Selasa, 23 November 2010

Nasib Bahasa Indonesia


Nasib Bahasa Indonesia
Oleh: Nuim Hidayat
(Litbang Sekolah Alam dan Sains Al Jannah dan Kepala Sekolah SMA Pesantren Husnayain)

Di Tanah air kini bermunculan SMP dan SMA internasional. Sekolah-sekolah menengah internasional ini memungut bayaran yang mahal, puluhan juta dan kelebihannya terutama hanya satu yaitu menggunakan bahasa Inggris dalam berbagai mata pelajarannya. Perlu didukung atau dihentikankah tren seperti ini?

Kita faham bersama bahwa bahasa adalah alat untuk menyampaikan suatu makna benda atau peristiwa. Bila dua orang atau lebih berkomunikasi, menggunakan sebuah bahasa, mereka saling paham, maka telah cukuplah fungsi bahasa itu. Bahasa bukan untuk bergaya-gaya atau menghegemoni suatu komunitas/bangsa ke bangsa lain. Raja Ali Haji, ulama besar dan ahli bahasa Melayu menyatakan bahwa tujuan belajar bahasa adalah untuk makrifat kepada Allah, Sang Pencipta.

Terjebak Gelar


Terjebak Gelar

Oleh: Nuim Hidayat

“Niat adalah tujuan seseorang dengan hatinya terhadap sesuatu yang dia kehendaki untuk dikerjakannya” (Sulaiman al Asyqar mengutip al Qurafi)

Untuk menjayakan sebuah bangsa, maka para ahli sepakat bahwa lewat pendidikan lah jalan utamanya. Bukan lewat ekonomi, politik, budaya dan lain-lain. Karena bangsa terdiri dari masyarakat, sedangkan mayarakat terdiri dari individu-individu, maka perubahan bangsa dimulai dengan mengubah individu itu. Perubahan individu adalah dimulai dengan mengubah akal dan jiwanya. Perubahan akal dan jiwa, tidak lain tidak bukan mesti lewat pendidikan.

Semakin maju dan benar pendidikan sebuah bangsa, maka bangsa itu akan mengalami kejayaan. Semakin terpuruk dan salah dalam arah pendidikan bangsa, maka bangsa itu akan terus mengalami terpurukan. Mengalami lingkaran setan masalah yang membelit, mulai dari kerakusan ekonomi, kerakusan jabatan, kerakusan politik dan berbagai kerakusan-kerakusan duniawi lainnya.

Senin, 25 Oktober 2010

Tauhid, Hamka, dan Al Qur’an (Renungan untuk Syafii Maarif dan kita semua)


Tauhid, Hamka, dan Al Qur’an
(Renungan untuk Syafii Maarif dan kita semua)


Ada sebuah hadis yang sahih, dirawikan dari Abd bin Humaid dari ar Rabi’ bin Anas...bahwa seketika (suatu ketika) orang bertanya kepada Rasulullah, tentang siapa yang dimaksud dengan orang-orang yang sesat. Lalu Rasulullah menjawab:”Yang dimaksud dengan orang-orang yang dimurkai ialah Yahudi dan yang dimaksud orang-orang yang sesat ialah Nasrani.” (Hamka, Tafsir Al Azhar, Juzu’1:93)


Begitulah Buya Hamka menafsirkan surat al Fatihah ayat 7, yang berbunyi: “Jalan orang-orang yang Engkau kurniai nikmat atas mereka, bukan (jalan) orang-orang yang telah dimurkai atas mereka dan bukan jalan orang-orang sesat.”


Jadi, kalau kita ingin melihat pendapat Hamka tentang Kristen, Yahudi dan agama-agama lain selain Islam, alangkah adilnya bila kita melihat pendapat Hamka kepada ayat-ayat yang lain. Sebagaimana kalau kita ingin melihat tafsir Al Qur’an pada suatu kata, alangkah kelirunya bila kita main cuplik satu dua ayat, tapi tidak mau melihat ayat-ayat lainnya.



Sudah lama kalangan pluralis (Islam liberal) menjadikan surah Al Baqarah ayat 62 dan Al Maidah ayat 69 sebagai senjata mereka untuk membela bahwa agama-agama lain di luar Islam bukan jalan yang sesat. “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al Maidah : 69). Ayat hampir sama terdapat pula dalam surat Al Baqarah ayat 62.



Mereka beralasan, bahwa disitu hanya disebut kalimat “beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh”, sebagai syarat untuk masuk surga. Tidak disebut disitu kalimat “beriman kepada Nabi Muhammad” sebagai syarat untuk jalan keselamatan.



Cara penafsiran seperti ini sebenarnya sangat aneh, kalau tidak mau dikatakan ngawur. Karena ada beberapa ayat yang hanya menyebut beriman kepada Allah dan hari kemudian, tapi ada kaitannya dengan iman kepada Rasul. Dalam surat al Ahzab dinyatakan: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. 33:21). “Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha terpuji.” (QS. 60:6).



Selain itu banyak ucapan Rasulullah saw. yang terkenal hanya menyebutkan iman kepada Allah dan hari Akhir. Misalnya: “Barangsiapa iman kepada Allah dan hari Akhir, maka hormatilah tamunya.” Ada pula: “Barangsiapa iman kepada Allah dan hari Akhir, maka hormatilah tetangganya.” Bagaimana Anda menafsirkan hadits seperti ini?





Selain itu ayat-ayat Al Qur’an untuk menyebut masalah keimanan –termasuk iman kepada Nabi Muhammad saw—kadang-kadang hanya menyebut iman saja, kemudian iman kepada Allah saja, iman kepada hari kiamat, iman kepada Rasul dan kadang menyebut lengkap rukun iman (selain iman kepada takdir yang disebut dalam hadits Rasulullah saw.). “Rasul telah beriman kepada al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul -Nya. (Mereka mengatakan):"Kami tidak membeda-bedakan antara seserangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan:"Kami dengar dan kami ta'at". (Mereka berdoa):"Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". (QS. Al Baqarah 285)



Terus bagaimana kaum pluralis memahami ayat di bawah ini. Yaitu dalam surat al Maidah disini hanya menyebut “Hai orang-orang yang beriman”, siapakah yang dimaksud di situ apakah orang Islam saja atau orang-orang non Islam juga? Firman Allah swt: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. 5:51). Juga firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. 2:153). Ratusan ayat al Qur’an yang menyebut iman –yang maknanya Islam ini—dengan lafadz “aamanu” saja.





Agama Tauhid



Dalam Al Qur’an dan Hadits telah dijelaskan secara gamblang, bahwa seluruh agama Nabi dan Rasul adalah Islam. Maknanya tidak satu nabi pun beragama Nasrani, Yahudi, Majusi atau lainnya. Hadits Rasulullah saw : “Kami semua nabi-nabi, agama kami sama, aku orang yang paling dekat kepada putera Maryam, karena tidak ada satu pun nabi antara aku dan dia.” (HR Bukhari-Muslim). “Nabi-nabi adalah bersaudara, agama mereka satu, meskipun ibu-ibu mereka berlainan.” (Lebih lanjut lihat buku “Tren Pluralisme Agama” karya Dr. Anis Malik Thoha, GIP, 2005. Buku ini mendapat penghargaan sebagai karya ilmiah terbaik “Ismail al Faruqi Publications Award” dari IIUM, Kuala Lumpur).



Firman Allah swt: “Ketika Tuhan-nya berfirman kepadanya:"Tunduk patuhlah (Islam lah)!" Ibrahim menjawab:"Aku tunduk patuh (berislam) kepada Tuhan semesta alam.Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'kub. (Ibrahim berkata):"Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam. Adakah kamu hadir ketika Ya'kub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya:"Apa yang kamu sembah sepeninggalku". Mereka menjawab:"Kami akan menyembah Tuhan-mu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Isma'il, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya menjadi Muslim (tunduk kepada-Nya)". (QS. 2:131-133).



Jadi jelas disitu, Islam adalah agama nabi Ibrahim. Juga Islam adalah agama nabi-nabi bani Israil lainnya. “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat didalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah (Muslim)...” (QS. Al Maidah 44).



“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Israil) berkatalah dia:"Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah" Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab:"Kamilah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri (Muslim)”. (QS. Ali Imran 52).



Karena itu Syekh Ibn Arabi menyatakan: “Syariat-syariat semuanya adalah cahaya, dan syariat Muhammad saw. diantara cahaya-cahaya ini ibarat seperti cahaya matahari di antara cahaya bintang-bintang. Ketika matahari muncul reduplah cahaya-cahaya bintang-bintang tersebut dan terserap kedalam cahaya matahari. Maka sirnanya cahaya-cahaya tersebut ibarat dinaskhnya syariat-syariat dengan syariat Muhammad saw. dengan tetap eksisnya hakikat syariat-syariat tersebut, sebagaimana tetap eksisnya cahaya bintang-bintang. Oleh karena itu kita diwajibkan mengimani semua rasul. Dan semua syariat mereka adalah benar, dan tidak dinaskh karena batal atau salah sebagaimana yang diduga orang-orang bodoh. Maka semua jalan (syariat) mengacu pada jalan (syariat)nya Nabi saw. Seandainya para rasul hidup pada zamannya (Nabi Muhammad saw.) niscaya mereka akan mengikutinya sebagaimana syariat mereka mengikuti syariatnya.”



Walhasil, karena Yahudi dan Nashrani tidak mengakui kenabian Nabi Muhammad saw, maka batallah keimanan mereka. Tidak mungkin sama antara orang-orang yang mempercayai kenabian Nabi Muhammad dengan yang tidak mempercayai, bahkan melecehkannya. Allah Maha Pengampun sekaligus Maha Keras Siksaan-Nya. Lihatlah contoh di dunia ini, tidak semua orang tampan, tidak semua orang punya mata dan tidak semua orang kaya. Keadilan Allah tidak bisa kita ukur dengan akal semata di dunia ini. Keadilan Allah akan terbukti di akherat nanti. Wallahu aziizun hakiim.* (Dipetik dari buku ane, Imperialisme Baru).

Karya Klasik yang Perlu Dikaji Seksama


Judul : Islam dan Sekularisme
Penulis : Syed Muhammad Naquib Al-Attas
Penerbit : PIMPIN Bandung dan ATMA-UKM Bangi
Tahun: 2010 (Cetakan Pertama 1978)
Hal : 242 + xxx

Karya Klasik yang Perlu Dikaji Seksama


Suatu ketika di tahun 70-an di sebuah kampus Malaysia, terjadi dialog kecil antara dua orang profesor ahli sastra Melayu. Prof Syed Muhammad Naquib al Attas dan Prof Sutan Takdir Alisjahbana. Sutan Takdir, seorang pengagum Barat, menantang Alatas untuk membuktikan keberadaan Tuhan. “Saya beri waktu 20 detik, kalau Tuhan itu ada, cabut nyawaku,”kata Takdir. Alatas berdiam sejenak, kemudian menjawab: “Kalau Tuhan tunduk kepada kehedakmu, maka ia bukan Tuhan, ia budakmu. Tuhan berkehendak sendiri kapan Dia mau mencabut nyawamu dan kamu tidak akan bisa menolaknya.”

Sampai disitu, kisah dialog yang diceritakan kembali oleh Prof Wan Mohd Nor Wan Daud kepada hadirin saat peluncuran buku “Islam dan Sekularisme” karya Prof Naquib al Attas (penerjemah Dr Khalif Muammar), pada 7 Agustus 2010 lalu, di Aula Masjid Ukhuwah Islamiyah,Universitas Indonesia. Selain dikaji secara serius di UI Depok dengan beberapa intelekual Muslim, buku klasik itu juga didiskusikan di Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Buku Islam and Secularism karya sang jenius ini –julukan yang diberikan Fazlur Rahman kepada Naquib Alatas—telah diterjemahkan para cendekiawan Muslim ke dalam bahasa mereka, seperti bahasa Indonesia, Persia, Turki, Bosnis, Urdu, Tamil, Kosovo dan Arab. Karya agung ini, menurut Guru Besar Institut Alam dan Tamadun Melayu-Universiti Kebangsaan Malaysia, Prof Wan Daud: “adalah sebuah karya agung kulli, sejagat atau universal, karena seluruh isi kandungannya membincangkan dan menganalisa perkara-perkara paling asas dalam kebudayaan Barat dan agama Islam. Pendekatannya sekaligus ilmiah dengan hujjah yang kukuh dan dalil yang mengagumkan. Pendekatannya juga bersifat amaliah bila merencanakan perubahan kurikulum dan penubuhan institusi pengajian tinggi sebagai wahana paling strategis untuk mengembalikan kekuatan dan kemajuan umat Islam sedunia. Malah, bagian lampiran yang meringkaskan tahap-tahap dan daya pengislaman Alam Melayu mempunyai kaidah pengkajian dan penilikan yang dapat digunakan untuk memahami hakikat yang sama di daerah-daerah lain. Ciri-ciri yang terdapat pada karya ini secara langsung dapat difahami golongan Islam berpendidikan di seluruh dunia.”

Pemikiran dalam bab kelima buku ini, yaitu tentang “Dewesternisasi Ilmu”, menurut Alatas telah banyak membantu terlaksananya Konferensi/Persidangan Dunia Pertama tentang Pendidikan Islam yang diselenggarakan di kota Makkah pada tahun 1977. “Substansi Bab V buku ini diterbitkan dalam bahasa Inggris dan bahasa Arab dan dibacakan sebagai seuah ucapan dasar (Keynote Adress) dalam sesi umum. Pada tahun 1980, penjelasan terhadap beberapa paragraf dari bab tersebut yang berkaitan dengan konsep Pendidikan dalam Islam dibentangkan dan dibacakan dalam Persidangan Dunia Kedua tentang Pendidikan Islam yang diselenggarakan di kota Islamabad pada awal tahun yang sama,”jelas Prof Alatas dalam pengantarnya (hal. xxiv).

Dalam pembahasan tentang ‘penafibaratan’ ilmu ini ahli pemikiran Islam dan Barat ini, memulainya engan perkataan : “Telah banyak tantangan yang muncul di tengah-tengah kekeliruan manusia sepanjang sejarah, tetapi barangkali tidak ada yang lebih serius dan lebih merusak terhadap manusia daripada tantangan yang dibawa oleh peradaban Barat hari ini. Saya berani mengatakan bahwa tantangan terbesar yang muncul secara diam-diam di zaman kita adalah tantangan ilmu, sesungguhnya bukan sebagai lawan kejahilan, tetapi ilmu yang difahami dan disebarkan ke seluruh dunia oleh peradaban Barat; hakikat ilmu telah menjadi bermasalah karena ia telah kehilangan tujuan hakikinya akibat dari pemahaman yang tidak adil. Ilmu yang seharusnya menciptakan keadilan dan perdamaian, justru membawa kekacauan dalam kehidupan manusia; ilmu yang terkesan nyata, namun justru menghasilkan kekeliruan dan skeptisisme, yang mengangkat keraguan dan dugaan ke derajat ‘ilmiah’ dalam hal metdologi serta menganggap keraguan (doubt) sebagai sarana epistemologis yang paling tepat untuk mencapai kebenaran.”

Maka, bila Samuel Huntington pada awal tahun 1990-an menggemparkan dunia dengan teori the Clash of Civilizations, maka Naquib al-Attas lebih awal lagi tahun 70-an, telah menguraikan gagasan yang lebih mendalam, lebih intelektual dan spiritual dengan menyebutnya sebagai : “the perpetual clash of worldviews between Islam and the West.”

Selain mengungkap tentang pandangan alam Islam vs Barat, kesalahan-kesalahan mendasar tentang ilmu di Barat dan keunggulan ilmu dalam pandangan Islam, Prof Alatas juga mengupas secara tajam hal-hal penting yang perlu diketahui para kaum terpelajar dalam usaha membangkitkan umat ini. Dengan rujukan-rujukan klasik baik dari Barat dan Islam, ia mengupas jernih satu persatu topik tentang Latar Belakang Kristen Barat Masa Kini, Sekular-Sekularisasi-Sekularisme dan Islam Faham Agama dan Asas Akhlak.* (Nuim Hidayat, Lihat Islamia Republika, 21 Oktober 2010)

Kamis, 23 September 2010

Senin, 20 September 2010

Kepada Para Aktivis Mahasiswa Islam


http://koran.republika.co.id/koran/24
Sabtu, 18 September 2010 pukul 15:54:00

Menyoal Aktivis Islam

Oleh: Nuim Hidayat (Mantan Aktivis Hizbut Tahrir)

"Mereka yang mendengarkan perkataan, lalu mengikuti yang terbaik. Mereka itulah yang Allah beri petunjuk dan mereka itulah Ulil Albab." (QS Az-Zumar 18).

Bila kita cermati, saat ini para aktivis mahasiswa Islam terkotak-kotak dan mayoritas cenderung fanatik terhadap organisasi atau gerakannya. Aktivis HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), misalnya, bangga berlebihan terhadap kelompoknya dan 'hanya' menjadikan Taqiyuddin an Nabhani sebagai rujukan utama pembinaannya.

Begitu juga, aktivis mahasiswa Ikhwanul Muslimin di Indonesia--yang sebagian besar menginduk pada Partai Keadilan Sejahtera. Mereka sudah merasa cukup bila sudah dibina dengan kitab-kitab dari Hasan al Banna atau tokoh Ikhwan lainnya. Hal yang sama terjadi pada gerakan Salafi Wahabi atau Salafi Haraki. Gerakan-gerakan yang sangat ketat dalam berpedoman pada Alquran dan sunah dan cenderung 'mengesampingkan' ijtihad. Gerakan Salafi Wahabi lebih banyak berfokus pada hal-hal bid'ah dan sunah. Buku yang menjadi rujukan utamanya adalah karya Nashirudin al Albani. Sedangkan gerakan Salafi Haraki banyak berkutat pada solidaritas dunia Islam karena penjajahan fisik Amerika dan sekutunya. Buku yang menjadi pedoman utamanya adalah karya Sayid Qutb dan Abdullah Azzam.

Pergerakan mahasiswa di Muhammadiyah (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) atau Nahdhatul Ulama (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) kurang lebih sama. Di PMII cenderung menjadikan Gus Dur sebagai rujukan utama dan sebagian condong ke 'Islam Liberal'. Gerakan KH Wachid Hasyim tidak menjadi inspirasi utama mahasiswa-mahasiswa PMII. Situasi yang sama mirip dengan mahasiswa IMM.Gerakan KH Ahmad Dahlan belum menjadi teladan sentral dalam gerakan IMM, meski kini dicoba dengan membuat film dan memperbanyak buku tentangnya. Mahasiswa-mahasiswa Muhammadiyah cenderung terpecah-pecah sumber gerakannya dan sebagian ada yang terjangkit 'liberal'.

Gerakan-gerakan mahasiswa tahun 80-90-an, menurut penulis, cenderung lebih terbuka dan intelektual daripada saat ini. Diperlakukannya NKK-BKK, ketika mahasiswa tidak boleh terlibat dalam politik praktis, menjadi berkah bagi mahasiswa untuk fokus pada kajian keislaman yang lebih serius. Saat itu buku-buku dari IIFSO, yang banyak terinspirasi Mohammad Nastir, menjadi rujukan banyak aktivis mahasiswa Islam. Buku-buku Sayyid Qutb, Yusuf Qaradhawi, Abul Ala Maududi, Ali Syariati menjadi kajian-kajian serius di kalangan mahasiswa dan menimbulkan semangat 'militansi' yang hebat untuk melawan imperialisme/pemikiran Barat. Begitu pula buku-buku karya Mohammad Natsir, Deliar Noer, Rasjidi menjadi kajian penting dalam membentuk perspektif perjuangan mahasiswa Islam di Indonesia.

Semangat membentuk dan memperbaiki masyarakat Islam yang 'modern' menjadi dambaan dan tujuan mahasiswa. Hampir tidak ditemui saat itu aktivis mahasiswa yang gampang membid'ahkan masyarakat atau aktivis mahasiswa yang menutup telinga bila yang ceramah bukan dari harakahnya.

Kini banyak ditemui aktivis mahasiswa Islam yang 'kaku' dalam pemikiran. Memang mereka tidak bisa disalahkan sepenuhnya, karena yang membuat mereka demikian adalah para guru/ustaz yang mengajarinya. Para ustaz mereka ada yang hanya membolehkan membaca buku-bukunya atau buku-buku yang seide dengan ustaz itu (guru-gurunya). Bila ada buku lain yang bertentangan atau mengkritik pemikiran ustaz itu, ustaz tersebut melarang muridnya untuk membacanya. Ada sebuah kejadian, seorang aktivis memarahi penjual buku yang memajang buku Syekh Yusuf Qaradhawi di lapaknya. Dikatakan bahwa Qaradhawi itu hanya menggunakan akalnya dalam bukunya. "Kurang nyunnah" istilahnya atau "Ia kan bukan ahli hadis", begitu biasanya aktivis Salafi Wahabi berucap. Penulis temui pula ada sebuah kelompok harakah yang melarang aktivis mahasiswanya mendengarkan ceramah beberapa ustaz (ahli dalam pemikiran Islam), hanya karena para ustaz itu tidak masuk dalam kelompok harakah mereka.

Sehingga, kini banyak ditemui mahasiswa yang jumud terhadap pemikiran atau gerakan-gerakan Islam. Mereka hanya tahu pemikiran dan gerakannya. Tidak memahami dan mencoba mencari tahu apa yang terjadi pada gerakan Islam lain.

Bila ditelaah secara mendalam, kecenderungan gerakan saat ini yang 'ashabiyahnya sangat tinggi' ini adalah sangat mengkhawatirkan. Para ustaz dari Timur Tengah yang banyak tidak paham sejarah penyebaran Islam atau gerakan Islam di Indonesia banyak yang gegabah mengajari mahasiswa atau santrinya sejak awal bid'ah dan sunah. Bukan mengajari mereka bagaimana menjaga akidah Islam yang kokoh di tengah serbuan liberalisme saat ini, bagaimana perjuangan Islam yang tepat di Indonesia, bagaimana memperbaiki masyarakat Islam Indonesia, bagaimana membentuk peradaban Islam di Indonesia, dan lain-lain. Sehingga, yang terjadi sebenarnya adalah gerakan setback ke belakang, yang meributkan kembali hal-hal fikih yang furu'. Tidak sedikit sekarang aktivis Islam yang mengharamkan musik, maulid, organisasi politik, dan lain-lain. Padahal, masalah-masalah seperti ini telah dibahas (diperdebatkan) ulama sejak lama. Para ulama telah membahas kebolehan musik dan syarat-syarat musik atau syair yang dibolehkan dan sebagainya. Ketika kaum Muslimin di puncak peradaban Andalusia (abad ke-8 hingga abad ke-15) ada tradisi musik Islam di sana.

Saatnya kini para mahasiswa dan khususnya para ustaznya mau mempelajari dengan serius pemikiran dari tokoh-tokoh gerakan Islam lain. Anak-anak mahasiswa IMM atau PMII mau membaca serius buku-buku karya Taqiyuddin an Nabhani (pendiri Hizbut Tahrir) dan Hasan al Banna (pendiri Ikhwanul Muslimin). Para aktivis Hizbut Tahrir atau Ikhwanul Muslimin mau mengkaji saksama buku-buku Ahmad Dachlan, Wachid Hasyim, Mohammad Natsir, atau Mohammad Roem. Begitu pula para aktivis Salafi mau mempelajari buku-buku Hamka, Raja Ali Haji, tokoh-tokoh Ikhwan, atau Hizbut Tahrir.

Bila ini dilakukan, insya Allah gerakan mahasiswa Islam Indonesia akan menjadi 'leader' bagi arah Indonesia ke depan. Dan, bukan mustahil aktivis mahasiswa Islam Indonesia akan menjadi pemimpin bagi aktivis-aktivis mahasiswa Islam di seluruh dunia. Karena di belahan dunia lain pun terjadi kecenderungan gerakan mahasiswa yang kurang lebih sama dengan yang terjadi di Indonesia.

Tokoh-tokoh gerakan Islam itu adalah mutiara-mutiara Islam. Sayang bila kita hanya mengambil satu mutiara. Sedangkan sebenarnya kita bisa mengambil banyak mutiara untuk kita manfaatkan secara optimal. Apalagi sekarang di era 'kebebasan informasi', era internet. Saat kita bisa membaca buku-buku karya tokoh-tokoh itu hanya sekali klik dalam internet. Jadi, bagaimanapun para ustaz yang membatasi muridnya untuk mengkaji pemikiran gerakan-gerakan lain, ibaratnya sebenarnya seperti melarang seorang konsumen untuk memilih minuman yang terbaik baginya, ketika berkunjung ke supermarket. Tentu agar konsumen bisa memilih tepat minuman itu, ia harus dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang manfaat vitamin, kegunaan air bagi tubuh, dan
lain-lain.

Kita bisa mengambil pelajaran dari sejarah pemikiran atau kemajuan Barat. Mengapa mereka begitu melesat maju sekarang ini (terlepas kemajuan arahnya benar atau tidak)? Karena pemikir-pemikir Barat tidak fanatik buta terhadap pendapat pemikir-pemikir besar pendahulu mereka. Mereka meramu pemikiran Aristoteles, Plato, Aquinas, Hobbes, Adam Smith, Faucault, dan lain-lain. Mereka tidak mati-matian mempertahankan pendapat salah satu pemikir mereka, bila ditemui pemikir Barat lainnya yang lebih baik.

Akhirnya, ulama besar Hamka dalam Tafsir Al Azharnya, memberikan nasihat: "Berapa banyak kita banggakan sejarah, sedikit-sedikit sejarah kebesaran Islam, sejarah ulama Islam, sejarah kemenangan Islam. Dan semuanya itu memang benar, tetapi semuanya adalah bekas usaha umat yang telah lalu. Kalau mereka beroleh pahala dari usaha itu, tidaklah kita yang datang di belakang ini yang akan menerimanya. Kita hanya menerima bekas dari usaha kita sendiri. Adalah amat membosankan membangga-banggakan zaman yang telah lampau, dari usaha orang lain sehingga masa hanya habis dalam cerita, tetapi tidak dapat menunjukkan bukti dan usaha sendiri. Inilah penyakit umat yang telah masuk ke dalam lumpur. Kata pepatah ahli syair: "Orang muda sejati ialah yang berkata: Inilah Aku. Bukanlah orang muda sejati yang berkata: Bapakku dahulu begini dan begitu."

Kamis, 09 September 2010

Dari Kompas untuk Nurcholish Madjid


Dari Kompas untuk Nurcholish Madjid
Oleh: Nuim Hidayat*

Sore hari di Ramadhan ke-26 ini saya berkunjung ke toko Gramedia Depok. Memang sudah menjadi kebiasaan saya, bila ada waktu kosong, saya sering ke toko Gramedia atau TM Book Store Depok. Untuk membeli buku atau sekedar mengamati perkembangan buku atau untuk menikmati bacaan-bacaan gratis di sana.

Di Ramadhan terakhir ini saya kaget menemukan 5 buku yang nampaknya sengaja diterbitkan untuk menghidupkan kembali pemikiran Nurcholish Madjid dan menghantam fatwa MUI tentang Sepilis. Empat buku ditulis oleh pengikut setia Nurcholish, yaitu Budhy Munawar Rachman (penulis Ensiklopedi Nurcholosh Madjid), satu buku ditulis Ahmad Gaus AF. Buku Budhy berjudul : Argumen Islam untuk Pluralisme, Argumen Islam untuk Liberalisme, Argumen Islam untuk Sekulerisme dan Sekulerisme, Liberalisme dan Pluralisme. Sedangkan buku Ahmad Gaus AF berjudul Api Islam Nurcholish Madjid.

Empat buku Budhy diterbitkan Grasindo (kelompok penerbit Kompas) dan buku Ahmad Gaus diterbitkan penerbit Kompas. Buku Budhy diberi kata pengantar Dawam Raharjo, buku Ahmad Gaus oleh Yudi Latif.

Buku Api Islam Nurcholish Madjid telah dibedah pada 2 September 2010 lalu di Universitas Paramadina, dengan nara sumber (tertera dalam undangan) : Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta), Prof. Didik J. Rachbini (Ketua Yayasan Paramadina), Dr. Budhy Munawar-Rachman (Penyunting “Ensiklopedi Nurcholish Madjid”) dan Dr. Abd. Moqsith Ghazali (Peneliti The Wahid Institute).

Melihat buku-buku yang memuji-memuji Nurcholish yang saat ini nampaknya sengaja diproduksi besar-besaran terus terang saya tidak tertarik untuk membacanya. Karena lebih dari 17 tahun lalu saya sudah mengenal karya-karya Nurcholish. Ketika menjadi mahasiswa S1 di Institut Pertanian Bogor, saya sudah membaca beberapa buku Nurcholish. Sempat saya saat itu sedikit kagum terhadap tulisan Nurcholish bila bicara tentang ilmu, peradaban, sejarah, politik Indonesia dan lain-lain. Tapi bila ia bicara tentang hal-hal mendasar seperti masalah tauhid, Kristen, Yahudi dan lain-lain, Nurcholish kelihatan otaknya ‘tumpul’ terhadap keagungan aqidah Islam. Tidak banyak beda bila kita baca buku-buku Orientalis, kadang-kadang juga ada informasi-informasi yang menarik tentang ilmu pengetahuan, peradaban dan lain-lain.

Ketika saya masih mahasiswa IPB, saya beberapa kali mengikuti acara seminar besar di Universitas Indonesia. Salah satunya adalah seminar yang dinamakan ‘PEDATI’ (Percakapan Cendekiawan Tentang Islam). Saat itu kebetulan dalam sebuah sesi yang bicara adalah Nurcholish dan beberapa pembicara lain. Yang saya kaget, ketika selesai Nurcholish bicara, ia langsung ngeloyor pergi. Sehingga seorang wartawan senior berujar: “Tuh kan, dia pergi nggak mau dengar pembicara lain.”

Ternyata, hal yang sama saya saksikan terjadi berulang kali. Salah satunya adalah sebuah seminar di Universitas Paramadina. Kejadiannya hampir mirip, ia bicara ungkapkan pikirannya kemudian pergi. Ia akan bersemangat bicara dalam sebuah forum, bila ia sendiri yang bicara. Seperti saya saksikan (saat menjadi wartawan lapangan) ketika Jacob Oetama memberikan forum di Hotel Santika, menghadirkan Nurcholish sebagai pembicara tunggal.

Dari beberapa kali mengikuti langsung acara-acara Nurcholish, saya melihat nampaknya ada kesombongan dalam diri Nurcholish. Ia seperti tidak mau mendengar bila cendekiawan Islam Indonesia yang bicara. Mungkin ia anggap ilmunya masih kalah dengan para orientalis. Maka tak heran bila ia ceramah ia seringkali mengungkap pernyataan dan hipotesa-hipotesa orientalis. Meskipun dengan pintarnya seringkali hipotesa dari orientalis itu tidak kutip namanya. Hal itu terjadi misalnya bila ia bicara tentang fundamentalisme, fanatisme dan lain-lain (bila ia menulis kadang-kadang pendapat orientalis ia cantumkan namanya)..

Sehingga kemudian saya menjadi tidak tertarik sama sekali buku Nurcholish. Lebih baik saya banyak baca Syekh Yusuf Qaradhawi, Abul Ala al Maududi, Said Hawwa dan lain-lain yang banyak memberikan penguatan iman, ilmu dan semangat dakwah. Untuk masalah sejarah Indonesia, lebih baik membaca buku Mohammad Natsir, Hamka, Roem, Kasman, Saifuddin Zuhri, Endang Saefuddin Anshori dan tokoh-tokoh Islam yang sholeh lainnya.

Intelektual-intelektual pengagum Nurcholish baik yang bergelar profesor, doktor, master, sarjana muda atau yang tidak bergelar sebenarnya telah melupakan hal yang mendasar dalam membaca pemikiran Nurcholish. Ibaratnya mereka memelihara dan membangga-banggakan pohon besar yang sudah tercerabut akarnya. Untuk membaguskan pohon besar itu maka batang dan daun-daunnya agar tidak layu dicat ulang dengan warna-warni yang menarik.

Orang yang memahami ilmu tumbuhan tentu tahu, mana pohon, batang dan daun-daun yang benar dan mana pohon yang palsu. Itulah aqidah. Para ulama mengatakan bahwa aqidah ibarat akar. Sesuatu yang tidak nampak tapi ia menentukan hidup matinya sebuah pohon.

Para ulama ahlus sunnah wal jamaah, berdasarkan Al Quran dan Sunnah, telah sepakat bahwa selain agama Islam, tidak dirihai Allah dan tidak dapat masuk surga di kehidupan setelah mati nanti. Jadi kalau Nurcholish dan pengikutnya ngotak-ngatik akalnya mengatakan bahwa selain Islam diridhai Allah dan dapat masuk surga, jelas dalilnya tidak ada dalam Al Quran dan Sunnah. Dan tidak ada satupun ulama besar yang sholeh, dari dulu sampai dengan sekarang mendukung pendapat Nurcholish itu.

Yang mesti diingat bahwa selain Allah punya sifat Rahman dan Rahim, Allah juga tidak segan-segan mengazab makhluk dengan azab yang keras.Di dunia ini aja kita lihat manusia ada yang buta seumur hidup, ada yang meninggal kena tsunami, puluhan tahun kena penyakit kanker, penyakit ganti hati dan lain-lain. Apakah dengan fenomena seperti ini kita berani mengatakan Tuhan tidak adil dan tidak sayang kepada makhluk-Nya? Itu semua adalah rahasia Allah.

Maka, permasalahannya sekarang kita percaya Al Qur’an atau nggak. Bila percaya Al Qur’an yang dibawa Nabi Muhammad saw maka kita masuk golongan Islam. Bila tidak percaya, kita masuk golongan kafir. Dalam Al Qur’an, Allah sudah berjanji hanya menyayangi orang-orang yang benar mengabdi kepada-Nya, yaitu orang-orang Islam (sifat rahim Allah) di akherat nanti. Kita tahu, para Nabi semuanya Muslim. Tidak ada seorang pun Nabi yang membawa agama selain Islam.

Pengikut-pengikut Nurcholish telah melupakan bahwa misi Rasulullah Muhammad saw adalah menyebarkan Islam di muka bumi ini. Untuk menyebarkan Islam itu kadang Rasulullah berdebat dengan orang kafir, para pendeta, berdakwah, berjihad terus menerus dan lain-lain. Dan Rasulullah saw telah menyatakan bahwa :

“Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorang pun baik Yahudi maupun Nashrani yang mendengar tentang diriku dari umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, kecuali ia akan menjadi penghuni neraka.” (HR Muslim)

Anehnya, para pemuja Nurcholish tidak mengambil pelajaran dari kisah pernikahan anak perempuan Nurcholish dengan laki-laki Yahudi di New York, bahkan terus mengembangkan ide pernikahan beda agama dan sepilis. Tapi wajarlah Budhy Munawar Rachman, penulis empat buku itu memang saat ini sebagai Program Officer Islam and Develompment, Asia Foundation (AS). Dan anehnya Ahmad Gaus juga ikut-ikutan Budhy mempromosikan Nurcholish. Judul buku Gaus ‘Api Islam Nurcholish Madjid’ aja bisa dipersoalkan. Orang bisa bertanya: Bagaimana mungkin ada apinya (semangat) sementara aqidah Islamnya Nurcholish sudah rusak? Walhasil dibalik itu semua, memang ada raksasa rupa-rupanya di balik penerbitan buku-buku liberal ini.

* Dosen

Minggu, 05 September 2010

Gerakan



Gerakan

Busur panah tidak ada guna bila tidak bergerak ke sasarannya
Kumpulan air akan rusak bila terus menggenang
Itulah pesan agung Imam Syafii ke murid-muridnya

Matahari
Bumi
Planet
Manusia
Hewan

Tumbuhan bergerak dalam diamnya
Tumbuh
Sebagian berbunga dan berbuah

Manusia setiap hari bergerak
Bapak bergerak mencari nafkah
Ibu bergerak mengatur rumah
Orang tua bergerak bersama mendidik anak

Guru bergerak mendidik murid
Murid bergerak mencari ilmu
Guru dan murid bergerak menjadi orang shaleh

Gerakan guru dan murid membentuk organisasi
Membentuk sekolah
Membentuk kumpulan
Membentuk gerakan (harakah)

Dalam gerakan, murid berguru kepada gurunya
Gurunya berguru kepada gurunya

Gurunya murid kini bermacam-macam
Buku, internet, Koran, majalah, televisi
Tapi ia mesti punya guru manusia
Guru yang berilmu
Guru yang berakhlak mulia

Malanglah murid yang mendapat guru yang bodoh
Yang mengondisikan murid menjadi bodoh
Yang mengajarkan murid tidak boleh lebih pintar dari dirinya
Yang mengatakan dialah satu-satunya guru yang hebat

Padahal di luar sana banyak guru yang hebat-hebat pula

Bahagialah murid yang peroleh guru yang pintar dan shaleh
Ia memberikan ilmu
Ia memberikan teladan
Ia mengharap murid lebih hebat dari dirinya
Ia menyatakan :
Di luar sana banyak guru-guru yang hebat belajarlah pada mereka

Bila guru hebat
Murid menjadi hebat
Mereka bersama membuat gerakan hebat

Gerakan yang tidak kenal lelah mencari ilmu
Gerakan yang terus menerus menyebar ilmu
Gerakan yang senantiasa meningkatkan kualitas ilmu dan amalnya

Memberi terang kepada sesama
Memberi gairah kepada sahabatnya

Gerakan itu tidak akan mewujud
Bila ia masih menyimpul :
‘Yang penting organisasinya hebat
Meski individu-individunya tak hebat lagi’

Rasulullah saw memberi ajar:
Membentuk orang-orang shaleh yang hebat
Selama 23 tahun

Setelah itu terbentuklah organisasi hebat
Madinatul Munawwarah
Kota yang Bercahaya

Lahir tokoh hebat Abu Bakar as Shiddqi, pemimpin yang lembut dan tegas
Pebisnis, cendekiawan dan pemimpin perang

Muncul pemimpin pemberani Umar bin Khattab
Penguasa lebih dari ’10 negara’
Dari Mekkah sampai Palestina

Terbit Utsman bin Affan, Pemimpin dan cendekiawan Islam
Membukukan dan memperbanyak penyebaran Kitab Suci

Lahir Sayyidina Ali
Pemimpin teladan sepanjang zaman
Kata-katanya menggerakkan

Guru Jalaluddin as Suyuthi
Telah membukukan orang-orang hebat ini
Dalam bukunya ‘Tarikhul Khulafa’

Kita perlu belajar dari
Guru Imam Bukhari
Guru Imam Syafii
Guru Ibnu Taimiyyah
Guru Hasan al Banna, Sayyid Qutb
Guru Taqiyuddin an Nabhani
Guru Abul A’la al Maududi
Guru Shalih Utsaimin
Guru Abdullah Azzam
Guru Tjokroaminoto, Wachid Hayim, Ahmad Dachlan
Guru Agus Salim, Natsir, Rasjidi, Kasman, Syafruddin

Dan guru-guru yang berilmu dan shaleh saat ini
Tanpa guru kita hampir-hampir tidak berilmu*
(21 Ramadhan 1413H, Nuim)

Musik



Musik

Haram
Bid’ah
Mubah

Termasuk dalam jenis ‘lagha’
Mengganggu pembacaan al Qur’an

Sesuai dengan fitrah manusia
Hati manusia kadang senang bunyi-bunyian
bunyi kodok
bunyi burung
bunyi tepuk tangan
bunyi piring pecah
bunyi tokek

Hati manusia mesti konsentrasi
Mendengarkan makna lafaz-lafaz dari Sang Maha Pencipta
Sang Maha Penyusun Lafaz Terindah
Penyusun Teks Abadi

Sang Maha Kreasi Warna
Warna biru putih langit
Warna hijau merah kuning daun
Warna merah putih bunga

Sang Maha Pencipta bunyi
Bunyi bayi menangis
Bunyi hewan
Bunyi jantung berdetak
Bunyi manusia tidur mengorok

Andalusia: Sevilla,Granada, Cordova, Toledo
Ketika peradaban Islam di puncaknya
Ada tadisi musik di sana

Raihan, Bimbo, Opick, Izzatul Islam
Mengajarkan kata
Mengajar bunyi adalah
sabil, ayat, wasilah
Menuju Sang Maha Pencipta sebenarnya

Maka Rasulullah membolehkan Siti Aisyah untuk menonton bunyi-bunyian*

(21 Ramadhan 1431H, Nuim)

Bahasa



Bahasa

Bayi berkata diajari ibunya
Diajari kawan-kawan sepermainannya

Ketika dewasa ia menangkap makna
Makna sebuah benda
Makna sebuah peristiwa
Semua didapat dari bahasa ibunya

Beruntunglah ibu yang faham kitab sucinya
Ia mengajari bayi bukan hanya bahasa
Tapi juga penggunaannya
Agar selaras dengan yang Membuat Karya bernyawa

Kini di negeri kita
Bahasa ibu menjadi hina
Karena membanggakan language di luar sana
Sehingga bahasa tidak menangkap makna
Tapi hanya untuk bergaya-gaya

Malanglah nasib sebuah bangsa
Yang tidak hormat bahasa ibunya
Dan tidak kenal kitab suci sebenarnya
Orang-orangnya diperhina
Oleh orang-orang di luar sana
Tapi ia bangga dan merasa dirinya mulia

Singapura
Malaysia
Resah para ilmuwan melayunya
Bahasa ibu tidak lagi jadi
Kebanggaan anak-anak mudanya

Jepang
Jerman
Cina
Orang-orang yang bangga
Dengan bahasa ibunya
Tapi sayang
Ia tak kenal bahasa jernih dan suci dari Tuhannya*

(22 Ramadhan 1431H, nuim).

Kata


Kata

Lafaz
Kalimat
Istilah
Bahasa
Sastra

Kisah
Cerita
Puisi
Berita
Essai
Artikel
Kolom
Buku

Dari mana asal kata
Dari otak manusia
Dari mana otak berfikirnya
Karena ada indera

Karena ada ilmu sebelumnya

Dari mana ilmu, kalimat, kata
Dari guru, buku, media
dari orang-orang sebelumnya
dari orang-orang sebelum-sebelumnya
dari manusia pertama

dari mana nabi Adam peroleh ilmu pertamanya
dari Allah yang menciptakannya
‘Wallama aadamal asmaa’a kullaha’
Dan Allah telah mengajarkan Adam nama-nama/kata-kata/ilmu semuanya

Tak percaya nabi Adam manusia pertama
Tak yakin Allah pencipta ilmu pertama dan seterusnya
Tak yakin Allah pencipta otak manusia

Kebodohan berlipat ganda
Bisa dikata bukan manusia
Bila percaya adanya kata:
orang itu mencipta sendiri otaknya

(21 Ramadhan 1431 H, nuim).

Sabtu, 04 September 2010

Guru


Guru

Digugu dan ditiru
Didengarkan kata-katanya dan ditiru tingkah lakunya

Tapi kini tidak lagi banyak guru lagi
Yang ada adalah teacher

Mengajar kemudian pergi
Memberi pengetahuan kemudian meninggalkan

Murid berakhlak buruk bukan salah teacher
Murid tiap hari pacaran salah sendiri
Murid 10 jam sehari main game dibiarkan

Teacher tidak mau tahu
Karena tugasnya bukan itu
Ia hanya mau siswa-siswanya bisa jawab soal
Dapat nilai bagus dan setelah itu pulang
Bila nilai siswa jelek salah sendiri
Kenapa tidak ambil bimbingan belajar di luar

Teacher tidak tahu orang tua siswa
Siswa tidak tahu isi rumah teacher

Otak anak diisi
Jiwa anak dikosongi

Otak dan jiwa
Ibarat bumi dan langit
Langit butuh bumi
Bumi butuh langit

Bila yang satu merana
Yang kedua berduka

Dan kini siswa berduka
Karena teacher kehilangan jiwa *

(22 Ramadhan 1431H, nuim).

Murid


Murid



Orang yang berkemauan

Orang yang bercita-cita



Orang-orang yang berkehendak lebih baik

Orang yang bercita-cita tinggi



Kata itu dari ahli bahasa, ahli ilmu

Dari ulama

Araada - Yuriidu - Muriidan



Kini nasib murid mengenaskan

Ia diganti siswa



Karena taman siswa Ki Hajar Dewantoro



Bukan karena taman murid

Bukan karena taman ilmu

Achmad Dahlan, Wachid Hasyim, Buya Hamka, Mohammad Natsir, Tjokroaminoto

Nuruddin ar Raniri atau Raja Ali Haji



Maka dibentuklah OSIS

Organisasi Siswa Intra Sekolah

Mengganti kumpulan murid

Pelajar Islam Indonesia



Karena murid adalah lafaz Arab

Siswa kata Sanskerta

OSIS adalah umum

Kumpulan murid Islam eksklusif



Bergurulah bahasa kepada Gorrys Keraf dan A Teeuw

Jangan menjadi murid Raja Ali Haji, Nuruddin ar Raniri atau Tjokroaminoto



Itulah pesan guru kepada siswa



Tidak ada

Tidak membekas

Pesan guru kepada murid

Bila murid telah tiada *



(21 Ramadhan 1431H, Nuim)

Minggu, 29 Agustus 2010

Perang atau Diplomasi? Tanggapan untuk David Miliband, Menlu Inggris


Perang atau Diplomasi?
Tanggapan untuk David Miliband, Menlu Inggris

Oleh: Nuim Hidayat

“Setelah melalui peninjauan yang mendalam, Presiden Obama telah memutuskan bahwa diperlukan penempatan 30.000 pasukan tambahan untuk mengatasi kebuntuan di Afghanistan. Walau dengan risiko yang harus dihadapi, dengan tegas ia mengatakan bahwa perang ini adalah sebuah perang yang diperlukan karena di daerah perbatasan yang bergunung-gunung antara Afghanistan dan Pakistan merupakan pusat pelatihan ekstrimis al Qaidah, tulis David Miliband di Republika 11 Desember 2009.

Di artikel itu David mengakhiri dukungannya ke Obama dengan kalimat: “Tantangan-tantangan di Afghanistan adalah sesuatu yang kompleks dan memakan waktu untuk diselesaikan. Namun, yang menjadi taruhan bukan hanya kredibilitas NATO atau stabilitas Asia Selatan, tapi juga keselamatan penduduk kita di sini, baik di Eropa, Amerika, maupun dimana saja. Komitmen dan kebulatan tekad Amerika Serikat sudah jelas. Yang diperlukan sekarang adalah kewajiban kita semua untuk mempertimbangkan sumberdaya dan kekuatan kita sendiri. Lalu, bertanya pada diri sendiri, apalagi yang bisa kita lakukan. Meski demikian, tidak hanya lebih banyak tentara yang diperlukan, tapi juga para polisi, hakim-hakim, administrative, bantuan pembangunan, pendanaan integrasi, atau para ahli pertanian.”

Lebih kurang setelah tujuh tahun AS melakukan invasi ke Aghanistan, nampak AS kini kedodoran. Menurut laporan beberapa media, mayoritas wilayah bukan dikuasai AS dan sekutunya, tapi malah lebih banyak dikuasai mujahidin Afghan. Meski AS/NATO didukung persenjataan yang canggih dan lengkap, sampai saat ini tentara-tentara AS dan ‘pemerintahan boneka-nya’ di Afghan tidak bisa mengendalikan Afghan.

Perang Mujahidin Afghan dengan Rusia, dimana Rusia tidak bisa menaklukkan Afghan tidak diambil pelajaran oleh Obama. Begitu juga perang Vietnam yang membuat Amerika malu, mestinya menjadi pelajaran besar bagi seorang pemimpin Negara besar seperti Obama. Sudah merupakan sunnatullah atau hukum alam, bahwa semangat jiwa tidak akan bisa dikalahkan oleh materi. Yakni semangat perjuangan kaum Muslimin Afghanistan untuk membebaskan tanahnya dari invasi AS dan sekutunya tidak akan dikalahkan oleh pasukan NATO.

Secara psikologis, tentu semangat para pejuang Afghan, jauh lebih tinggi daripada semangat tentara-tentara yang dikirimkan oleh AS. Tentu jauh beda, semangat seorang yang membebaskan negara dari penjajah versus semangat tentara yang ingin menguasai Afghan. Semangat pejuang Afghan (mujahidin Taliban cs) yang dilandasi keimanan untuk melawan kezaliman itu dimiliki oleh masing-masing individu pejuang. Sedangkan semangat tentara AS cs mungkin hanya dimiliki oleh segelintir pemimpin pasukan AS di sana. Sementara individu-individu pasukan itu semangatnya setengah-setengah, bahkan banyak tentara AS yang tidak ingin dikirim ke Afghan atau Irak. Gerilyawan-gerilyawan Afghan sanggup tidak makan dua-tiga hari dan berjalan puluhan dan ratusan kilometer menembus salju. Tentara AS tentu tidak mampu. Jadi meski dikirim puluhan ribu lagi tentara AS ke sana, kemungkinan besar akan sia-sia. Hanya menambah korban saja, baik di pihak pejuang Afghan atau NATO.

Perang Fisik atau Perang Pemikiran?

Di abad informasi ini, sebenarnya perang fisik sudah bukan zamannya. Tidak ada jalan buntu, bila para pemimpin lebih mendulukan otak daripada otot. Lebih mengutamakan akal dari pada ‘okol’. Memang peranan akal akan hilang, bila yang muncul adalah nafsu ketamakan. Ketamakan menguasai harta, jabatan, sumberdaya dan lain-lain.

Bila masalah Afghan mau selesai, maka saatnyalah tentara-tentara NATO mengundurkan diri dari tanah para mujahidin itu. Relakanlah Afghanistan diatur oleh kaum Muslimin Afghan untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri. Para ulama internasional bisa dilibatkan untuk membantu pemulihan Afghan di masa depan (hal yang sama sebenarnya bisa dilakukan di Irak atau Israel). Hanya para ulama-ulama ienternasional lah yang bisa bermusyawarah untuk menyelesaikan afghan. Mereka yang mengerti pemikiran perasaan muslimin Afghan. Bukan tentara-tentara NATO yang pemikiran dan perasaanya jauh beda dengan muslimin di Afghan..

Ingat, manusia kini telah memasuki zaman baru. Google telah membuat perpustakaan raksasa, ‘menscan’ hampir semua buku penerbit-penerbit terkenal di dunia. Dengan ragam bahasa, mulai bahasa Indonesia, Cina, Arab, Perancis, Inggris dan lain-lain. Kini seringkali untuk mengkaji sejarah pemikiran dan peradaban sebuah bangsa, kita cukup duduk manis di depan komputer, tidak perlu repor-repot pergi jauh ke Leiden, Oxford, Mekkah dan lain-lain.

Langkah Google, yang dipelopori dua anak muda Amerika itu, harusnya menginspirasi pemimpin-pemimpin Amerika-Inggris. Untuk mencari pemikiran-pemikiran terbaik manusia, bukan dengan jalan perang fisik. Tapi jalannya musyawarah, adu pendapat atau adu pemikiran.

Taliban: Ancaman atau Tantangan?

Taliban, Al Qaida sebenarnya hampir sama dengan kelompok Muslim lainnya. Serangan mereka ke WTC atau kejadian-kejadian lain, hanyalah letupan kecil atau balasan kepada kezaliman yang dilakukan AS sendiri di belahan negeri Muslim lainnya. Di Bosnia, Israel dan lain-lain. Jadi kalau tragediWTC dibalas dengan penjajahan di Afghan atau Irak, ibaratnya, pencurian kecil-kecilan dibalas dengan perampokan balas-balasan. Granat dibalas dengan bom atom. Amerika cs telah bertindak melewati batas membalas Al Qaida dengan memerangi, merampok dan merusak masa depan negeri Islam, Irak dan Afghan, maka AS dan sekutunya bertindak seperti Israel menjajah Palestina.

Karena itu, tidak heran bila para intelektual ternama Barat seperti John L Esposito atau Noam Chomsky menganjurkan AS agar ‘berkaca’. Mengevaluasi kebijakan-kebijakan luar negeri mereka sendiri yang lebih banyak menyengsarakan dunia Islam daripada memakmurkan. Dan ingat berapa juta penduduk Barat sendiri yang berdemonstrasi agar Amerika, Inggris (NATO) menarik diri dari Afghan dan Irak.

Tentang Al Qaida atau Taliban mengancam Eropa, Amerika atau negara-negara lainnya. Sebenarnya hanyalah mitos belaka. Bila Amerika cs berlaku sebagai polisi yang adil di dunia ini, maka tidak akan terjadi ancaman atau ‘balasan serangan’. Tergantung pada Amerika sendiri mau menjadi penguasa yang ‘congkak’di dunia ini atau mau rendah hati, bersama-sama para ulama dunia Islam menuju perdamaian dunia.

Memang tidak mudah menuju perdamaian dunia bila masih banyak kezaliman di sana. Ibaratnya sulit menghindari adanya pencurian, apabila orang-orang kaya di sebuah masyarakat tidak mau berbagi dengan yang lain. Begitu juga sukar menghindari adanya peperangan fisik bila sebagian masyarakat masih mengobarkan peperangan fisik dengan yang lain. Dan manusia yang tergoda syetan senantiasa akan menurutinya. Syetan tidak suka kepada perdamaian sejati (Islam).

Menurut Sayid Qutb, perdamaian dunia dimulai dengan perdamaian individu. Yakni mereka yang menginginkan perdamaian di muka bumi ini, maka dari jiwa individulah dimulai. Terutama dari jiwa pemimpin-pemimpin dunia. Bila sang pemimpin tidak ada kedamaian jiwanya, maka nafsu berperanglah yang akan menguasainya. Individu yang resah jiwanya, cenderung akan menularkan keresahan itu kepada yang lain. Sebuah komunitas masyarakat yang individu-individunya banyak yang resah, tentu akan membesar, menjadi keresahan masyarakat dan akhirnya menjadi keresahan negara dan dunia. Begitu juga bila individu itu tenteram jiwanya, maka akan menular kepada keluarganya. Dari keluarga ke masyarakat dan seterusnya ke negara dan dunia.

Walhasil, seharusnya Inggris tidak perlu terus membebek kepada kebijakan politik Amerika. Sejarah Inggris sebagai sebuah ‘imperium besar’ mestinya bisa mandiri tidak selalu mengikut pada kata Presiden AS. Obama meski telah dianugerahi Nobel, bukanlah seorang yang suci dan pemimpin sejati. Obama tidak pernah menderita dalam sejarah hidupnya. Padahal pemimpin sejati dalam sejarah manusia, ia ‘selalu menderita’ memikirkan rakyatnya. ‘Leiden is lijden’, pemimpin itu menderita, kata tokoh Masyumi Kasman Singodimedjo.

Walhasil, cuplikan puisi penyair besar Mohammad Iqbal ini patut kita renungkan:

“Malanglah umat yang terperangkap tipu muslihat golongan lain
Yang menghancurkan diri sendiri dan membangun untuk kepentingan umat lain
Mereka memperoleh kecakapan ilmiah dan ketrampilan seni
Namun tak menyadari kepribadiannya sendiri
Mereka menghapuskan ayat Tuhan dari cincinnya
Cita-cita di hatinya bangkit cuma untuk tenggelam
Mereka tak diberkati keturunan yang diresapi rasa hormat
Jiwa dalam tubuh anak-anak mereka seperti bangkai dalam kuburan”* (artikel yang lebih ringkas telah dimuat di majalah Hidayatullah).

Jumat, 27 Agustus 2010

Prof Nik Anuar Nik Mahmud : “Melayu Islam tidak Boleh Dizalimi”



Prof Nik adalah profesor yang pemberani. Bukan hanya dimana-mana ia lantang menyuarakan satu rumpun Melayu dan Melayu Raya, tapi juga menyuarakan Melayu Islam tidak boleh dizalimi. Bukunya tentang Sejarah Islam di Pattani dilarang pemerintah Thailand. Tapi ia tidak takut, ia terus menulis buku dan berbicara dimana-mana tentang sejarah Melayu sebenarnya.

Kepakarannya dan keberaniannya dalam mengungkapkan sejarah Islam Melayu, sukar dicari tandingannya. Ia bila berbicara terbuka dan tidak mau berpura-pura. Berikut petikan wawancaranya di kantornya, ATMA-UKM (Institut Alam dan Tamadun Melayu-Universiti Kebangsaan Malaysia), dengan Dosen STID M Natsir di Malaysia, Nuim Hidayat:

Bagaimana Anda melihat hubungan Malaysia Indonesia ini dari perspektif sejarah?

Ya, saya akan melihat hubungan Indonesia Malaysia ini dari perspektif sejarah, dari perspektif Malaysia. Kalau kita baca buku-buku sejarah, khususnya buku-buku sejarah Melayu yang ditulis sebelum perang dunia ke-2, seperti sejarah Melayu yang ditulis oleh Abdul Hadi dan Munir Adil, maka wilayah Semenanjung dan Indonesia ini dianggap sebagai alam Melayu Raya. Mereka menamakan tanah Melayu ini, Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Sumatra, Johor, Kelantan, Pattani dll ini alam Melayu atau di Indonesia dikenal Nusantara. Yaitu wilayah Semenanjung tanah Melayu dan gugusan tanah Melayu.

Sejarah ini apakah diajarkan kepada murid-murid di Malaysia?

Ya, pelajaran sejarah ini diajarkan kepada pelajar-pelajar Melayu sebelum perang dunia ke-2. Orang Melayu semenanjung ini bagian dari pada alam Melayu yang merangkumi pulau-pulau tadi itu. Jadi walaupun ini satu alam Melayu, tapi alam Melayu ini telah dipecah dua oleh penjajah, yaitu pada tahun 1824 oleh British (Inggris) dan Belanda. Mana-mana wilayah dibawah semenanjung di bawah naungan Belanda. Mana-mana wilayah di atas Sumatra atau Riau, di bawah naungan British.

Sebelum ini tidak ada perpecahan itu. Sampai hari ini pemecahan itu berlaku. Sebelum Perang Dunia ke-2, ada semangat mau bersatu semula.. Ibrahim Haji Yakub dari Melayu, mau melihat negeri-negeri Melayu yang telah pecah ini bersatu atas nama Melayu Raya,.di Indonesia juga ada gerakan seperti ini. Mereka mau melihat alam Melayu ini disatukan atas nama Indonesia raya. Ada hasrat untuk menjadi bersatu. Tapi rencana ini tidak berjaya karena dihalang oleh kuasa-kuasa besar. Mereka tidak mau melihat bangsa Melayu ini mempunyai satu Negara. Mereka mau melihat perpecahan. Kalau bangsa Melayu ini dibawah satu negara, maka akan jaya. Potensi baik dari segi jumlah penduduknya yang besar maupun hasil buminya,

Bagaimana kuasa-kuasa besar itu bermain?

Jadi akibat halangan kuasa-kuasa besar itu, usaha mewujudkan Melayu Raya gagal, Malaysia dengan Malaysianya, Indonesia tetap dengan Indonesianya. Tapi bagaimanapun apabila tanah Melayu menggapai kemerdekaan tahun 1963, pemimpin-pemimpin Indonesia mengharapkan adanya kerjasama yang erat.

Tahun 1958 atau atau 1959 itu Tun Razak, PM Malaysia, melakukan lawatan ke Jakarta dan PM Juanda melawat ke Kuala Lumpur. Mereka melakukan perjanjian kerjasama, kebudayaan dan bahasa. Walaupun berbeda Negara, atas nama satu rumpun pemimpin Indonesia ingin kerjasama.

Sebelum merdeka semasa rakyat Indonesia lepas dari Perang Dunia ke-2, semasa Indonesia membebaskan tanah airnya dari kekuasaan Belanda, ramai juga anak-anak muda Melayu yang jadi sukarelawan menyertai anak-anak Indonesia yang berjuang untuk menentang Belanda. Sehingga Belanda akhirnya mengiktiraf kemerdekaan Indonesia tahun 1949. Tahun 1945 Belanda belum mengiktiraf Indonesia. Juga ketika Indonesia membebaskan Irian Barat banyak anak-anak muda Semenanjung yang ikut serta.

Itu menunjukkan semangat satu rumpun. Pada masa itu Malaysia belum merdeka masih dijajah Inggris. Mereka berhijrah ke Indonesia, berjuang bersama Indonesia memperjuangkan kemerdekaan dari Belanda. Sejarah ini perlu kita fahamkan. Walaupun Malaysia Indonesia dipisahkan oleh Belanda dan Inggris pada tahun 1824. Jadi semangat satu rumpun masih kuat. Kesatuan Muda Malaysia pimpinan Ibrahim Yakub bergabung dengan pemuda Indonesia dalam melawan Belanda, untuk mewujudkan Melayu Raya.

Bagaimana kemudian hubungan Indonesia Malaysia tahun 60-an itu?

Tokoh-tokoh Indonesia Malaysia itu sebenarnya mau mengukuhkan hubungan perjanjian persahabatan. Tahun 1961, hubungan Malaysia Indonesia lebih dingin berkaitan dengan cadangan Tengku untuk membentuk Malaysia. Tengku mengumunkan bahwa beliau akan membebaskan Sabah, Serawak, Brunei, Singapura daripada penjajahan British dan menyatukan negeri ini dengan tanah Melayu. Jadi pengistiharan (Pengumuman) Tengku ini disalahartikan oleh presiden Soekarno. Ia menganggap rencana Tengku ini bertujuan untuk melemahkan atau melumpuhkan Indonesia.

Dia kata rencana tengku itu adalah konspirasi British dan Amerika untuk mengukuhkan dirinya. Gagasan itu kemudian ditentang. Ini sebenarnya tidak pas. Bila saya buat kajian, tiadak ada satu kalimatpun yang menyatakan bahwa tujuan Tengku itu untuk melemahkan Indonesia. Tidak ada. Tujuan Tengku adalah untuk memerdekakan sisa-sia penjajahan British di Asia Tengah. Bukan bertujuan untuk mengepung Indonesia. Bukan bermufakat dengan Barat untuk memecahkan wilayah Indonesia. Ini adalah salah paham.

Mengapa Presiden Soekarno bereaksi seperti itu?

Saya tak boleh salahkan Presiden Soekarno juga. Karena semenjak beliau menjadi presiden, Amerika dan British berusaha untuk menjatuhkan beliau. Sebagai contoh Amerika pernah memberikan senjata pada beberapa pergolakan di Indonesia. Karena latar belakang tadi, jadi apabila Tengku merencanakan kemerdekaan Malaysia, maka ia dengan cepat mengatakan bahwa ini adalah usaha-usaha kuasa besar untuk melemahkan Indonesia. Padahal tidak ada usaha itu.

Kedua, waktu ada pergolakan PRRI di Sumatera, ada pemimpin-pemimpin PRRI itu yang berlari ke Melayu. Mereka memohon suaka politik. Tengku mengizinkan, tapi dengan syarat bahwa jangan jadikan tanah Melayu ini sebagai bekalan untuk menentang Indonesia. Jadi itu mengapa kemudian Tengku memberikan perlindungan kepada Des Alwi, Dr Sutino, dll. Presiden Soekarno menuntut agar dua orang itu dikembalikan ke Indonesia. Tengku kata bahwa dua orang tokoh itu bukan penjenayah (tahanan) biasa, tapi mereka tahanan politik. Mereka menuntut hak untuk suaka politik, ini membuat Indonesia mencurigai Melayu. Tahun 1963-1966 terjadi konfrontasi Indonesia Malaysia. Beberapa perundingan dijalankan tapi gagal. Tahun 1963, ketika Malaysia diiktiraf kemerdekaannya oleh dunia internasional, Indoensia tidak mengiktiraf Malaysia dan memutuskan hubungan diplomatik.

Dalam pandangan Malaysia, ini karena desakan PKI (Partai Komunis Indonesia). Dengan konfrontasi ini, maka pihak tentara memberi tumpuan kepada pertahanan dan keamanan. Maka ini memberi peluang kepada PKI untuk melebarkan pengaruhnya di Indonesia, karena tentara beralih perhatiannya (tentara RI adalah anti PKI). Dan Soekarno saat itu sudah uzur, dipercayai lambat laun Soekarno akan melepaskan jabatan presiden apakah sakit, umur tua atau meninggal. Malaysia dianggap Soekarno sebagai neo kolonialisme.

Jadi Soekarno saat itu uzur, kalau turun dari jabatan presiden saat itu, maka siapa yang akan mengisi? Dipercayai yang akan mengisi adalah Aidit, tokoh PKI. Pihak pimpinan tentara RI tidak mau melihat Aidit menjadi presiden Indonesia, seperti Ahmad Yani, Soeharto dll. Jadi pihak tentara mencari jalan bagaimana memastikan bahwa Aidit tidak menjadi persiden. Maka kemudian berlaku gestapu. Jendral-jendral anti komunis ini kan menumbuhkan dewan jendral, penubuhan dewan jendral ini diketahui oleh kolonel Untung yang pro komunis. Maka Soekarno dan komunis mengarahkan untuk menangkap jendral-jenderal itu. Tapi jendral itu ternyata bukan dtangkap PKI, tapi dibunuh. Mengapa dibunuh itu jadi misteri. Kemudian Soeharto bangkit dan mengambil kuasa dari Soekarno.

Bagaimana setelah Soeharto memimpin?

Jadi apabila Soeharto mengambil alih tahun 1966, hubungan Malaysia Indonesia menjadi pulih. Setelah itu hubungan Indo-Malay zaman Tun Razak Soeharto cukup bagus, cukup erat. Kalau konfrontasi diteruskan maka yang mendapat manfaat adalah Partai Komunis Indonesia.

Salah satu syarat yang membolehkan Indonesia untuk mengiktiraf Malaysia adalah dengan mengadakan semula pemungutan semula Sabah dan Serawak. Lewat Adam Malik, akhirnya Malaysia setujui syarat itu. Pemungutan suara itu diadakan lewat pilihan raya. Itu untuk memenuhi syarat Indonesia. Tahun 1967 diadakan pilihan raya dan partai yang pro Malaysia menang. Jadi Sabah Serawak secara sukarela memilih untuk bergabung dengan Malaysia. Pilihannya dua. Apakah kemasukan Sabah Serawak waktu itu dipaksa masuk ke Malaysia atau secara sukarela? Indonesia saat itu melihat bahwa Sabah Serawak dipaksa masuk ke Malaysia, untuk melumpuhkan Indonesia.

Tun Razak itu menganggap Indonesia itu sebagai abang. Tapi yang berlaku hari ini, adalah sejarah ini dilupakan, baik oleh generasi di Indonesia maupun di Malaysia. Lupa bahwa Malaysia Indonesia ini adalah alam Melayu, satu rumpun, Melayu johor, Melayu Jawa, Kalimanatan, satu rumpun. Sejarah ini tidak diajarkan kepada generasi baru baik di Malaysia maupun di Indonesia. Akibatnya generasi baru di Indonesia Malaysia menganggap bahwa kita ini berbeda. Generasi kami menganggap bahwa Indonesia adalah adik beradik saja.

Jadi harus bagaimana menyikapi sejarah ini?

Karena kita tidak masukkan dalam pelajaran sejarah, baik di Indonesia maupun Malaysia bahwa kita ini satu rumpun. Tidak diajarkan di sekolah. Kita berpisah karena penjajahan. Di ATMA (Institut Alam dan Tamadun Melayu) kita mau bangkitkan semangat satu rumpun Melayu ini.

Paman saya saja ikut pada tahun 1946 ke Jakarta dengan Ibrahaim Yakub berjuang menentang Belanda. Kembali ke Malaysia tahun 80-an. Dia sudah kawin dengan orang Indonesia.

Tapi, sekarang ini telah berlaku kekeliruan, karena generasi baru telah dipisah dengan sejarah lama. Dulu kita diajar kita satu rumpun. Kata itu kini sudah tidak ada. Tidak disebut dalam buku sejarah baik tingkat dasar maupun tingkat universitas, kecuali mungkin di ATMA.

Kita perlu didik anak-anak kita baik di Semenanjung atau di Indonesia bahwa asalnya kita ini adalah satu, tapi dipisah-pisah oleh penjajah. Mereka tidak mau Malaysia Indonesia bersatu. Semenanjung Melayu ini sebenarnya mewakili Indonesia Raya. Semua suku Indonesia ada di sini. Jawa, Bugis, Aceh, Minang. Aslinya penduduk semenanjung ini kan sebenarnya Kelantan, Trengganu dan Kedah. Kini banyak orang Jawa di Johor, Selangor juga Jawa, Aceh pun banyak disini.

Mengapa berlaku perpecahan ini? Ini salah paham saja. Negeri sembilan sebagian penduduknya dari Minangkabau, sultan Selangor dari Bugis. Jadi sepatutnya kita dengan semangat stau rumpun bekerjasama untuk bangunkan alam melayu ini. Kita tak boleh lagi menjadi bangsa kelas dua, harus bangsa kelas satu yang bisa mempengaruhi dunia. Tapi kalau masing-masing kita berpecah, ashabiyah, kita terus akan menjadi mainan kuasa-kuasa besar yang tidak mau melihat bangsa Melayu tumbuh menjadi bangsa yang besar. Kita mesti tanamkan kembali sejarah. Dari segi agama, bahasa, melayu sama.

Bagaimana dengan isu-isu akhir ini. Isu tenaga kerja, budaya dan perbatasan?

Isu-isu ini tak patut dibesar-besarkan. Kalau dibesar-besarkan pihak ketiga akan mengeksploitir isu-isu ini untuk melemahkan semangat persaudaraan antar bangsa serumpun ini. Jadi msalah-masalah yang disebut tadi boleh diselesaikan dengan perundingan antar pimpinan negara. Tak perlu dibesarkan di media massa. Mereka akan terus esploitir kasus Ambalat, kebudayaan dll. Untuk melihat Indonesia Malaysia kembali konfrontasi. Kalau konfrontasi, semua pihak tidak akan untung, pihak ketiga akan untung. Kita tahu pihak ketiga itu siapa.

Dalam memoir buku Thomas Raffles, disebut: bahwa Barat mesti pastikan bahwa alam Melayu ini lemah. Jadi dia usulkan untuk melemahkan itu dua strategi: Pertama, bawa imigran-imigran asing masuk ke Melayu supaya kawasan ini tidak menjadi kawasan Melayu. Supaya menjadi majemuk (dibawa orang-orang Cina dan India).

Kedua, pastikan bahwa raja-raja Melayu ini apakah di Semenanjung, Sumatera, Jawa dan sebagainya, tidak mengambil para ulama Arab menjadi penasehat mereka. Jadi tujuannya untuk memisahkan Arab dengan Melayu. Jadi sebelum ini hubungan antara kerajaan Islam di Melayu dengan Daulah Utsmaniyah cukup rapat. Sebab penasehat raja-raja Melayu adalah ulama dari Timur Tengah. Ganti dengan penasehat dari Belanda atau British, kata Raffles (seperti Nuruddin ar Raniri, dll.yang menjadi penasehat raja) Maka mengapa kemudian pangeran Diponegroo ditangkap? Karena mereka membawa semangat Islam dan membina hubungan rapat dengan Utsmaniyah.

Dalam sejarah, kita lihat setelah Barat meruntuhkan Utsmainyah barulah muncul Saudi, Kuwait, dll. Yang angkat mereka Bitish, Perancis. Jadi nggak ada Turki Utsmaniyah Timur Tengah hancur, alam Melayu kemudian juga hancur. Umat tidak ada pemimpin. Kuasa Barat tidak mau khalifah atau Melayu Raya.

Jadi bagaimana sebaiknya sekarang?

Kini pemimpin generasi baru tidak ada semangat satu rumpun.. Tun Razak semasa berunding dengan Adam Malik, ada perjanjian tidak tertulis bahwa akan ada kerjasama erat. Malaysia akan bantu Indonesia dari segi ekonomi, Indonesia bantu Malaysia dari segi penduduk. Malaysia impor penduduk Indonesia, untuk meramaikan orang Melayu. Malaysia bantu dengan memberi pekerjaan orang Indonesia.

Tapi kerjasama ini dilupakan, dan mungkin ada pihak yang ingin melihat jangan sampai bersatu. Mau porak porandakan. Isu pekerja ini kan satu dua dan bisa diselesaikan. Yang menjadi masalah seringkali bukan orang Melayu yang buat. Tapi dibesar-besarkan. Pada umumnya mereka kerja senang disini. Tapi kenapa ribut masalah? Orang Kelantan buat batik dan Indonesia juga punya batik, karena batik ini tradisi Melayu. Jadi kadang-kadang ada orang Bugis Sulawesi ke sini dengan kebudayaanya, mereka memperkenalkan budaya disini apakah suatu kesalahan? Atau orang Jawa ke sini pakai bahasa Jawa apakah tak boleh? Kenapa harus bertengkar dalam masalah seperti ini.

Jadi kita perlu kerjasama, baik di bidang ekonomi, pendidikan dan lain-lain. Sekarang banyak pelajar perguruan tinggi yang dikirim dari Malaysia ke Indonesia atau sebaliknya.* (artikel yang lebih ringkas pernah dimuat di Majalah Hidayatullah).

Selasa, 10 Agustus 2010

Syed Muhammad Naquib Al Attas: Pendekar Sejarah Melayu-Indonesia


Syed Muhammad Naquib Al Attas:
Pendekar Sejarah Melayu-Indonesia

Hati hampa yang tiada mengandung Sejarah Bangsa,
Tiadakan dapat tahu menilai hidup yang mulia;
Penyimpan khabar zaman yang lalu menambah lagi
Pada umurnya umur berulang berkali-ganda
(Prof Dr. Syed Muhammad Naquib al Attas)

Begitulah Prof Alatas memulai karyanya Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu. Monografnya ini, meski tidak tebal, adalah salah satu karya yang serius dalam membongkar perjalanan sejarah Islam di Indonesia-Melayu. Alatas ‘membongkar-bongkar’ perpustakaan-perpustakaan antara lain perpustakaan di Leiden, Oxford, Jakarta dan Kuala Lumpus sebelum menuliskannya.
Buku ini adalah karya tulis yang dipersembahkannya kepada para intelektual bertepatan dengan pelantikannya sebagai guru besar (Profesor) Sastra Melayu di Universiti Kebangsaan Malaysia pada 24 Januari 1973. Di sini Alatas menguliti dengan tajam dan ilmiah rekayasa orientalis –khususnya sejarawan-sejawaran Belanda seperti Van Leur dan Snouck Hugronje —dalam menjungkirbalikkan perjalanan sejarah Islam Indonesia-Melayu.
Al-Attas yang kini berusia 79 tahun, menulis: “Keputusan akhir Van Leur laksana hukuman yang telah dijatuhkan terhadap Islam ialah bahwa Islam itu tiada membawa apa-apa, perubahan asasi dan tiada pula membawa suatu tamaddun yang lebih luhur daripada apa yang sudah sedia ada. Bawaan pemikiran sarjana-sarjana Belanda dari dahulu memang sudah mengisaratkan kecenderungan ke arah memperkecil-kecilkan Islam dan peranannya dalam sejarah Kepulauan ini dan sudahpun nyata, misalnya dalam tulisan-tulisan Snouck Hugronje pada akhir abad yang lalu”
Apa yang dibawa Islam di tanah Melayu ini? Al Attas dengan cermat menguraikan: “… kedatangan Islam di Kepulauan Melayu Indonesia harus kita lihat sebagai mencirikan zaman baru dalam persejarahannya, sebagai semboyan tegas membawa rasionalisma dan pengetahuan akliah serta menegaskan suatu sistim masharakat yang berdasarkan orang perseorangan, keadilan dan kemuliaan kepribadian insan.”
Jadi Islam membawa peradaban yang tinggi, intelektualisme dan ketinggian budi insan di tanah Melayu. Prof al-Attas juga menunjukkan bukti bahwa dari tangan ulama-ulama Islam lahirlah budaya sastra, tulisan, falsafah, budaya buku dan lain-lain, yang tidak dibawa peradaban sebelumnya. Islam memang tidak meninggalkan kebudayaan patung/candi sebagaimana kebudayaan pra Islam, tetapi Islam mengembangkan budaya ilmu.
Kembali mengutip al-Attas: “Salah satu kejadian baru yang terpenting mengenai kebudayaan, yang dengan secara langsung digerakkan oleh proses sejarah kebudayaan Islam adalah penyebaran bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar, bukan sahaja dalam kesusasteraan epik dan roman, akan tetapi –lebih penting– dalam pembicaraan falsafah. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa kesusasteraan falsafah Islam di kepulauan Melayu-Indonesia menambah serta meninggikan perbendaharaan katanya dan istilah-istilah khususnya dan merupakan salah satu faktor terutama yang menjunjungnya ke peringkat bahasa sastera yang bersifat rasional, yang akhirnya berdaya serta sanggup menggulingkan kedaulatan bahasa Jawa sebagai bahasa sastera Melayu-Indonesia.”

000

Syed Muhammad Naquib bin Ali bin Abdullah bin Muhsin al Attas, dilahirkan di Bogor, 5 September 1931. Sejak kecil memperoleh pendidikan Islam dari orangtuanya. Ia memulai pendidikan formalnya sekolah dasar di Johor, Malaysia. Karena adanya pendudukan Jepang di Semenanjung, ia kemudian pindah belajar ke Madrasah al Urwatul Wutsqa, Sukabumi Jawa Barat (1941-1945). Tahun 1946, ia kembali belajar di Johor di Bukit Zahrah School dan English College (1946-1951).
Al Attas menempuh sarjana mudanya di Universiti Malaya. Saat masih kuliah ia berhasil membuat buku Rangkaian Riba’iyat, yang dipublikasikan pertama kali oleh Dewan Bahasa dan Pustaka tahun 1959. Karya klasiknya yang kedua adalah Some Aspects of Sufism as Understood and Practical among the Malays. Ia kemudian melanjutkan studinya di McGill University. Berbeda dengan sejumlah alumni McGill yang mengikuti jejak orientalis, al Attas berhasil memahami pemikiran orientalis dan kemudian mengkritisinya dengan tajam dan akurat. Ia menyelesaikan masternya tahun 1962 dengan tesis Raniri and the Wujudiyyah of 17th Century Acheh.
Setahun kemudian al Attas melanjutkan program doktoralnya di School of Oriental and African Studies, University of London. Di sana ia berinteraksi dengan Profesor A.J. Arberry dan Dr. Martin Lings. Ia menyelesaikan program doktoralnya (1965) dengan karyanya yang monumental dan klasik berjudul The Mysticism of Hamzah Fansuri.
Prof al Attas telah menulis karya lebih dari 29 buku dan monograf dalam bahasa Inggris dan Melayu. Banyak buku-bukunya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, yaitu: Arab, Turki, Urdu, Malaysia, Indonesia, Albania, Persia, Perancis, Jerman, Rusia, Bosnia, Jepang, Hindi, Korea dan Albania.
Tahun 1991 Prof al Attas merancang berdirinya ISTAC (International Institute of Islamic Thought and Civilization), satu model universitas Islam ideal di dunia Islam. Al-Attas adalah salah satu ilmuwan Muslim yang diakui reputasinya di dunia internasional. Ia dikenal sangat kritis terhadap sekularisme. Bukunya, Islam and Secularism telah diterjemahkan ke dalam puluhan bahasa.
Tahun 2002. The Cranlana Program Australia menerbitkan dua volume buku berjudul Powerful Ideas: Perspectives on the Good Society (2002). Buku ini menghimpun gagasan pemikir-pemikir besar dalam sejarah umat manusia. Dalam buku ini, al-Attas merupakan satu-satunya ilmuwan Muslim yang diakui memiliki gagasan genuine dalam kajian kritisnya terhadap Barat. Gagasan al-Attas yang diambil adalah pemikirannya yang tertuang dalam sebuah tulisan berjudul “The Dewesternization of Knowledge”. (nuim hidayat). Islamia-Republika, 15 Juli 2010.

Rabu, 14 Juli 2010

Bermimpi Andalusia


Bermimpi Andalusia

Oleh: Nuim Hidayat (Dosen Pascasarjana UIKA Bogor)



Ketika mengunjungi kampus UKM tahun lalu (2009), saya menemukan buku berjudul Andalus di UKM. Buku ini buah karya Dr Salmah Omar lulusan dari Universiti Malaya.



Saya baru membuka dan membaca serius buku ini minggu lalu. Ternyata buku ini sangat menarik dan merupakan karya disertasi Salmah. Banyak hal yang menarik diungkap dalam disertasi ini. Dr Salmah menceritakan bahwa Islam beperan penting membentuk peradaban Eropa, pada tahun 711M hingga 1492M. “Kehadiran Islam di Andalus bukan sahaja menghapuskan penindasan dan kekejaman pemerintah-pemerintah Kristen sebelumnya, tetapi juga berjaya membentuk sebuah tamadun Islam yang unggul serta masyarakat intelek yang menjadi model kepada seluruh masyarakat di Eropah,”tulis Salmah.



Pada zaman kegemilangannya, ungkapnya, Andalus telah muncul sebagai pusat intelektual Islam yang terpenting. Ia dikatakan mempunyai banyak institusi pendidikan, perpustakaan, istana, masjid, tempat mandi umum dan taman serta kebun yang indah. Menurut Al Maqdisi, pada abad ke-10M, kota Cordova yang menjadi pusat pemerintahan Islam telah muncul sebagai Bandar termaju di dunia serta pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan, karena mempunyai 37 buah perpustakaan, 150 buah rumah sakit, 300 sekolah umum, 900 tempat mandi umum dan 1600 sehingga 3837 buah masjid di sekitarnya. Ia menjadi saingan kota kebudayaan lain seperti Qayrawan, Damsyik dan Baghdad.



Kata Dr Salmah: “Andalus juga mencapai satu tahap yang tinggi dalam penggunaan bahasa Arab seperti yang dapat dilihat melalui hasil kesusastraan yang hebat seperti dalam puisi, nahu, leksikografi, persuratan, sejarah dan geografi, agama, falsafah dan sains tulen. Tingkat kemahiran dan daya kreatif yang tinggi pula dapat diperhatikan melalui hasil seni dan seni binanya, dalam bidang muzik, pertanian, perdagangan dan industri. Justeru, pada zaman kegemilangannya, Andalus begitu dikagumi oleh seluruh masyarakat dunia… Bandar Toledo di Andalus telah muncul sebagai pusat kegiatan penterjemahan. Para sarjana Barat telah berusaha keras menterjemah hasil-hasil karya sarjana Islam. Selain itu, tulisan-tulisan Aristotle, Euclid, Ptolemy, Galen, Hippocrates dan lain-lain yang telah diterjemah dan dikupas oleh sarjana Islam Andalus ke dalam bahasa Arab kini diterjemahkan pula ke bahasa Latin dan bahasa Eropah yang lain oleh sarjana Yahudi dan Kristen yang pernah menjadi murid kepada sarjana-sarjana Islam.”



Prof Wan Mohd Nor Wan Daud, Guru Besar ATMA-UKM Malaysia, membuat tulisan yang menarik dalam jurnal Islamia, dengan judul : Iklim Kehidupan Intelektual di Andalusia. Prof Wan Daud menyatakan : “Kehadiran Islam di Andalusia telah melahirkan pencapaian ilmu pengetahuan, budaya dan peradaban yang amat tinggi, bukan saja dalam sejarah Islam tapi juga dalam sejarah manusia. Kekayaan, harta benda dan uang serta kekuatan politik tidak bergantung kepada ketinggian ilmu pengetahuan seperti yang telah banyak dilihat dalam lembaran sejarah dan juga di sekeliling kita hari ini. Tetapi ketinggian kebudayaan –dalam arti keluhuran hasil amal perbuatan serta tatasusila kemanusiaan yang penuh dengan kebijaksanaan, kesederhanaan dan keadilan, pelbagai bentuk dan ragam hasil kesenian yang memancarkan cirri-ciri kerohanian dan kemanusiaan – dan keunggulan peradaban semuanya bergantung kepada budaya ilmu dan iklim keilmuan sehat, dinamik dan berdaya cipta.”



Prof Wan mencatat bahwa khalifah Bani Umayyah, Umar bin Abdul Aziz (memerintah 717-720M) melantik Ismail bin Abdullah bin Abil Muhajir sebagai gubernur di Andalusia dan Afrika Utara. Umar yang mengambil insiatif menggalakkan pengumpulan hadits dan penyebaran ilmu pengetahuan agama telah menghantar beberapa surat kepada gubernurnya untuk mendidik masyarakat.



Mantan Guru Besar ISTC-IIUM ini melanjutkan : “Pandangan alam yang menyuburkan sikap mendalami ilmu pengetahuan juga terkandung dalam Muwatta’ Imam Malik, teks penting yang mempengaruhi umat Islam Afrika Utara dan Andalusia. Imam Malik meriwayatkan, beliau mendengar bahwa Luqman al Hakim menasihati anaknya:”Wahai Anakku! Bergaullah dengan orang-orang alim dan duduklah dengan hormat bersama mereka karena Allah SWT menghidupkan jiwa dengan cahaya hikmah-Nya, seperti Dia menghidupkan tanah gersang dengan hujan dari langit…Cendekiawan Andalusia juga menulis karya-karya penting tentang ilmu pengetahuan. Ibnu Hazm (w. 1064M) mengarang kitab Maratib al Ulum yang mengajarkan kepentingan pelbagai ilmu pengetahuan, manakala Ibn Abdul Barr (w. 1070M) menulis kitab terkenal --Jami Bayan al Ilm wa Fadhlihi wa ma Yanbaghi fi Riwayati wa Hamlihi-- yang mengandung banyak hadits yang menyanjung ilmu pengetahuan dan usaha mencapai dan menyebarnya.”



000



Akhir Oktober 2009 lalu, dari Kajang-Bangi, Malaysia saya berkesempatan mengunjungi Singapura. Saya naik kereta api dari stasiun Kajang ke Singapura pulang balik hanya 64 ringgit saja (sekitar Rp 190.000). Tujuan ke Singapura sebenarnya selain untuk silaturahmi dengan seorang kawan, juga yang lebih penting untuk memperpanjang visa saya di Malaysia.



Sekitar 8 jam, saya sampai di stasiun Singapura. Ini sebenarnya perjalanan saya yang kedua ke Singapura dengan kereta api. Tahun 1995 dulu, saya pernah mencoba naik kereta dari ‘kota Singa’ itu ke Kuala Lumpur. Berbeda dengan tahun 1995, saya menemukan kejadian aneh tahun lalu. Ketika menuju pintu keluar stasiun, petugas imigrasi menanyakan identitas saya. Ia melihat dulu visa saya berwarganegara Indonesia. Kemudian ia bertanya: “Anda muslim?”, “Ya”, jawab saya. Kemudian ia memencet sebuah tombol di sampingnya dan datanglah petugas lain mengajak saya agak menjauh dari gerbang pemeriksaan visa itu. Di situ saya dicecar untuk apa ke Singapura? Siapa yang dituju? Berapa lama? dan lain-lain. Visa saya dibawanya ke sebuah ruangan dan nampak dari kaca ruangan itu ‘mesin fotokopi’. Setelah ia menyerahkan visa, saya disuruh kembali ke petugas yang pertama untuk di stempel sebagai tanda pengesahan.



Saya cukup jengkel dengan perlakuan petugas imigrasi Singapura ini. Pertanyaan Anda Muslim, membuat saya benar-benar dongkol. Karena saya saksikan beberapa ‘turis lain’, kebanyakan wajah Cina, baik dari Singapura maupun Malaysia lancar saja dan tidak mengalami perlakuan seperti saya.



Sambil berjalan saya berfikir mungkin mereka takut kepada Muslim Indonesia, karena banyak kejadian bom di Indonesia. Barangkali mereka merasa nyaman bila yang datang dari Indonesia non Muslim bukan Muslim. Seorang kawan dari Padang, juga menceritakan kejadian yang mirip dengan saya, di waktu yang lain. Tapi saya tidak tahu secara pasti, karena mereka tidak mengungkapkan alasan penerapan diskriminasi pemeriksaan visa itu.



Di stasiun Singapura, saya dijemput seorang yang bernama Abdullah Ustman. Penjemput ini belum saya kenal sebelumnya. Saya diperkenalkan sebelumnya oleh sahabat dan guru saya, Prof Wan Mohd Nor Wan Daud via email.



Abdullah, kini sedang menempuh program doktor di Universiti Malaya, setelah menamatkan S2-nya di ISTAC Malaysia. Ketika menempuh program Master dulu, ia berkisah bahwa tiap minggu ia mesti pulang balik naik bis Singapura-Kuala Kumpur. Laki-laki tinggi ini sehari-harinya senang memakai kopiah. Pembawaannya ramah dan mudah akrab dengan orang lain, termasuk saya yang baru dikenalnya.



Ia kini salah seorang pimpinan “Sekolah Islam Andalusia (dan Cordova)” di Singapura. Istrinya dari Indonesia dan mertuanya sudah lama menetap dan tinggal di Singapura. Saya diinapkan di salah satu rumahnya, sebuah apartemen, ditemani mertua laki-lakinya. Mertuanya ini tidak kalah baik dan ramahnya. Bila pagi, ia menyediakan teh, gorengan dan nasi uduk. Ia juga senang bercerita panjang tentang perantauannya di negara kecil ini.



Selama di Singapura, tidak menyangka saya diperlakukan ‘tamu istimewa”. Saya diajak berputar-putar di jalan-jalan Singapura, termasuk melihat pantai dan pinggiran laut yang diuruk menjadi daratan serta berbagai gedung telah berdiri di sana. Tidak lupa juga ‘dipaksa’ untuk menikmati berbagai makanan di sana. Yang paling berkesan ketika saya mengunjungi Museum Melayu di Singapura. Di museum itu, meskipun tidak begitu luas, saya sangat terkesan. Sejarah Malaka, Singapura, Nusantara dan kepahlawanan orang-orang Muslim Melayu melawan Portugis, Belanda dll ditampilkan di sana. Dengan tampilan musik, suara dan studio yang menawan, sejarah Melayu ditampilkan seolah-olah ‘hidup’ kembali. Saya tidak menemukan hal itu di tanah air. Entah mengapa. Di lantai atas, kebetulan pas ada pameran foto masjid-masjid di Jerman yang menawan. Saya pun menikmatinya.



Yang tak kalah menariknya saya diajak keliling untuk melihat berbagai sekolah Islam Andalusia dan Cordova. Sekolah Islam ini jumlahnya lebih dari 20 sekolah dan muridnya ribuan. Beberapa sekolah letaknya di lantai bawah gedung apartemen. Sekolah-sekolah ini mulai dari TK sampai diploma. Ia dan kawan-kawannya hanya bisa mendirikan diploma (D3). Untuk universitas hampir mustahil ia mendirikan, karena universitas hanya boleh didirikan oleh negara sebagaimana kebijakan yang diambil pemerintah Singapura.



Bahasa Melayu (Indonesia), Arab dan Inggris digunakan sebagai bahasa pengantar di sana. Abdullah menyatakan kesedihannya melihat bahasa Melayu yang tergusur di Singapura. “Di sekolah-sekolah negeri menggunakan bahasa Inggris semua,”ungkapnya. Karena itu, ia bersama timnya mengajarkan anak didiknya tiga bahasa itu, mulai dari TK.



000



Bila saya berkunjung ke toko buku Gramedia, saya seringkali merasakan ketentraman di sana. Bukan karena gedungnya ber-ac, tapi yang lebih penting saya bisa menikmati buku apapun di situ dengan gratis. Buku-buku baru, buku best seller, buku-buku berbagai hal tinggal kita petik saja dari raknya, kita baca di tempat. Meski kurang nyaman, karena seringkali baca sambil berdiri, tapi paling tidak di situ kita dapat mengobati kehausan akal kita akan berbagai ilmu pengetahuan. Toko-toko buku semacam Gramedia seringkali menggantikan perpustakaan-perpustakaan kampus yang seringkali ketinggalan informasi.



Mengambil inspirasi dari Baghdad dan Andalusia, saya pernah mengusulkan kawan teman-teman anggota DPRD Depok dan Tangerang agar mengajukan usulan ke Walikota untuk membuat perpustakaan kota yang nyaman. Perpustakaan dengan buku-buku yang ‘lengkap’, arsitek yang bagus dan ditambah dengan lapangan tempat rekreasi keluarga. Juga dilengkapi dengan musholla atau masjid disitu. Saya yakin bila hal itu diwujudkan, maka banyak keluarga dan anak-anaknya akan berkunjung ke perpustakaan daripada mall atau tempat-tempat rekreasi yang ‘tidak berpendidikan’.



Banyak sahabat-sahabat di Singapura, Malaysia, Indonesia dan negeri-negeri lain memimpikan terwujudnya kembali Andalusia, mungkinkah? Tentu bukan kemustahilan. Wallaahu samiiun aliim.

Senin, 21 Juni 2010

Catatan Kecil untuk Munas PKS: Bersama-sama Kaum Muslim Kita Berjuang!


Catatan Kecil untuk Munas PKS:
Bersama-sama Kaum Muslim Kita Berjuang!
Oleh: Nuim Hidayat*

Pengantar

Saat ini Munas PKS sedang berlangsung di Jakarta. Kemarin dan hari ini (17/6), tokoh-tokoh PKS menyatakan bahwa partainya terbuka untuk non Islam. Bahkan Anis Matta menyatakan bahwa anggota legislatif PKS non Islam sudah sekitar 20 orang.

Dari diskusi-dikusi dan pengajian –pengajian Islam di berbagai tempat banyak yang menyayangkan perubahan-perubahan mendasar di PKS. Baik menyangkut gaya hidup anggota DPR-DPRD atau pejabatnya maupun prinsip-prinsip dakwahnya. Anggota-anggota DPR-DPRD dari partai-partai Islam, kebanyakan mengikuti gaya hidup anggota-anggota DPR-DPRD partai sekuler. Gaya hidup hedonis/bermewah-mewah kini banyak menjangkiti para politikus dan pejabat di negeri kita. Contoh misalnya, melihat kemiskinan di negeri kita yang jumlahnya minimal 40 juta (menurut Bank Dunia sekitar 100 juta bila yang jadi patokan bahwa yang disebut miskin pendapatan per hari kurang dari 2 dolar US per hari), harusnya wakil-wakil rakyat itu saat ini minta penurunan gaji. Buka hanya diam saja menikmati gaji yang ada. Karena gaji para politikus dan pejabat itu diambil dari uang rakyat.

Bagaimana mereka bisa merasa ’tidak berdosa’ menggunakan uang rakyat yang kondisinya kini puluhan juta berada dalam kemiskinan? Rasulullah, Khulafaur Rasyidin dan pemimpin-pemimpin Islam yang sholeh tidak pernah mencontohkan seperti itu. Di masa-masa mereka meskipun kekayaan negara kaya (baitul mal), tapi para pemimpin itu hidup sederhana. Karena mereka menyadari bahwa gaji mereka itu diambil dari uang rakyat. Sebagaimana petugas amil zakat atau infaq tidak boleh seenaknya mengambil uang yang dikumpulkan para donatur. Lain masalahnya bila uang itu dari usaha-bisnis sendiri.

Dan disitulah rahasia keberhasilan Islam, rahasia cepat tersebarnya dakwah Islam dulu adalah ketika pemimpin-pemimpinnya memberikan keteladanan dalam hidup. Mereka rela hidup sederhana di tengah-tengah baitul mal yang kaya. Apalagi bila baitul mal dalam kondisi miskin –seperti di Indonesia—mereka tidak akan memperkaya diri sendiri di tengah-tengah kemiskinan rakyat. Karena pemimpin (dalam setiap level) adalah contoh. Dan kata pepatah ’ikan busuk dari kepalanya’.

Itu dari prinsip-prinsip ekonomi Islam. Dari segi aqidah Islam, sudah jelas bahwa Rasulullah mencontohkan dalam perjuangan dakwah Islam, Rasul tidak pernah memasukkan orang-orang non Islam dalam manajemen dakwah. Mereka mesti masuk Islam dulu –tentu dengan kesadaran sendiri—untuk bisa ikut dalam manajemen dakwah Rasulullah. Tidak ada sunnah Rasulullah bahwa dalam organisasi dakwah (partai islam,ormas islam dll), orang-orang kafir ikut bersama Rasul dalam dakwah menyebarkan Islam.

Dan itulah inti hidup kita, yaitu melanjutkan risalah Rasulullah saw. Bila kita baca sirah Nabi, maka Rasul bila mengutus utusan ke daerah minoritas Islam, Rasulullah nmemerintahkan kepada mereka untuk mendakwahkan Islam, menyebarkan Islam. Seperti ketika Rasul mengutus Muadz bin Jabal, Khalid bin Walid dll ke daerah minoritas Islam. Rasul tidak pernah menyuruh yang penting mereka mendukung Rasulullah (mendulang suara), meski mereka tidak menjadi Islam. Dan saya khawatir memasukkan orang-orang non Islam dalam partai Islam atau organisasi Islam, adalah perbuatan bid’ah yang besar dan teladan buruk dalam sejarah Islam di Indonesia.

Saya tahu bahwa yang saya tulis ini mungkin tidak berpengaruh banyak bagi Munas PKS sekarang ini. Saya menyadari bahwa dalam harakah –sebagaimana saya pernah ikuti--, yang berkuasa adalah amirnya. Dan amir biasanya hanya mendengar dari orang-orang kepercayaannya (inner circlenya), bukan dari orang lain meski kuat argumentasinya. Tapi itu tidak masalah. Karena saya berprinsip kebenaran mesti disampaikan, baik diterima maupun tidak. ’Busur panah bila telah dilepaskan ia akan mencapai sasarannya sendiri’. Kewajiban kita adalah menyampaikan, kepada Allah SWT kita semua bertawakkal.

Di bawah ini saya angkat kembali catatan kecil saya untuk PKS, yang kebetulan dimuat di Majalah Hidayatullah, edisi Maret 2008. Mudah-mudahan manfaat.

000

Bersama-sama Kaum Muslim Kita Berjuang

Kepada sahabat2
Generasi Muda Islam

Kususun buku ini untukmu
Turutilah djedjak pemimpinmu
kenangkan sedjarahnya
teruskan perjuangannya


Di tengah gegap gempitanya 'partai-partai Islam' saat ini berkonsolidasi untuk pemilu 2009, maka muncullah gagasan partai Islam agar terbuka dan inklusif. Partai Kebangkitan Bangsa telah lebih dulu memulai gagasan ini dengan memasukkan beberapa non Muslim menjadi pengurus atau anggota DPP Partai PKB. Partai Keadilan Sejahtera, juga menerima gagasan inklusif ini. Meski sebenarnya PKS juga telah memulai menerima anggota/pengurus non Muslim/anggota DPRD untuk daerah Irian.

Melihat gagasan inklusif partai-partai Islam (dalam AD/ART-nya) ini, membuat penasaran diri saya untuk bertanya: bolehkah dalam berpartai kita bersama-sama non Muslim? Kemudian saya membuka-buka kembali buku sejarah. Alhamdulillah di rumah saya ketemu buku "Alam Fikiran dan Djedjak Perjuangan Prawoto Mangkusasmito" yang yang disusun oleh SU Bajasut. Buku ini selain memaparkan pemikiran-pemikiran Ketua Umum Masyumi Prawoto juga melampirkan dokumentasi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Masyumi.


Di Anggaran Dasar Partai Politik Islam Indonesia Masjumi ditegaskan: "Tujuan Partai ialah terlaksananya ajaran dan hukum Islam, di dalam kehidupan orang seorang , masyarakat dan negara Republik Indonesia, menuju keridhaan Ilahi." (Pasal III). Pada pasal IV-nya dinyatakan: "Usaha partai untuk mencapai tujuannya:
Menginsyafkan dan memperluas pengetahuan serta kecakapan Umat Islam Indonesia dalam perjuangan politik
Menyusun dan memperkokoh kesatuan dan tenaga umat Islam Indonesia dalam segala lapangan
Melaksanakan kehidupan rakyat terhadap perikemanusiaan, kemasyarakatan, persaudaraan dan persamaan hak berdasarkan taqwa menurut ajaran Islam
Bekerjasama dengan lain-lain golongan dalam lapangan bersamaan atas dasar harga menghargai


Nah, ini yang menarik, di pasal V tentang anggota dinyatakan, Anggota Partai terdiri dari:
Anggota biasa, ialah warga negara Indonesia yang beragama Islam (laki-laki dan perempuan) dan tidak menjadi anggota partai politik lain
Anggota teras, terpilih dari anggota-anggota biasa
Anggota Istimewa, ialah Pengurus Besar/Pusat perhimpunan Islam yang bukan partai politik


Keharusan anggota wajib beragama Islam ini lebih tegas lagi, dijelaskan dalam "Anggaran Rumah Tangga Partai Politik Islam Indonesia Masjumi". Dalam Bab II Pasal 3 dijelaskan: "Syarat-syarat untuk menjadi anggota partai: 1. Tiap warga negara Republik Indonesia yang beragama Islam, laki-laki maupun perempuan, berumur sekurang-kurangnya 18 tahun atau sudah kawin dan tidak menjadi anggota partai politik lain dapat diterima menjadi anggota biasa..." (ART Partai ini ditetapkan dalam Sidang Dewan Partai, 9-12 Oktober 1953. Artinya sebelum pemilu 1955 dimana Masjumi memperoleh suara ).


Jadi Masjumi tegas mengharamkan anggota partainya non Muslim. Apalagi jadi pengurus partai. Seperti sudah lazim kita ketahui untuk menjadi pengurus partai (atau anggota DPRD sebuah partai), seseorang diharuskan menjadi anggota terlebih dahulu. Jadi bila merujuk sejarah, maka suatu hal yang aneh partai Islam anggota/pengurus non Muslim (inklusif).


Bagi partai yang ingin menegakkan syariah Islam di Indonesia, atau partai dakwah, tentu hal yang aneh bila dalam perjuangan partai itu ada anggota/pengurus non Muslim. Bagaimana mau berdakwah, mengajak orang lain ke jalan Islam, sementara dalam rumah tangga partai dakwah sendiri ada yang non Muslim? Logika berpikir yang benar, tentu untuk menjadi partai dakwah, maka anggota/pengurus yang di dalam harus bersiap untuk dakwah. Dan untuk siap berdakwah, maka seseorang harus menjadi Muslim terlebih dulu.


Sayangnya, kini sejarah Masjumi yang didirikan oleh alim ulama dan cendekiawan Islam yang penuh keteladanan itu kini jarang lagi ditengok oleh politikus-politikus partai. Para politikus saat ini mencoba gagah-gagahan untuk melepas diri sejarah perjuangan Islam Indonesia masa lalu. Padahal Masjumi Masjumi didirikan dari hasil Muktamar Islam Indonesia di Yogyakarta 7-8 November 1945, oleh hampir semua tokoh berbagai organisasi Islam dari masa sebelum perang serta masa pendudukan Jepang. Organisasi-organisasi Islam yang masuk Masjumi antara lain: Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Perikatan Umat Islam, Persatuan Umat Islam, Persis, Al Irsyad, Al Jamiyatul Washliyah, Al Ittihadiyah dan lain-lain (Lihat buku Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional, hal. 47-50).

Padahal Al-Qur'an berulangkali dalam ayatnya mengingatkan kita agar menengok dan meneladani sejarah. Baik sejarah individu, masyarakat atau sebuah bangsa. Politik hari ini, adalah sejarah sejarah esok hari. Allah SWT mengingatkan:


"Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. (QS. 11:120).


"Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (QS. 7:176)


Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. (QS. 12:111).


Maka buku pemikiran Prawoto Mangkusasmito di atas, bukanlah sekedar kalimat-kalimat pemuas akal belaka. Di halaman persembahannya ditulis:
"Kususun buku ini untukmu
Turutilah djedjak pemimpinmu
kenangkan sedjarahnya
teruskan perjuangannya


Tapi, kini kondisi partai politik lebih parah. Disadari atau tidak, ideologi sekuler Barat –lewat lobi-lobi para orientalis/indonesianis-- telah masuk dalam cara berpikir banyak orang partai. Sehingga dalam dan antar partai Islam yang terjadi rebutan jabatan, rebutan angggota DPR/DPRD dan rebutan sumber-sumber uang. Tanpa melihat lagi aqidah, kapabilitas dan keamanahan seorang calon. Partai bukan dilihat lagi sebagai alat perjuangan dakwah dan alat perjuangan untuk menegakkan syariat Islam di Indonesia. Padahal Al-Qur'an jelas menegaskan fungsi organisasi Islam atau partai Islam adalah menegakkan amar makruf nahi mungkar. Bukan untuk mencari suara belaka. Untuk apa kekuasaan dipegang, bila tidak ditegakkan amar makruf nahi mungkar? Al Qur'an mengingatkan: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung." (QS. 3:104)

Cara berpikir Barat yang menyesatkan lainnya –yang banyak diadopsi oleh partai-partai sekuler— adalah partai diibaratkan negara kecil. Dari sinilah ide pluralisme, inklusivisme partai masuk. Padahal partai bukanlah tipikal negara. Partai bukan negara. Dalam negara tidak dilarang orang-orang non Islam hidup bersama kaum Muslim. Partai bisa diibaratkan rumah keluarga besar kita. Dalam keluarga, kita berkewajiban menjaga aqidah istri, anak-anak dan sistem dalam keluarga itu agar tidak keluar dari nilai-nilai Islam. Keluarga kita harus Islami, tapi kita menghormati tetangga kita yang non Muslim. Bahkan kita bisa saling membantu dalam hal kebaikan dengan mereka.

Walhasil, memang benar ungkapan Rasulullah saw, bahwa dalam kehidupan ini –berumah tangga, bekerja, berorganisasi dan berpartai—ditentukan oleh niat. Kalau dalam organisasi Islam bisa dilihat dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. Sabda Rasulullah saw: "Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya dan sesungguhnya tiap-tiap orang tidak lain (akan memperoleh balasan dari) apa yang diniatkannya. Barangsiapa hijrahnya menuju (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu ke arah (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena (harta atau kemegahan) dunia yang dia harapkan, atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu ke arah yang ditujunya." (HR Bukhari Muslim)

Keberhasilan Masjumi dengan asas Islam dan agenda penegakan syariah Islam di Indonesia (Islamisasi), dalam Pemilu tahun 1955, dan kegagalan Amien Rais dengan Partai Amanat Nasionalnya saat ini, sudah merupakan pelajaran berharga bagi kita untuk melangkah ke depan. Fa'tabiru ya Ulil Albab.*

(*Penulis adalah Dosen dan Penulis Buku "Sayid Qutb, Biografi dan Kejernihan Pemikirannya.")