tjokroaminoto

Nuruddin ar Raniri atau Raja Ali Haji



Maka dibentuklah OSIS

Organisasi Siswa Intra Sekolah

Mengganti kumpulan murid

Pelajar Islam Indonesia



Karena murid adalah lafaz Arab

Siswa kata Sanskerta

OSIS adalah umum

Kumpulan murid Islam eksklusif



Bergurulah bahasa kepada Gorrys Keraf dan A Teeuw

Jangan menjadi murid Raja Ali Haji, Nuruddin ar Raniri atau Tjokroaminoto



Itulah pesan guru kepada siswa



Tidak ada

Tidak membekas

Pesan guru kepada murid

Bila murid telah tiada *



(21 Ramadhan 1431H, Nuim)