Kang Jalal begitu panggilan, meski ia dicap seorang Syiah,
tapi sebenarnya ia Susi (Sunni-Syii). Kepada wartawan yang menemuinya saat
pembentukan Ijabi (Ikatan Jamaah Ahlul Bait di Indonesia), ia terus terang
bermazhab Susi, bukan Syiah atau Sunni. Saat pembentukan Ijabi di Kuningan
(Gedung Nyi Ageng Serang) itu, ia dan anak buahnya juga memutar video, pasnya
film
menarik yaitu Children of Heaven.
Film itu menarik karena menceritakan sebuah keluarga
‘miskin’ di Iran. Di mana seorang kakak mengikuti lomba lari untuk mendapat
hadiah sepatu untuk sang adik.
Jalal memang senang kontroversi. Tulisan-tulisannya renyah
dan enak dibaca. Penulis menikmati tulisannya sejak mahasiswa. Ketika kuliah di
IPB, sebelum Kuliah Kerja Nyata, penulis sempatkan pergi ke Internusa (mall
besar satu-satunya di Bogor saat itu), untuk membeli karangan terbarunya Islam
Aktual. Sebelum menulis Islam Aktual, Jalal menulis buku Islam Alternatif.
Dosen Komunikasi Uiversitas Pajajaran ini juga dikenal sebagai
ahli komunikasi. Bicaranya menarik seperti tulisannya. Ceramahnya menyentuh dan
banyak ide-ide baru keluar dari ucapannya. Meski kadang kontroversial, tapi ia
jujur dan ada rujukan yang ia kutip. Tidak banyak intelektual Islam seperti
itu. Bukunya Psikologi Komunikasi best seller dan menjadi pedoman bagi banyak
universitas di Indonesia.
Salah satu yang menarik adalah ketika ia membahas Ulil
Albab.Ulil Albab, menurut Al Qur’an adalah kelompok manusia tertentu yang
diberi keistimewaan Allah SWT. Diantara keistimewaannya adalah mereka diberi
hikmah, kebijaksanaan dan pengetahuan. Firman Allah SWT:
“Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Dan barangsiapa yang diberik hikmah, sungguh telah diberi kebijakan yang
banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali Ulil Albab.” (QS
al Baqarah 269)
“Mereka adalah orang yang bisa mengambil pelajaran dari
sejarah umat manusia.” (QS Yusuf 111)
Dipelajarinya sejarah berbagai bangsa, kemudian
disimpulkannya satu pelajaran yang bermanfaat, yang dapat dijadikan petunjuk
dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan ini.
“Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk dari
Allah dan mereka itulah Ulil Albab.” (QS Ali Imran 7)
Menurut Jalal, kaum intelektual bukanlah sarjana yang hanya
menunjukkan kelompok orang yang sudah melewati pendidikan tinggi dan memperoleh
gelar sarjana. Mereka juga bukan sekedar ilmuwan yang mendalami dan
mengembangkan ilmu dengan penalaran dan penelitian. Mereka adalah kelompok
orang yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya, menangkap
aspirasi mereka , merumuskannya dalam bahasa yang dapat dipahami setiap orang,
menawarkan strategi dan alternatif pemecahan masalah.
Di dalam masyarakat Islam, seorang intelektual bukan saja
seorang yang memahami sejarah bangsanya, dan sanggup melahirkan gagasan-gagasan
yang cemerlang, melainkan juga menguasai sejarah Islam. Intelektuaal seperti
ini dalam Al Qur’an disebut dengan orang-orang yang bijak (men of understanding
atau men of wisdom).
Beberapa tanda Ulil Albab diuraikan kang Jalal sebagai
berikut:
Pertama, sungguh-sungguh mencari ilmu. Al Qur’an menyatakan:
“Dan orang yang ilmunya mendalam berkata:”Kami beriman
kepadanya (Al Qur’an). Semuanya dari sisi Tuhan kami”. Tidak ada yang dapat
mengambil pelajaran kecuali Ulil Albab.” (QS Ali Imran 7).
Termasuk dalam sungguh-sungguh mencari ilmu adalah
kesenangannya mentafakkuri ciptaan Allah di langit dan bumi. Firman Allah:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
pergiliran malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi Ulil Albab.” (QS Ali
Imran 190).
Abdus Salam, seorang Muslim pemenang hadiah Nobel, berkat
teori unifikasi gaya yang disusunnya, berkata: “Al Qur’an mengajarkan kepada
kita dua hal: tafakur dan tasyakur. Tafakur adalam merenungkan ciptaan Allah di
langit dan bumi, kemudian menangkap hokum-hukum yang ada di alam semesta.
Tafakur inilah yang sekarang disebut dengan science.
Tasyakur adalah memanfaatkan nikmat dan karunia Allah dengan menggunakan
akal fikiran, sehingga kenikmatan itu makin bertambah.”
Kedua, mampu memisahkan yang jelek dengan yang baik.
Walaupun ia harus sendirian mempertahankan kebaikan itu dan walaupun kejelekan
itu dipertahankan banyak orang. Allah berfirman: “Katakanlah tidak sama
kejelekan dengan kebaikan, meskipun kejelekan itu banyak yang mengagumi. Maka
bertakwalah kepada Allah hai Ulil Albab agar kamu beruntung (tuflihuun).” (QS Al Maidah 100).
Ketiga, kritis dalam mendengarkan pembicaraan. Pandai
menimbang-nimbang dalam ucapan, teori, proposisi atau dalil yang dikemukakan
orang lain. Firman Allah SWT:
“Yang mendengarkan perkataan, lalu mengikuti yang terbaik.
Mereka itulah orang-orang yang mendapat Allah petunjuk dan mereka itulah Ulil
Albab.” (QS az Zumar 18)
Keempat, bersedia menyampaikan ilmunya kepada orang lain
untuk memperbaiki masyarakatnya. Bersedia memberikan peringatan kepada
masyarakat, diperingatkan masyarakat kalau terjadi penyimpangan dan diprotesnya
kalau terdapat ketidakadilan. Dia tidak berpangku tangan saja di dalam
laboratorium atau terbenam dalam perpustakaan saja. Tapi dia tampil di
masyarakat, terpanggil hatinya untuk memperbaiki ketidakberesan di tengah
masyarakat.
“Dan (Al Qur’an) ini adalah penjelasan (yang sempurna) bagi
manusia. Agar mereka mengetahui bahwa Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar
orang yang bijak mengambil pelajaran.” (QS Ibrahim 52)
“Adakah
orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu
benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang bijak saja yang
dapat mengambil pelajaran. (yaitu) Orang-orang yang memenuhi janji Allah dan
tidak merusak perjanjian, orang-orang
yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan
mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. Dan orang-orang
yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan
menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi
atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan. Orang-orang
itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).” (QS ar Ra’ad 19-22)
Kelima, Tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah.
Berkali-kali Al Qur’an menyebutkan bahwa Ulil Albab hanya takut kepada Allah:
“Dan apa
yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah,
dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai
orang-orang yang bijak.” (QS al Baqarah 197)
“Berbekallah
dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku
(Allah) hai Ulil Albab.” (QS al Baqarah 197)
“Allah
menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah hai
orang-orang yang bijak. (yaitu) Orang-orang yang beriman. Sungguh Allah telah
menurunkan peringatan kepadamu.” (QS ath Talaq 10)
Keenam,
(tidak disebutkan Kang Jalal) adalah orang yang meyakini hukum Allah itu
sempurna.
“Dan dalam
qishash itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang bijak, agar
kamu bertaqwa.” (QS al Baqarah 179)
Menenai ayat
ini Imam ash Shabuni menjelaskan bahwa qishash di ayat ini menggunakan al.
Sedangkan hayat (kehidupan) tidak menggunakan al. Bermakna bahwa kalau hokum
qishash diterapkan, maka aka nada kehidupan (orang takut membunuh, karena orang
yang membunuh akan diqishash. Dibalas ia dengan hukum bunuh. Tidak seperti saat
ini, dimana terjadi banyak pembunuhan, karena KUHP tidak memuat tentang hukum
qishash ini (hukum Islam).
Beda Ulil
Albab dengan intelektual adalah seorang ulil albab suka bangun tengah malam dan mengisi malamnya untuk
beribadah kepada Allah.
(Apakah orang
musyrik yang beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam
dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada akhirat dan mengharapkan
rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan
orang-orang yang tidak berilmu?" Sesungguhnya ini adalah pelajaran bagi
Ulil Albab.” (QS az Zumar 9).
Jadi ulil
albab adalah intelektual plus. Intelektual plus ketakwaan atau intelektual plus
keshalehan.*nh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar