Pertarungan boleh tidaknya jilbab di Polri
sudah lama. Wakapolri sebelumnya, Nanan Sukarna bahkan pernah melarang.
"Aturan di kepolisian tidak boleh,"
kata Wakapolri Komjen Nanan Sukarna, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, beberapa waktu
lalu.Aturan tersebut, ujar Nanan, diserukan sesuai kesepakatan bersama internal
kepolisian, tidak tertulis. Aturan dirancang dengan alasan agar pelayanan Polri
terhadap masyarakat tidak memihak atau imparsial.
"Jangan sampai pelayanan kepolisian terkendala, sehingga tidak imparsial," ujarnya. Nanan bahkan menegaskan, "Tidak boleh melanggar aturan pakaian. (lihat http://news.detik.com/read/ 2013/06/14/114520/2273371/10/korps-polri-larang-polwan-mengenakan-jilbab?n992204fksberita).
"Jangan sampai pelayanan kepolisian terkendala, sehingga tidak imparsial," ujarnya. Nanan bahkan menegaskan, "Tidak boleh melanggar aturan pakaian. (lihat http://news.detik.com/read/ 2013/06/14/114520/2273371/10/korps-polri-larang-polwan-mengenakan-jilbab?n992204fksberita).
Sikap Nanan, nampak
dilanjutkan Wakapolri saat ini, Oegreseno. Bahkan Oegreseno ‘berani’ membuat
telegram rahasia yang membatalkan kebolehan jilbab yang telah diutarakan
Kapolri Sutarman. Menurut
Oegroseno, pernyataan Sutarman terkait penggunaan jilbab jangan diartikan
secara gamblang. Pasalnya, belum ada regulasi yang mengatur penggunaan jilbab
itu.
"Jadi, kata-kata besok itu kan bisa kata orang Jawa mbesok. Jadi bisa
tomorrow, bisa the day after tomorrow. Yang jelas enggak yesterday,"
katanya.Oegroseno menambahkan, keberadaan aturan yang mengatur penggunaan jilbab bagi polwan merupakan hal penting. Tujuannya ialah agar para polwan memiliki standar yang jelas dalam berseragam, di samping itu untuk menghindari adanya tindakan sewenang-wenang yang dilakukan para polwan dalam berseragam.
"Sekarang contoh polisi boleh bawa senjata api, boleh enggak saya beli senjata api sendiri. Perintah negara polisi boleh bawa senjata api, boleh nembak orang. Kalau enggak diatur boleh enggak saya nembak wartawan? Jadi harus diatur," katanya. (lihat http://www.waspada.co.id/ index.php?option=com_content&view=article&id=308945:oegroseno-sutarman-berselisih-soal-jilbab-polwan&catid=59:kriminal-a-hukum&Itemid=91).
Oegroseno juga
membuat kebijakan tidak pastinya kapan jilbab akan diperbolehkan di
kepolisian. Untuk itu, kata dia, bagi para
polwan yang telah menggunakan jilbab agar bersabar, karena Polri masih perlu
melakukan studi banding.
“Jadi kita mau adakan studi dulu. Kita lihat Afganistan, Iran, Mekah, Madinah, Jeddah dan negara Eropa atau Amerika. Dari situ kita bisa lihat jilbab yang mana yang pantas digunakan polwan di Indonesia,” katanya.
Dengan melakukan studi banding ke negara lain, kata Oegroseno, maka Polri akan memilki standar tata cara berjilbab bagi polwan, mulai dari pengenaan pakaian hingga sepatu.
“Apakah dengan penggunakan jilbab hanya kelihatan matanya saja, atau pakainnya seperti daster. Pantasnya pakai celana panjang atau rok dan sepatunya apa boleh menggunakan sepatu tinggi, nah itu semua harus kita atur,” katanya.
Ketika ditanya berapa lama pihak Polri membutuhkan waktu untuk melakukan studi banding, Oegroseno mengatakan bahwa hal itu merupakan kewenangan Kapolri.
“Ya kita turunkan tim, semua itu Kapolri yang mengaturnya,” kata dia. Aturan pelarangan polwan menggunakan jilbab tercantum dalam Keputusan Kapolri No Pol : Skep/702/IX/2005 tentang Penggunaan Pakaian Dinas Seragam Polri dan PNS. (lihat http://nasional.teraspos.com/read/2013/12/02/68611/tunda-jilbab-polri-lakukan-studi-banding#sthash.vNFMvwko.dpuf).
“Jadi kita mau adakan studi dulu. Kita lihat Afganistan, Iran, Mekah, Madinah, Jeddah dan negara Eropa atau Amerika. Dari situ kita bisa lihat jilbab yang mana yang pantas digunakan polwan di Indonesia,” katanya.
Dengan melakukan studi banding ke negara lain, kata Oegroseno, maka Polri akan memilki standar tata cara berjilbab bagi polwan, mulai dari pengenaan pakaian hingga sepatu.
“Apakah dengan penggunakan jilbab hanya kelihatan matanya saja, atau pakainnya seperti daster. Pantasnya pakai celana panjang atau rok dan sepatunya apa boleh menggunakan sepatu tinggi, nah itu semua harus kita atur,” katanya.
Ketika ditanya berapa lama pihak Polri membutuhkan waktu untuk melakukan studi banding, Oegroseno mengatakan bahwa hal itu merupakan kewenangan Kapolri.
“Ya kita turunkan tim, semua itu Kapolri yang mengaturnya,” kata dia. Aturan pelarangan polwan menggunakan jilbab tercantum dalam Keputusan Kapolri No Pol : Skep/702/IX/2005 tentang Penggunaan Pakaian Dinas Seragam Polri dan PNS. (lihat http://nasional.teraspos.com/read/2013/12/02/68611/tunda-jilbab-polri-lakukan-studi-banding#sthash.vNFMvwko.dpuf).
Ogroeseno bahkan
menyatakan pernyataan lebih keras lagi. Jika para polwan tetap
bersikukuh ingin menggunakan jilbab,
menurutnya, maka mereka dapat meminta kepada atasannya
agar sementara diperbantukan di bawah kendali operasi (BKO) Polda Aceh. (http://www.republika.co.id/ berita/nasional/umum/13/12/06/mxdny8-wakapolri-jangan-sembarangan-komentari-jilbab-polwan)
Nampaknya Oegreseno
lebih pintar dari Sutarman. Entah apa
yang terjadi. Selain desakan dari Oegreseno mungkin juga lobi-lobi kalangan
Polri yang tidak suka jilbab menjadikan Sutarman ‘takluk’ pada Oegreseno. Sutarman
yang tadinya mempersilakan Polwan berjilbab (18 November), kini berubah sikap.
Kepala Divisi Humas Polri, Ronny Franky Sompie di kantor Republika menyatakan, harus ada pemikiran yang lebih jauh mengenai jilbab Polwan. Ia pun memertanyakan, apakah kinerja Polwan berjilbab lebih baik. Selain itu, ujarnya, mana yang lebih dipentingkan, pelayanan masyarakat atau penampilan? Kemudian, bagaimana jika polwan berjilbab di wilayah yang mayoritas penduduknya non-muslim.
Sejak awal masuk Polri, menurut Franky, Polwan sudah memahami mereka harus mengikuti peraturan yang ada. "Apakah tidak mungkin akan mempengaruhi pelaksanaan pelayanan," jelas Ronny di Kantor Republika, Kamis (5/12).
Ia mengaku prihatin karena penggunaan jilbab jadi bahan yang dipolemikkan. Padahal, seharusnya, kinerja Polri yang dijadikan bahan pembicaraan dan evaluasi. Namun, ujarnya, bukannya tidak mungkin Polwan akan berjilbab dengan pakaian dinas. Apalagi, Polri sedang mengkaji secara internal bagaimana jilbab polwan. Jika sudah selesai dan disetujui, maka baru kemudian jilbab dianggarkan melalui APBNP.
Ketika
Kapolri Sutarman dengan hati tulusnya menyatakan kebolehan berjilbab sebulan
lalu (19 November 2013), umat Islam begitu antusias. Polwan-polwan yang selama
ini ingin berjilbab, keesekokan harinya pun di berbagai daerah mengenakan
jilbab.
Tapi tragedi terjadi 29 November lalu. Wakil Kepala Polri Oegroseno tiba-tiba mengirimkan telegram kepada polda se-Indonesia untuk menunda pemakaian jilbab bagi polwan. Dan kini tidak jelas kapan di kepolisian –yang mengayomi mayoritas umat Islam- membolehkan anggota atau perwiranya berjilbab. Kita tunggu siapa yang akan menang : nurani Kapolri Sutarman atau nurani Wakapolri Oegreseno. Wallahu alimun hakim.* (Nuim Hidayat, Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Kota Depok).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar