Rabu, 30 September 2015

Saat Jalaluddin Rachmat Berbicara Islam

Kang Jalal begitu panggilan, meski ia dicap seorang Syiah, tapi sebenarnya ia Susi (Sunni-Syii). Kepada wartawan yang menemuinya saat pembentukan Ijabi (Ikatan Jamaah Ahlul Bait di Indonesia), ia terus terang bermazhab Susi, bukan Syiah atau Sunni. Saat pembentukan Ijabi di Kuningan (Gedung Nyi Ageng Serang) itu, ia dan anak buahnya juga memutar video, pasnya film 
menarik yaitu Children of Heaven.

Film itu menarik karena menceritakan sebuah keluarga ‘miskin’ di Iran. Di mana seorang kakak mengikuti lomba lari untuk mendapat hadiah sepatu untuk sang adik.

Jalal memang senang kontroversi. Tulisan-tulisannya renyah dan enak dibaca. Penulis menikmati tulisannya sejak mahasiswa. Ketika kuliah di IPB, sebelum Kuliah Kerja Nyata, penulis sempatkan pergi ke Internusa (mall besar satu-satunya di Bogor saat itu), untuk membeli karangan terbarunya Islam Aktual. Sebelum menulis Islam Aktual, Jalal menulis buku Islam Alternatif.

Dosen Komunikasi Uiversitas Pajajaran ini juga dikenal sebagai ahli komunikasi. Bicaranya menarik seperti tulisannya. Ceramahnya menyentuh dan banyak ide-ide baru keluar dari ucapannya. Meski kadang kontroversial, tapi ia jujur dan ada rujukan yang ia kutip. Tidak banyak intelektual Islam seperti itu. Bukunya Psikologi Komunikasi best seller dan menjadi pedoman bagi banyak universitas di Indonesia.

Salah satu yang menarik adalah ketika ia membahas Ulil Albab.Ulil Albab, menurut Al Qur’an adalah kelompok manusia tertentu yang diberi keistimewaan Allah SWT. Diantara keistimewaannya adalah mereka diberi hikmah, kebijaksanaan dan pengetahuan. Firman Allah SWT:

“Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang diberik hikmah, sungguh telah diberi kebijakan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali Ulil Albab.” (QS al Baqarah 269)

“Mereka adalah orang yang bisa mengambil pelajaran dari sejarah umat manusia.” (QS Yusuf 111)
Dipelajarinya sejarah berbagai bangsa, kemudian disimpulkannya satu pelajaran yang bermanfaat, yang dapat dijadikan petunjuk dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan ini.

“Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk dari Allah dan mereka itulah Ulil Albab.” (QS Ali Imran 7)

Menurut Jalal, kaum intelektual bukanlah sarjana yang hanya menunjukkan kelompok orang yang sudah melewati pendidikan tinggi dan memperoleh gelar sarjana. Mereka juga bukan sekedar ilmuwan yang mendalami dan mengembangkan ilmu dengan penalaran dan penelitian. Mereka adalah kelompok orang yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya, menangkap aspirasi mereka , merumuskannya dalam bahasa yang dapat dipahami setiap orang, menawarkan strategi dan alternatif pemecahan masalah.

Di dalam masyarakat Islam, seorang intelektual bukan saja seorang yang memahami sejarah bangsanya, dan sanggup melahirkan gagasan-gagasan yang cemerlang, melainkan juga menguasai sejarah Islam. Intelektuaal seperti ini dalam Al Qur’an disebut dengan orang-orang yang bijak (men of understanding atau men of wisdom).

Beberapa tanda Ulil Albab diuraikan kang Jalal sebagai berikut:
Pertama, sungguh-sungguh mencari ilmu. Al Qur’an menyatakan:
“Dan orang yang ilmunya mendalam berkata:”Kami beriman kepadanya (Al Qur’an). Semuanya dari sisi Tuhan kami”. Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali Ulil Albab.” (QS Ali Imran 7).
Termasuk dalam sungguh-sungguh mencari ilmu adalah kesenangannya mentafakkuri ciptaan Allah di langit dan bumi. Firman Allah:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergiliran malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi Ulil Albab.” (QS Ali Imran 190).
Abdus Salam, seorang Muslim pemenang hadiah Nobel, berkat teori unifikasi gaya yang disusunnya, berkata: “Al Qur’an mengajarkan kepada kita dua hal: tafakur dan tasyakur. Tafakur adalam merenungkan ciptaan Allah di langit dan bumi, kemudian menangkap hokum-hukum yang ada di alam semesta. Tafakur inilah yang sekarang disebut dengan science. Tasyakur adalah memanfaatkan nikmat dan karunia Allah dengan menggunakan akal fikiran, sehingga kenikmatan itu makin bertambah.”

Kedua, mampu memisahkan yang jelek dengan yang baik. Walaupun ia harus sendirian mempertahankan kebaikan itu dan walaupun kejelekan itu dipertahankan banyak orang. Allah berfirman: “Katakanlah tidak sama kejelekan dengan kebaikan, meskipun kejelekan itu banyak yang mengagumi. Maka bertakwalah kepada Allah hai Ulil Albab agar kamu beruntung (tuflihuun).” (QS Al Maidah 100).

Ketiga, kritis dalam mendengarkan pembicaraan. Pandai menimbang-nimbang dalam ucapan, teori, proposisi atau dalil yang dikemukakan orang lain. Firman Allah SWT:
“Yang mendengarkan perkataan, lalu mengikuti yang terbaik. Mereka itulah orang-orang yang mendapat Allah petunjuk dan mereka itulah Ulil Albab.” (QS az Zumar 18)

Keempat, bersedia menyampaikan ilmunya kepada orang lain untuk memperbaiki masyarakatnya. Bersedia memberikan peringatan kepada masyarakat, diperingatkan masyarakat kalau terjadi penyimpangan dan diprotesnya kalau terdapat ketidakadilan. Dia tidak berpangku tangan saja di dalam laboratorium atau terbenam dalam perpustakaan saja. Tapi dia tampil di masyarakat, terpanggil hatinya untuk memperbaiki ketidakberesan di tengah masyarakat.

“Dan (Al Qur’an) ini adalah penjelasan (yang sempurna) bagi manusia. Agar mereka mengetahui bahwa Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang yang bijak mengambil pelajaran.” (QS Ibrahim 52)

“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang bijak saja yang dapat mengambil pelajaran. (yaitu) Orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian, orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan. Orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).” (QS ar Ra’ad 19-22)

Kelima, Tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah. Berkali-kali Al Qur’an menyebutkan bahwa Ulil Albab hanya takut kepada Allah:

Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang bijak.” (QS al Baqarah 197)

“Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku (Allah) hai Ulil Albab.” (QS al Baqarah 197)

“Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang bijak. (yaitu) Orang-orang yang beriman. Sungguh Allah telah menurunkan peringatan kepadamu.” (QS ath Talaq 10)

Keenam, (tidak disebutkan Kang Jalal) adalah orang yang meyakini hukum Allah itu sempurna.
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang bijak, agar kamu bertaqwa.” (QS al Baqarah 179)

Menenai ayat ini Imam ash Shabuni menjelaskan bahwa qishash di ayat ini menggunakan al. Sedangkan hayat (kehidupan) tidak menggunakan al. Bermakna bahwa kalau hokum qishash diterapkan, maka aka nada kehidupan (orang takut membunuh, karena orang yang membunuh akan diqishash. Dibalas ia dengan hukum bunuh. Tidak seperti saat ini, dimana terjadi banyak pembunuhan, karena KUHP tidak memuat tentang hukum qishash ini (hukum Islam).
Beda Ulil Albab dengan intelektual adalah seorang ulil albab suka bangun  tengah malam dan mengisi malamnya untuk beribadah kepada Allah.

(Apakah orang musyrik yang beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu?" Sesungguhnya ini adalah pelajaran bagi Ulil Albab.” (QS az Zumar 9).


Jadi ulil albab adalah intelektual plus. Intelektual plus ketakwaan atau intelektual plus keshalehan.*nh

Tidak ada komentar: