“Bila sejarah Indonesia bisa diulang, Amien
lah yang tepat memimpin bangsa ini” (anonim)
Buku Amien Rais
‘Selamatkan Indonesia’ perlu dibaca para generasi muda. Terutama mereka yang
konsen terhadap masalah bangsa dan kemana bangsa ini dibawa. Di buku itu Amien
menyajikan fakta, data dan analisa-analisa ilmiah menyangkut berbagai masalah
bangsa, mulai dari masalah sejarah, ekonomi, politik Indonesia,sikap
intelektual dan politik Amerika.
Sebelum membahas
bukunya, kita bahas tentang Amien Rais. Siapa Amien? Zaim Uchrowi mantan
pemimpin redaksi Republika dalam buku biografi Mohammad Amien Rais, Memimpin
dengan Nurani, menceritakannya dengan bagus. “Bukan hanya sisi intelektual dan
politiknya yang selama ini dianggap menonjol. Juga sisi relijiusitas, kultural,
hingga karakter pribadinya sehari-hari. Warna relijiulitasnya terlihat jelas
pada rutinitasnya untuk selalu bangun dinihari, bersembahyang tahajud serta
berpuasa Daud (sehari puasa, sehari tidak) sepanjang tahun. Sesibuk apapun ia.
Baginya agama merupakan perintah pengendali diri, dan bukan label formalitas
“saya benar kamu salah.”
Zaim melanjutkan :
“Sisi kultural Amien tampak dari kefasihannya menembang Mocopotan bahkan mendalang wayang. Bagi saya, inil adalah sisi yang
menarik. Amien lahir dan besar di lingkungan Muhammadiyah. Sebuah lingkungan
yang dianggap kurang menghargai budaya. Anggapan itu terbukti sama sekali
keliru pada dirinya. Maka saya menempatkan aspek kultural ini sebagai bab
pembuka buku ini.”
Mantan wartawan Tempo
ini melanjutkan : “Karakter personal Amien dapat dilihat dari sikapnya saat
bertemu dan berbicara dengan orang lain. Ia selalu berupaya mengenal dan
mengingat nama orang yang ditemuinya, lalu menyapanya secara benar. Saat
menemui orang bawah, ia benar-benar tampak akrab dengan mereka dan bukan
berbasa-basi lagak pejabat. Ia pendengar yang baik. Saat berbicara ia menatap
hangat mata lawan bicaranya dan tidak sibuk dengan pikiran sendiri. Ia acap
mengakrabkan suasana dengan melempar canda. “Bertemulah langsung dengannya,
walaupun sebentar,”kata seorang pendatang baru di lingkungan Amien.”Penilaian
kita terhadapnya pasti akan berbeda (dari sebelumnya).”
Begitu juga biografi
yang ditulis anaknya. Mereka begitu bangga dengan bapaknya. Jarang pemimpin
yang akrab dengan anak-anaknya, sehingga anaknya bangga dengan bapaknya.
Kegagalannya menjadi
presiden Indonesia dalam pemilu 2004, tidak menjadikannya putus asa untuk terus
berdakwah dan memberikan pencerahan kepada anak bangsa. Karena ia telah berdoa di depan Ka’bah pada
Desember 2003 : “Saya berdoa, ya Allah sekiranya saya dan teman-teman dapat
memberi kontribusi yang baik serta dapat membaguskan bangsa dan negara kami,
berilah kami petunjuk, kekuatan serta inayah-Mu (untuk memimpin Indonesia).
Seandainya Engkau telah mempunyai rencana tersendiri yang kami tidak
mengetahuinya, kami percaya rencana itulah yang terbaik bagi kami dan bangsa
ini,”papar Amien.
Karya intelektual
Amien juga mengagumkan. Meskipun buku yang ditulisnya tidak banyak, tapi
tulisan-tulisannya senantiasa aktual dan kuat dalam argumentasinya. Roh Keislamannya terlihat sangat kuat di sana.
Diantara bukunya yang bagus ditelaah adalah Cakrawala Islam (Mizan) dan
Agenda-Agenda Mendesak Selamatkan Bangsa. Dan juga buku-buku biografinya.
Terutama yang ditulis Zaim Ukhrowi.
Dalam prakata buku
biografi ‘Memimpin dengan Nurani’ itu, Pak Amien menyatakan : “Memang banyak
cara atau gaya manusia yang dapat dipilih manusia untuk memimpin. Ada yang
mengandalkan kekuatan fisik atau bertumpu pada kekuatan materi. Ada pula yang
dengan cara memecah belah rakyat supaya
rakyat menjadi lemah, sedangkan pemimpinnya menjadi selalu kuat. Ada juga
kepemimpinan yang dibangun dengan cara membuat pagar-pagar pengaman dengan
mengangkat teman-teman yang punya loyalitas tinggi untuk melakukan rekayasa
atau kalau perlu rekapaksa terhadap rakyat agar kepemimpinan seseorang bisa
berkelanjutan.”
Amien melanjutkan :
“Saya Alhamdulillah, bukan jenis manusia seperti itu. Saya bertindak semata
karena mengikuti keyakinan sendiri. Kalau menoleh ke balakang, saya bisa
mengatakan bahwa saya punya keberanian (yang oleh banyak orang sering dianggap
terlalu jauh), mungkin karena saya mendengarkan bisikan atau jeritan hati.
Nurani saya selalu terusik bila melihat kezaliman social, ekonomi, politik dan
berbagai pelanggaran HAM yang jauh. Mungkin itu yang menimbulkan leadership by consciousness atau
kepemimpinan berdasarkan kesadaran nurani.”
Mantan Ketua Umum
Muhammadiyah ini menyadari ia punya kelemahan. Ia berterus terang: “Satu hal
yang juga ingin saya sampaikan di sini, dalam hidup ini saya ingin mencontoh
teladan para Rasul dalam Al Qur’an dikatakan: “In uriidu illal islaaha mastatho’tu wa maa taufiiqii illa billaahi
alaihi tawakkaltu wailaihi uniib.” (QS Hud (11):88). Saya tidak lain dan tidak
bukan hanya menginginkan perbaikan sejauh saya mampu melakukannya. Tidak ada
taufik atau keberhasilan yang saya peroleh kecuali yang datang dari Allah SWT.
Kepada-Nya saya bersandar dan kepada-Nya pula saya akan kembali.”
Tauhid dan Keberanian
Dalam bukunya
Cakrawala Islam, Amien dengan sangat bagus menjelaskan tentang arti tauhid
dalam Islam. Tokoh yang sangat dibenci politisi sekuler Amerika ini menyatakan
: “Di samping membebaskan manusia dari perbudakan mental dan penyembahan kepada
sesame makhluk, kalimat thayyibah juga mengajarkan emansipasi manusia dari
nilai-nilai palsu yang bersumber pada hawa nafsu, gila kekuasaan, dan
kesenangan-kesenangan sensual belaka. Suatu kehidupan yang didesikasikan pada
kelezatan sensual, kekuasaan , dan penumpukan kekayaan, pasti akan mengeruhkan
akal sehat dan mendistorsi pikiran jernih. Dengan tajam Al Qur’an menyindir
orang-orang semacam ini : “Tidakkah engkau lihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai Tuhan? Apakah engkau merasa bisa menjadi pemelihara atasnya?
Apakah engkau sangka kebanyakan dari mereka mendengar atau menggunakan akalnya?
Mereka itu tidak lain hanya seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat.” (Al
Furqan 43-44).
Amien juga prihatin
masyarakat Islam sekarang ini jarang yang memahami makna hakiki tauhid. “Di
sinilah sebenarnya letak kemandekan kebanyakan masyarakat Muslim dewasa ini.
Kita bisa mengatakan bahwa keterbelakangan ekonomi, stagnasi intelektual,
degenerasi social, dan pelbagai macam kejumudan lainnya yang diderita oleh masyarakat Muslim,
sesungguhnya berakar pada kemerosotan tauhid. Oleh karena itu untuk melakukan
restorasi dan rekonstruksi manusia-Muslim, baik secara individual maupun
kolektif, tauhid adalah masalah pertama dan terpenting untuk segera dipersegar
dan diluruskan. Dengan demikian jelas bahwa anjuran sekulerisasi, misalnya
untuk memperbarui pemahaman Islam, adalah suatu ajakan yang tidak mempunyai
dasar di dalam Islam, dan akan membuat kemerosotan umat menjadi lebih parah.”
Amien menekankan
pentingnya menjaga hubungan dengan Allah dan hubungan sesama manusia. “Suatu
hal yang tidak boleh kita lupakan ialah bahwa komitmen manusia -tauhid tidak
saja terbatas pada hubungan vertikalnya dengan Tuhan, melainkan juga mencakup
hubungan horizontal dengan sesama manusia dan seluruh makhluk; dan
hubungan-hubungan ini harus sesuai dengan kehendak Allah. Kehendak Allah ini
memberikan visi kepada manusia-tauhid untuk membentuk suatu masyarakat yang
mengejar nilai-nilai utama dan mengusahakan tegaknya keadilan sosial….Misi
untuk mengubah dunia, menegakkan kebenaran dan keadilan, merealisasikan
pelbagai nilai utama, dan memberantas kerusakan di muka bumi (fasad fil ardh), bukanlah sekedar suatu derivative,
melainkan merupakan bagian integral dari komitmen manusia-tauhid kepada Allah.
Gabungan dari manusia-manusia tauhid inilah yang kemudian membentuk suatu
ummah. Dengan menegakkan keadilan dan kebenaran (amar ma’ruf) dan memberantas
kejahatan (nahi munkar) sebagai dua ciri utamanya , umat-tauhid menujukan
sasaran dari gerakannya bukan pada bangsa atau kelompok masyarakat tertentu,
melainkan pada seluruh kemanusiaan itu sendiri, seperti difirmankan oleh Allah:
” Engkau sekalian adalah umat terbaik yang telah dilahirkan untuk seluruh
manusia, engkau melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan engkau beriman kepada
Allah.” (Ali Imran 110).
Darimana Pak Amien
mendapat inspirasi keberanian itu, sehingga ia berani ‘mengubah Indonesia’ pada
1998? Rupanya dari jiwa tauhidnya. Tapi,perlu ditelaah pula puncak keberanian
ini juga membahayakan. Keberanian bisa menjadikan seseorang menjadi
Iblis/Firaun yang tidak ada hati dalam membunuh manusia. Yang menyuruh manusia
menyembah dirinya bukan menyembah Allah. Atau menjadi Nabi Ibrahim/Nabi
Muhammad bapak tauhid manusia, yang memerintahkan manusia berbuat adil dan memerintahkan
manusia menyembah yang benar-benar berhak disembah. Al Qur’an mewanti-wanti : مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ
الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا
لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ
تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ
“Tidak wajar bagi
seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian,
lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku
bukan penyembah Allah.” Akan tetapi (dia berkata):”Hendaklah kamu menjadi
orang-orang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al Kitab dan disebabkan
kamu tetap mempelajarinya.” (QS Ali Imran 79). (bersambung)* Oleh : Nuim Hidayat : Ketua Dewan Da’wah Islamiyah
Indonesia, Kota Depok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar